30.6 C
Jakarta
Thursday, March 28, 2024

Fadli Zon: Buruh Makin Terpojok Akibat UU Omnibus Law Cipta Kerja

JAKARTA,KALTENGPOS.CO- Anggota DPR dari Fraksi
Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, pengesahan RUU Cipta Kerja, atau yang
lebih dikenal dengan Omnibus Law Cipta Kerja, Senin, (5/10/2020), memukul keras
nasib buruh. Pasalnya, dibahas dalam waktu dan kondisi yang tidak tepat.

“Disebut tidak tepat waktu
karena saat ini kita sedang berada di tengah-tengah pandemi. Prioritas utama
mestinya isu kesehatan dan kemanusiaan seperti dinyatakan Presiden sendiri,”
ujar Fadli Zon kepada wartawan, Rabu (7/10).

Tingkat kematian dokter kita
saat ini tertinggi di Asia. Setidaknya ada 130 dokter, menurut IDI, meninggal
akibat menangani Covid-19 sejauh ini.

Angka-angka ini tentu saja tak
bisa disepelekan. Sebab, untuk menampung pasien, jumlah kamar di rumah sakit
bisa ditambah dalam sekejap, tapi tak demikian halnya dengan tenaga kesehatan
yang menangani.

Baca Juga :  Pemahaman Kesetaraan Gender Masih Lemah

“Artinya, ada hal lain yang
jauh lebih serius untuk ditangani dibanding Omnibus Law,” ungkapnya.

Omnibus law ini juga tidak tepat
sasaran, sebab kalau tujuannya adalah untuk mendatangkan investasi, apa yang
jadi hambatan investasi dengan apa yang dirancang oleh Omnibus Law ini sama
sekali tak sinkron. Memang yang disorot adalah perizinan dan aturan yang
tumpang tindih.

Menurut World Economic Forum
(WEF), kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi
birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

“Tapi yang disasar Omnibus Law
kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan
resepnya sejak awal sudah tak nyambung,” ungkapnya.

Fadli mengatakan, bisa memahami
kenapa saat ini masyarakat banyak yang gelisah dan marah terhadap Omnibus Law.
Karena mereka melihat kalau kepentingan dan suara mereka sama sekali kurang
diperhatikan.

Baca Juga :  Genjot Pembentukan Alat Kelengkapan Dewan

“Kaum buruh, yang saat ini
berada dalam posisi sulit akibat Covid-19, posisinya jadi kian terpojok,”
tuturnya.

Dalam catatannya, ada beberapa
isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh. Misalnya, skema pesangon kepada
pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan
upah.

Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum
Provinsi). Padahal, menurut data lapangan, besaran UMP ini pada umumnya adalah
di bawah UMK.

“Sehingga, alih-alih
meningkatkan kesejahteraan buruh, omnibus law ini belum apa-apa sudah akan menurunkan
kesejahteraan mereka,” pungkasnya. 

JAKARTA,KALTENGPOS.CO- Anggota DPR dari Fraksi
Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan, pengesahan RUU Cipta Kerja, atau yang
lebih dikenal dengan Omnibus Law Cipta Kerja, Senin, (5/10/2020), memukul keras
nasib buruh. Pasalnya, dibahas dalam waktu dan kondisi yang tidak tepat.

“Disebut tidak tepat waktu
karena saat ini kita sedang berada di tengah-tengah pandemi. Prioritas utama
mestinya isu kesehatan dan kemanusiaan seperti dinyatakan Presiden sendiri,”
ujar Fadli Zon kepada wartawan, Rabu (7/10).

Tingkat kematian dokter kita
saat ini tertinggi di Asia. Setidaknya ada 130 dokter, menurut IDI, meninggal
akibat menangani Covid-19 sejauh ini.

Angka-angka ini tentu saja tak
bisa disepelekan. Sebab, untuk menampung pasien, jumlah kamar di rumah sakit
bisa ditambah dalam sekejap, tapi tak demikian halnya dengan tenaga kesehatan
yang menangani.

Baca Juga :  Pemahaman Kesetaraan Gender Masih Lemah

“Artinya, ada hal lain yang
jauh lebih serius untuk ditangani dibanding Omnibus Law,” ungkapnya.

Omnibus law ini juga tidak tepat
sasaran, sebab kalau tujuannya adalah untuk mendatangkan investasi, apa yang
jadi hambatan investasi dengan apa yang dirancang oleh Omnibus Law ini sama
sekali tak sinkron. Memang yang disorot adalah perizinan dan aturan yang
tumpang tindih.

Menurut World Economic Forum
(WEF), kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, inefisiensi
birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.

“Tapi yang disasar Omnibus Law
kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan
resepnya sejak awal sudah tak nyambung,” ungkapnya.

Fadli mengatakan, bisa memahami
kenapa saat ini masyarakat banyak yang gelisah dan marah terhadap Omnibus Law.
Karena mereka melihat kalau kepentingan dan suara mereka sama sekali kurang
diperhatikan.

Baca Juga :  Genjot Pembentukan Alat Kelengkapan Dewan

“Kaum buruh, yang saat ini
berada dalam posisi sulit akibat Covid-19, posisinya jadi kian terpojok,”
tuturnya.

Dalam catatannya, ada beberapa
isu yang memang mengusik rasa keadilan buruh. Misalnya, skema pesangon kepada
pekerja yang di-PHK diubah dari sebelumnya 32 bulan upah, kini menjadi 25 bulan
upah.

Kemudian, penghapusan UMK (Upah Minimum Kabupaten) menjadi UMP (Upah Minimum
Provinsi). Padahal, menurut data lapangan, besaran UMP ini pada umumnya adalah
di bawah UMK.

“Sehingga, alih-alih
meningkatkan kesejahteraan buruh, omnibus law ini belum apa-apa sudah akan menurunkan
kesejahteraan mereka,” pungkasnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru