PROKALTENG.CO – Pemerintah kembali akan menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Mulai besok, Selasa, 1 Februari 2022, HET minyak goreng turun hingga Rp 11.500 per liter.
Namun, HET ini ditetapkan untuk minyak curah per liternya. Harga minyak goreng sederhana dipatok Rp 13.500 per liter. Sedangkan minyak goreng premium tetap sebesar Rp14 ribu.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memastikan HET minyak goreng akan berlaku sejak Selasa, 1 Februari 2022. Harga minyak goreng tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sebelum hari yang ditentukan, harga minyak goreng masih menggunakan mekanisme satu harga, yaitu Rp14 ribu per liter.
Sanksi Hukum
Menurutnya, pemerintah akan mengambil langkah hukum yang tegas bagi seluruh pelaku usaha minyak goreng yang tidak patuh atau mencoba melanggar ketentuan tersebut, dikutip dari cnnindonesia.com, Senin (31/1/2022).
Lutfi juga mendorong produsen untuk segera mempercepat penyaluran minyak goreng dan memastikan tidak terjadi kekosongan stok di tingkat pedagang dan pengecer.
Selanjutnya, ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar bijak dalam membeli minyak goreng. Pasalnya, pemerintah menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga yang terjangkau.
“Kami berharap dengan kebijakan ini harga minyak goreng dapat menjadi lebih stabil dan terjangkau untuk masyarakat, serta tetap menguntungkan bagi para pedagang, distributor, hingga produsen,” katanya.
Kritik YLKI
Harga minyak goreng yang ikut melonjak di tengah naiknya harga minyak dunia, memancing kritik dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Sebabnya, Indonesia sebagai negara terbesar penghasil minyak kelapa sawit (CPO) di dunia, seharusnya bisa memberikan harga minyak yang murah pada rakyatnya, tanpa perlu ada program satu harga.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus sebelumnya juga mengkritik kebijakan subsidi sebesar Rp3,5 triliun dan 1,2 miliar liter minyak yang dikucurkan bersamaan dengan program satu harga minyak goreng.
“Kebijakan subsidi (dengan anggaran) Rp3,5 triliun dan 1,2 miliar liter itu sebuah kebijakan yang sia-sia seperti menggarami laut. Terbukti tidak efektif sampai detik ini,” katanya.
Ketidakefektifan itu disebutnya sebagai bentuk ketidakpahaman pemerintah pada kondisi pasar, psikologi konsumen, hingga rantai pasok minyak dalam negeri.
Selain itu, kebijakan satu harga justru mencerminkan aturan yang anti kompetisi. “Justru saya menduga ada sindikat antar pemerintah dengan pedagang minyak goreng besar untuk menentukan harga,” lanjutnya.
YLKI juga mengaku masih menerima aduan dari masyarakat terkait harga minyak goreng yang mahal dan terbatasnya pasokan di pasar tradisional pun modern.