31.7 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Wakil Ketua MPR: Kuota 30 Persen Perempuan di Parlemen Baru Retorika

Persoalan
jurang kesetaraan gender di Indonesia yang masih terbuka lebar menjadi sorotan
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Menurut satu-satunya perempuan yang
menjadi pimpinan MPR itu, dibutuhkan usaha keras untuk memperkecil gap
tersebut.

“Harus
ada kerjasama dan kontribusi dari semua pihak untuk mencapai ekualitas. Jurang
kesetaraan gender di negeri ini masih lebar. Kampanye kesetaraan gender masih
jauh dari selesai,” ujar Lestari dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com,
dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Minggu
(8/3).

Politikus
perempuan Nasdem itu Lestari menyampaikan tema Hari Perempuan yang diangkat
pada tahun ini yakni “EachForEqual”. Tujuannya adalah persamaan yang
berkeadilan.

Lestari
lalu merujuk data Pemilu 2019 yang mencatat bahwa keterwakilan perempuan di
DPR-RI berkisar di angka 21 persen, dari total 575 kursi. Angka tersebut masih
berada di bawah kuota perempuan di parlemen, yakni 30 persen.

Menurut
dia, ada sejumlah faktor yang membuat keterwakilan perempuan di DPR tidak
mencapai kuota. Pertama, kendala mengajak perempuan menjadi pemimpin yang masih
besar.

Dijelaskanya,
cara pandang bias gender bahwa perempuan tidak layak memiliki peran di area
publik, sehingga kita belum dapat bicara dengan solid mengenai perspektif
perempuan ataupun pengarusutamaan gender di berbagai tingkatan.

Baca Juga :  Zulhas Sebut Amien Rais Sudah Restui Jokowi-Ma’ruf

Data dari
Perludem memperlihatkan bahwa dalam Pemilu Legislatif lalu terdapat 80 dapil
dan 16 partai politik peserta pemilu. Dari 1.280 calon legislatif dan 80 daerah
pemilihan, caleg perempuan yang ditempatkan dalam nomor urut satu ada 235 orang
atau 18,36 persen.

Lestari
menilai, hal tersebut menunjukkan bahwa kuota 30 persen bagi perempuan
menduduki kursi di parlemen masih sebatas retorika. “Jadi niat baik untuk
mematuhi kuota 30 persen bagi perempuan menduduki kursi di parlemen, masih
sebatas retorika,” kata dia.

Lebih
lanjut Lestari mengatakan, berdasarkan pengalamannya sebagai legislator,
kesadaran pemilih perempuan untuk memilih calon legislatif perempuan dalam
pesta demokrasi juga belum terjadi.

“Walaupun
mereka hadir dalam acara kampanye dan merasakan manfaat atas aktivitas yang
dilakukan, belum tentu mereka memilih. Keputusan perempuan untuk memilih sangat
tergantung akan patron-nya,” ujar dia.

Fakta itu
juga pernah diungkap data Surnas LSI – IFES Juni 2014 yang menunjukkan hanya
15,7 persen pemilih perempuan yang akan memilih kandidat perempuan, meskipun
jika kualitasnya sama dengan kandidat laki-laki. Mayoritas (46,8 persen) tetap
akan memilih kandidat laki-laki.

Baca Juga :  Komitmen Hadirkan SDM Unggul, Ganjar Yakin Indonesia Emas 2045 Terwujud

Lestari
menambahkan, fakta-fakta tersebut masih diperburuk adanya pandangan
memarginalkan dan mendiskriminasi perempuan yang masih kuat di masyarakat.

Lestari
lalu menceritakan pengalamannya saat berkontestasi pada Pilkada lalu. Saat itu,
dia maju di Daerah Pemilihan Jawa Tengah 2 meliputi Kudus, Demak dan Jepara.
Dia menyebut ada sejumlah pihak yang mencoba mendiskreditkan dirinya sebagai
caleg perempuan.

“Serangan
yang digaungkan oleh para pemimpin informal agar saya tidak terpilih bukan soal
kapasitas saya, tapi karena saya perempuan. Kampanye perempuan itu, tempatnya
di belakang, cukup manjur,” ucap Lestari.

Padahal,
kata dia, di daerah tersebut terkenal sosok Ratu Kalinyamat sang penggagas
Poros Maritim dan Pakta Portugis, dan juga tempat kelahiran R.A Kartini, sang
pemikir besar untuk isu kemanusiaan dan kesetaraan gender.

“Jadi
perjuangan yang tidak main-main sehingga berhasil lolos menjadi perempuan
pertama pascareformasi yang terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil ini dengan
suara terbanyak, butuh perjuangan ekstra keras dan tidak basa-basi,”
pungkasnya.(jpc)

 

Persoalan
jurang kesetaraan gender di Indonesia yang masih terbuka lebar menjadi sorotan
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Menurut satu-satunya perempuan yang
menjadi pimpinan MPR itu, dibutuhkan usaha keras untuk memperkecil gap
tersebut.

“Harus
ada kerjasama dan kontribusi dari semua pihak untuk mencapai ekualitas. Jurang
kesetaraan gender di negeri ini masih lebar. Kampanye kesetaraan gender masih
jauh dari selesai,” ujar Lestari dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com,
dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Minggu
(8/3).

Politikus
perempuan Nasdem itu Lestari menyampaikan tema Hari Perempuan yang diangkat
pada tahun ini yakni “EachForEqual”. Tujuannya adalah persamaan yang
berkeadilan.

Lestari
lalu merujuk data Pemilu 2019 yang mencatat bahwa keterwakilan perempuan di
DPR-RI berkisar di angka 21 persen, dari total 575 kursi. Angka tersebut masih
berada di bawah kuota perempuan di parlemen, yakni 30 persen.

Menurut
dia, ada sejumlah faktor yang membuat keterwakilan perempuan di DPR tidak
mencapai kuota. Pertama, kendala mengajak perempuan menjadi pemimpin yang masih
besar.

Dijelaskanya,
cara pandang bias gender bahwa perempuan tidak layak memiliki peran di area
publik, sehingga kita belum dapat bicara dengan solid mengenai perspektif
perempuan ataupun pengarusutamaan gender di berbagai tingkatan.

Baca Juga :  Zulhas Sebut Amien Rais Sudah Restui Jokowi-Ma’ruf

Data dari
Perludem memperlihatkan bahwa dalam Pemilu Legislatif lalu terdapat 80 dapil
dan 16 partai politik peserta pemilu. Dari 1.280 calon legislatif dan 80 daerah
pemilihan, caleg perempuan yang ditempatkan dalam nomor urut satu ada 235 orang
atau 18,36 persen.

Lestari
menilai, hal tersebut menunjukkan bahwa kuota 30 persen bagi perempuan
menduduki kursi di parlemen masih sebatas retorika. “Jadi niat baik untuk
mematuhi kuota 30 persen bagi perempuan menduduki kursi di parlemen, masih
sebatas retorika,” kata dia.

Lebih
lanjut Lestari mengatakan, berdasarkan pengalamannya sebagai legislator,
kesadaran pemilih perempuan untuk memilih calon legislatif perempuan dalam
pesta demokrasi juga belum terjadi.

“Walaupun
mereka hadir dalam acara kampanye dan merasakan manfaat atas aktivitas yang
dilakukan, belum tentu mereka memilih. Keputusan perempuan untuk memilih sangat
tergantung akan patron-nya,” ujar dia.

Fakta itu
juga pernah diungkap data Surnas LSI – IFES Juni 2014 yang menunjukkan hanya
15,7 persen pemilih perempuan yang akan memilih kandidat perempuan, meskipun
jika kualitasnya sama dengan kandidat laki-laki. Mayoritas (46,8 persen) tetap
akan memilih kandidat laki-laki.

Baca Juga :  Komitmen Hadirkan SDM Unggul, Ganjar Yakin Indonesia Emas 2045 Terwujud

Lestari
menambahkan, fakta-fakta tersebut masih diperburuk adanya pandangan
memarginalkan dan mendiskriminasi perempuan yang masih kuat di masyarakat.

Lestari
lalu menceritakan pengalamannya saat berkontestasi pada Pilkada lalu. Saat itu,
dia maju di Daerah Pemilihan Jawa Tengah 2 meliputi Kudus, Demak dan Jepara.
Dia menyebut ada sejumlah pihak yang mencoba mendiskreditkan dirinya sebagai
caleg perempuan.

“Serangan
yang digaungkan oleh para pemimpin informal agar saya tidak terpilih bukan soal
kapasitas saya, tapi karena saya perempuan. Kampanye perempuan itu, tempatnya
di belakang, cukup manjur,” ucap Lestari.

Padahal,
kata dia, di daerah tersebut terkenal sosok Ratu Kalinyamat sang penggagas
Poros Maritim dan Pakta Portugis, dan juga tempat kelahiran R.A Kartini, sang
pemikir besar untuk isu kemanusiaan dan kesetaraan gender.

“Jadi
perjuangan yang tidak main-main sehingga berhasil lolos menjadi perempuan
pertama pascareformasi yang terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil ini dengan
suara terbanyak, butuh perjuangan ekstra keras dan tidak basa-basi,”
pungkasnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru