PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kisruh Partai Demokrat masih menyita perhatian beberapa pihak, kendati Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Berlambang Mercy tersebut telah usai di Deli Serdang, Sumatera Utara. Upaya pelengseran Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan cara ilegal itu, mendapat tanggapan dari pemerhati hukum dan politik Kalteng Rahmadi G Lentam.
Pasalnya, bola panas kisruh kubu AHY yang diperkuat SBY dengan kubu Moeldoko diperkuat Marzuki Alie, sama-sama berada di pemerintah. Bahkan, kubu AHY telah mendatangi Menkumham perihal ilegalnya KLB kubu Moldoko di Sumut beberapa waktu lalu.
Namun demikian, Moeldoko merupakan bagian dari pemerintahan Jokowi dan menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Pemerhati Hukum dan Politik Kalteng Rahmadi G Lentam mengatakan, saat ini Partai Demokrat menunggu kepastian dan komitmen pemerintah kedepan terkait pelaksanaan KLB yang lalu.
"Sementara ini yang terdaftar dan diakui oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah kepengurusan yang di SK kan tahun 2020 dibawa kepemimpinan ketum AHY," ucap Rahmadi G Lentam, Selasa (16/3).
Menurutnya, dalam sebuah partai, tentu ada AD/ART yang harus diikuti sebagai acuan dalam berpartai. Salah satunya perihal mandat peserta kongres. Pasalnya, mandat yang diberikan oleh pemegang hak suara untuk mengikuti kongres tentu harus tertulis dan dilengkapi dengan meterai.
"Dalam konteks presiden sebagai pembina politik, maka dengan tidak mengekang kebebasan hak asasi staf. Dan berdasarkan ketentuan khusus didalamnya, maka KSP harusnya mengundurkan diri agar fokus membangun partai politik," tegasnya.
Rahmadi menegaskan, Kemenkumham tidak memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak KLB. Tetapi lebih melihat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang digunakan.