25.8 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Sah! Panwaslu Diubah Jadi Bawaslu

JAKARTA – Penamaan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) resmi diubah
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU Pilkada menjadi Bawaslu. Hal ini untuk
penyamaan nama dengan UU Pemilu yang telah menyebut Bawaslu Kabupaten.

Putusan tersebut diapresiasi
Bawaslu RI. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XVII/2019 tentang
Permohonan Pengujian Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada.

Anggota Bawaslu Fritz Edward
Siregar mengungkapkan, putusan MK ini memberikan kepastian hukum legalitas
Bawaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan fungsi pengawasan dalam Pilkada 2020.

Fritz menjelaskan, perbedaan
nomenklatur dalam UU Pilkada 10/2016 dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017
menjadi persoalan terutama dalam hal kewenangan yang nantinya akan dilakukan
Bawaslu Kabupaten/Kota yang sebelum bernama Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
“Putusan ini penting bagi Bawaslu untuk meneguhkan dan memberi legalitas bagi
jajaran Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melaksanakan
tugas-tugasnya,” tegas Fritz di Jakarta, Rabu (29/1).

Baca Juga :  Sambangi Kantor DPP PKS, Surya Paloh Tegaskan Nasdem Siap Ikut Jadi Op

Menurutnya, kepastian hukum bagi
Bawaslu sangat penting. Karena Bawaslu akan melakukan fungsi penegakan hukum,
fungsi pengawasan. Sehingga pertanyaan mengenai kepastian hukum itu menjadi
dasar dan memiliki peran yang signifikan.

Sementara itu, Ketua Majelis
Hakim Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, menyatakan frasa Panwas
Kabupaten/Kota dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Bawaslu
Kabupaten/Kota.

Menurut MK, dengan diadopsinya
substansi UU 15/2011 ke dalam UU 7/2017, kelembagaan Panwaslu Kabupaten/Kota
yang diubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai lembaga yang
bersifat tetap (permanen), di mana keanggotaanya memegang jabatan selama 5
tahun.

Komposisi keanggotaan Bawaslu
Provinsi sebagaimana diatur dalam UU 15/2011 sebanyak 3 orang dan anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 orang. “Dengan adanya pergantian
undang-undang yang mengatur kelembagaan penyelenggara pemilu, komposisi anggota
Bawaslu Provinsi menjadi 5 atau 7 orang, dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak
3 atau 5 orang,” ucapnya.

Baca Juga :  Protokol Kesehatan Pilkada Bisa Dibiayai APBD Melalui NPHD

Selain komposisi jumlah
keanggotaan, perubahan juga terjadi terkait dengan mekanisme pengisian anggota
Bawaslu Kabupaten/Kota. Awalnya, melalui UU 15/2011, anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota diseleksi dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi, kemudian melalui
UU 7/2017 diubah menjadi proses seleksi melalui Tim Seleksi yang dibentuk oleh
Bawaslu. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Penamaan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) resmi diubah
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU Pilkada menjadi Bawaslu. Hal ini untuk
penyamaan nama dengan UU Pemilu yang telah menyebut Bawaslu Kabupaten.

Putusan tersebut diapresiasi
Bawaslu RI. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XVII/2019 tentang
Permohonan Pengujian Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada.

Anggota Bawaslu Fritz Edward
Siregar mengungkapkan, putusan MK ini memberikan kepastian hukum legalitas
Bawaslu kabupaten/kota dalam melaksanakan fungsi pengawasan dalam Pilkada 2020.

Fritz menjelaskan, perbedaan
nomenklatur dalam UU Pilkada 10/2016 dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017
menjadi persoalan terutama dalam hal kewenangan yang nantinya akan dilakukan
Bawaslu Kabupaten/Kota yang sebelum bernama Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).
“Putusan ini penting bagi Bawaslu untuk meneguhkan dan memberi legalitas bagi
jajaran Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melaksanakan
tugas-tugasnya,” tegas Fritz di Jakarta, Rabu (29/1).

Baca Juga :  Sambangi Kantor DPP PKS, Surya Paloh Tegaskan Nasdem Siap Ikut Jadi Op

Menurutnya, kepastian hukum bagi
Bawaslu sangat penting. Karena Bawaslu akan melakukan fungsi penegakan hukum,
fungsi pengawasan. Sehingga pertanyaan mengenai kepastian hukum itu menjadi
dasar dan memiliki peran yang signifikan.

Sementara itu, Ketua Majelis
Hakim Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, menyatakan frasa Panwas
Kabupaten/Kota dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Bawaslu
Kabupaten/Kota.

Menurut MK, dengan diadopsinya
substansi UU 15/2011 ke dalam UU 7/2017, kelembagaan Panwaslu Kabupaten/Kota
yang diubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai lembaga yang
bersifat tetap (permanen), di mana keanggotaanya memegang jabatan selama 5
tahun.

Komposisi keanggotaan Bawaslu
Provinsi sebagaimana diatur dalam UU 15/2011 sebanyak 3 orang dan anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 orang. “Dengan adanya pergantian
undang-undang yang mengatur kelembagaan penyelenggara pemilu, komposisi anggota
Bawaslu Provinsi menjadi 5 atau 7 orang, dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak
3 atau 5 orang,” ucapnya.

Baca Juga :  Protokol Kesehatan Pilkada Bisa Dibiayai APBD Melalui NPHD

Selain komposisi jumlah
keanggotaan, perubahan juga terjadi terkait dengan mekanisme pengisian anggota
Bawaslu Kabupaten/Kota. Awalnya, melalui UU 15/2011, anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota diseleksi dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi, kemudian melalui
UU 7/2017 diubah menjadi proses seleksi melalui Tim Seleksi yang dibentuk oleh
Bawaslu. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru