30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Golkar Takut Gerindra Bisa Jadi Musuh Dalam Selimut

Sinyal Partai Gerindra
bakal gabung koalisi pemerintah semakin terlihat. TItu ditandai dengan saat
kunjungan Prabowo Subianto menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana,
keduanya sempat membahas koalisi dan kemungkinan bergabung ke kabinet.

Pertemuan itu langsung mengundang reaksi dari sejumlah kalangan.
Salah satunya adalah Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily yang
menganggap, tidak etis jika Gerindra gabung. Bahkan dikhawatirkan Gerindra
bakal jadi musuh dalam selimut di koalisi pemerintah

Bahkan menurutnya, demokrasi Indonesia bisa monolitik jika
partai di luar koalisi pemerintah gabung setelah kalah di Pilpres.

“Jangan sampai mereka berada di dalam pemerintahan tetapi dalam
posisi seperti oposisi. Tidak baik dalam kerangka demokrasi kita,” kata Ace
kepada wartawan, Minggu (13/10).

Menurut Ace, harusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan
menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi. Bagi Ace, tanpa ada
tambahan di koalisi pemerintah, saat ini di parlemen sudah kuat dengan 63
persen kursi DPR.

“Di parlemen saya kira, koalisi pemerintah sudah modal yang
sangat cukup untuk mengawal pemeritahan dan menunaikan janji politiknya. Saya
kira Pak Jokowi akan lebih arif dan bijaksana untuk mensikapi politik saat
ini,” katanya.

Baca Juga :  Komisi VI Minta Menkeu Pertimbangkan Kembali Pajak Nol Persen Mobil Ba

Kemudian, lanjutnya, tidak etis juga kalau Gerindra mengharapkan
mendapat kursi menteri jika bergabung. Koalisi saja, kata Ace, sehak awal
menyerahkan ke Jokowi soal posisi menteri untuk mereka.

“Jika mau mendukung pemerintah itu positif, tetapi tidak harus
ditindaklanjuti keharusan berada di dalam kabinet,” katanya.

Di kesempatan lain, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera enggan
berkomentar panjang mengenai kemungkinan Gerindra merapat ke kubu
pemerintah. Menurutnya, setiap partai punya strategi dan pertimbangan
masing-masing.

“Jadi Gerindra dan Demokrat punya hak untuk memutuskan bergabung
dengan Pak Jokowi atau bertahan di garis Oposisi. PKS sendiri mengikuti
keputusan Majelis Syuro yang menetapkan kita di luar pemerintahan,” katanya.

Menurutnya, meski Gerindra nanti jadi bergabung di pemerintah,
maka PKS akan tetap oposisi, atau berhadapan dengan seluruh pemerintah.

“Insya Allah PKS istiqomah oposisi. Bukan masalah jumlah tapi
masalah kesebangunan dengan aspirasi rakyat. Kian sesuai dan memperjuangkan
aspirasi rakyat kian kuat partai kami,” ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR)
Ujang Komaruddin mengatakan, bergabungnya Gerindra dan Demokrat dalam koalisi
pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin disinyalir dapat menghidupkan kembali sistem
orde baru. Pasalnya itu akan menciptakan kekuasaan pemerintah yang terlalu
dominan, tanpa diimbangi dengan kekuatan oposisi sebagai penyeimbang.

Baca Juga :  Gus Yaqut Diminta Segera Akhiri Polemik dan Kegaduhan

Menurutnya, sejatinya bangsa ini membutuhkan pemerintahan yang
kuat. Namun seiring dengan itu, dibutuhkan juga oposisi yang kuat dan tanggung,
agar tercipta keseimbangan,

“Jika Gerindra masuk dan Demokrat juga sudah menyatakan untuk
mendukung, artinya pemerintah akan dominan dan menjadi kekuatan mayoritas,
karena tidak ada kontrol. Ini berbahaya karena oposisi menjadi lemah. Mohon
maaf, ini seperti yang terjadi pada orde baru,” ujar Ujang.

Menurutnya, ketika pemerintah menjadi kekuatan yang dominan,
maka potensi untuk terjadinya penyalagunaan kekuatan akan sangat signifikan.

“Bisa jadi tidak ada lagi partai yang mengkritik, semua partai
seperti paduan suara. Ini yang tidak kita inginkan,” kata Ujang.

Selain itu, bergabungnya mayoritas partai dalam koalisi belum
tentu menjadikan roda pemeritahan menjadi kuat. Justru sebaliknya, akan saling
sikut untuk 2024.

“Semua akan mengamankan diri masing-masing. Jokowi ingin
mengamankan diri sampai akhir jabatan, parpol-parpol juga ingin aman di 2014.
Jadi persoalannya rakyat dilupakan,” tandas Ujang.(jpg)

 

Sinyal Partai Gerindra
bakal gabung koalisi pemerintah semakin terlihat. TItu ditandai dengan saat
kunjungan Prabowo Subianto menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana,
keduanya sempat membahas koalisi dan kemungkinan bergabung ke kabinet.

Pertemuan itu langsung mengundang reaksi dari sejumlah kalangan.
Salah satunya adalah Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily yang
menganggap, tidak etis jika Gerindra gabung. Bahkan dikhawatirkan Gerindra
bakal jadi musuh dalam selimut di koalisi pemerintah

Bahkan menurutnya, demokrasi Indonesia bisa monolitik jika
partai di luar koalisi pemerintah gabung setelah kalah di Pilpres.

“Jangan sampai mereka berada di dalam pemerintahan tetapi dalam
posisi seperti oposisi. Tidak baik dalam kerangka demokrasi kita,” kata Ace
kepada wartawan, Minggu (13/10).

Menurut Ace, harusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan
menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi. Bagi Ace, tanpa ada
tambahan di koalisi pemerintah, saat ini di parlemen sudah kuat dengan 63
persen kursi DPR.

“Di parlemen saya kira, koalisi pemerintah sudah modal yang
sangat cukup untuk mengawal pemeritahan dan menunaikan janji politiknya. Saya
kira Pak Jokowi akan lebih arif dan bijaksana untuk mensikapi politik saat
ini,” katanya.

Baca Juga :  Komisi VI Minta Menkeu Pertimbangkan Kembali Pajak Nol Persen Mobil Ba

Kemudian, lanjutnya, tidak etis juga kalau Gerindra mengharapkan
mendapat kursi menteri jika bergabung. Koalisi saja, kata Ace, sehak awal
menyerahkan ke Jokowi soal posisi menteri untuk mereka.

“Jika mau mendukung pemerintah itu positif, tetapi tidak harus
ditindaklanjuti keharusan berada di dalam kabinet,” katanya.

Di kesempatan lain, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera enggan
berkomentar panjang mengenai kemungkinan Gerindra merapat ke kubu
pemerintah. Menurutnya, setiap partai punya strategi dan pertimbangan
masing-masing.

“Jadi Gerindra dan Demokrat punya hak untuk memutuskan bergabung
dengan Pak Jokowi atau bertahan di garis Oposisi. PKS sendiri mengikuti
keputusan Majelis Syuro yang menetapkan kita di luar pemerintahan,” katanya.

Menurutnya, meski Gerindra nanti jadi bergabung di pemerintah,
maka PKS akan tetap oposisi, atau berhadapan dengan seluruh pemerintah.

“Insya Allah PKS istiqomah oposisi. Bukan masalah jumlah tapi
masalah kesebangunan dengan aspirasi rakyat. Kian sesuai dan memperjuangkan
aspirasi rakyat kian kuat partai kami,” ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR)
Ujang Komaruddin mengatakan, bergabungnya Gerindra dan Demokrat dalam koalisi
pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin disinyalir dapat menghidupkan kembali sistem
orde baru. Pasalnya itu akan menciptakan kekuasaan pemerintah yang terlalu
dominan, tanpa diimbangi dengan kekuatan oposisi sebagai penyeimbang.

Baca Juga :  Gus Yaqut Diminta Segera Akhiri Polemik dan Kegaduhan

Menurutnya, sejatinya bangsa ini membutuhkan pemerintahan yang
kuat. Namun seiring dengan itu, dibutuhkan juga oposisi yang kuat dan tanggung,
agar tercipta keseimbangan,

“Jika Gerindra masuk dan Demokrat juga sudah menyatakan untuk
mendukung, artinya pemerintah akan dominan dan menjadi kekuatan mayoritas,
karena tidak ada kontrol. Ini berbahaya karena oposisi menjadi lemah. Mohon
maaf, ini seperti yang terjadi pada orde baru,” ujar Ujang.

Menurutnya, ketika pemerintah menjadi kekuatan yang dominan,
maka potensi untuk terjadinya penyalagunaan kekuatan akan sangat signifikan.

“Bisa jadi tidak ada lagi partai yang mengkritik, semua partai
seperti paduan suara. Ini yang tidak kita inginkan,” kata Ujang.

Selain itu, bergabungnya mayoritas partai dalam koalisi belum
tentu menjadikan roda pemeritahan menjadi kuat. Justru sebaliknya, akan saling
sikut untuk 2024.

“Semua akan mengamankan diri masing-masing. Jokowi ingin
mengamankan diri sampai akhir jabatan, parpol-parpol juga ingin aman di 2014.
Jadi persoalannya rakyat dilupakan,” tandas Ujang.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru