PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO– Salah seorang psikolog asal Kota Palangkaraya, Gerry Olvina Faz, M. Psi, mengatakan, bahwa perceraian suami-istri di dalam rumah tangga menimbulkan dampak psikologis. Misalnya, pria dan wanita bercerai merasa marah, cemas, depresi, menyalahi diri sendiri dan sebagainya.
Gerry menjelaskan. Jadi kalau berhubungan dengan perpisahan itu, tentu setiap cerita perpisahan berbeda-beda. Secara generalisir ada risetnya tentang menjalin hubungan lama, secara otomatis identitas itu akan menyatu dengan pasangan. Akan tetapi, berbeda dengan kasus pernikahan baru seumur jagung atau dijodohkan beberapa hari berpisah akan akan berbeda.
“Memang saling berbagi identitas bersama dalam kurun waktu tertentu (lama). Kemudian berpisah secara otomatis tentu akan ada perasaan kehilangan. Belum lagi menghadapi berbagai pertanyaan akibat berpisah kenapa,”ucapnya, Sabtu (10/6/2023).
Dikatakan Gerry. Adanya perpisahan/perceraian yang dilakukan, atas dasar kesepakatan bersama kedua belah pihak. Atas dasar konflik yang tidak bisa terselesaikan. Kemudian, hal tersebut menimbulkan luka batin bagi masing-masing pasangan yang berpisah. Selain itu, ada kasus perceraian akibat perselingkuhan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sehingga menimbulkan trauma yang mendalam.
“Setiap orang pasti berbeda dengan kasusnya masing-masing. Tapi aku bisa jawab secara umumnya,” terang Sekretaris Prodi BKI IAIN Palangkaraya ini. (Rin)