SAMPIT, PROKALTENG.CO – PT Makin Group, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), diduga telah beraktivitas selama puluhan tahun tanpa mengantongi izin hak guna usaha (HGU).
Kondisi ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk DPRD Kotim, yang menilai bahwa ketiadaan HGU berpotensi merugikan pendapatan daerah dalam jumlah besar.
Dilansir dari Kalteng Pos, Ketua DPRD Kotim, Rimbun, mengungkapkan bahwa ada 16 perusahaan perkebunan sawit di daerah itu yang belum memiliki izin HGU, termasuk enam anak perusahaan PT Makin Group.
“Banyak perusahaan di Kotim yang tidak memiliki HGU. Saya akan membagikan data dan nama-namanya kepada rekan-rekan media,” ujarnya.
Berdasarkan data yang diperoleh Kalteng Pos, enam anak perusahaan Makin Group yang belum mengantongi HGU meliputi PT Wanayasa Kahuripan Indonesia (1.500 hektare), PT Mukti Sawit Kahuripan (2.830,35 hektare), PT Surya Inti Sawit Kahuripan (1.311,21 hektare), PT Buana Artha Sejahtera (14.300 hektare), PT Agro Karya Prima Lestari (22.300 hektare), dan PT Buana Adhitama (24.300 hektare).
Tanpa HGU, pemerintah daerah kehilangan potensi pendapatan dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Hal ini turut berdampak pada optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).
“Jumlah sebesar itu tidak bisa diabaikan. Jika dioptimalkan, dana tersebut dapat digunakan untuk pembangunan Kotim, terutama di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat,” kata Rimbun.
Ia menegaskan bahwa pemerintah, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat, harus turun tangan dalam menyelesaikan persoalan ini. HGU, menurutnya, bukan sekadar legalitas, tetapi juga bentuk kontribusi nyata terhadap pembangunan daerah.
Regulasi yang kerap berubah memang menjadi tantangan dalam pengurusan HGU. Namun, Rimbun menilai bahwa perusahaan tidak boleh menjadikan hal itu sebagai alasan untuk menunda pemenuhan kewajiban.
“Perusahaan besar harus menunjukkan komitmen terhadap daerah. Jangan biarkan administrasi yang tidak tertata ini terus berlangsung karena dampaknya akan merugikan daerah,” tegasnya.
Ia juga menyoroti tumpang tindih aturan di lapangan, yang sering dijadikan dalih bagi perusahaan untuk tidak segera mengurus HGU. Keengganan mereka justru berpotensi merugikan daerah dalam jangka panjang.
“Jangan hanya mengandalkan izin usaha perkebunan (IUP) dan merasa cukup untuk terus beroperasi. HGU itu penting, bukan hanya sebagai legalitas, tetapi juga bentuk kontribusi kepada daerah,” ujarnya.
DPRD Kotim meminta pemerintah daerah bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang belum memiliki HGU.
Jika tidak ada kepatuhan, pihaknya siap mengambil langkah lebih lanjut guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
“Kami akan terus mengawasi dan mendorong perusahaan-perusahaan besar ini agar taat aturan. Jika perlu, kami akan turun langsung untuk memastikan permasalahan ini terselesaikan demi kepentingan daerah,” pungkas Rimbun. (mif/bah/sli/ce/ala/kpg)