28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Perjuangkan Hak-Hak Masyarakat Dayak agar Bisa Terpenuhi

PALANGKA RAYA.KALTENGPOS.CO- Anggota
DPR RI Fraksi Nasdem Dapil Kalimantan tengah, Ary Egahni Ben Bahat memang
dikenal sebagai sosok yang sangat memerhatikan kehidupan masyarakat Dayak. Ary
yang juga merupakan anggota panitia kerja RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) di
badan legislasi DPR RI itu selalu menyuarakan agar hak-hak masyarakat Dayak agar
bisa terpenuhi.

Salah satu yang lantang Ary suarakan adalah tata cara
kearifan lokal masyarakat Dayak dalam berladang. “Mereka biasa membuka lahan
sebagai tempat berladang dengan cara membakar. Kebiasaan masyarakat adat Dayak
tersebut sudah ada sejak zaman Indonesia belum merdeka,”  kata Ary

Istri dari Bupati Kapuas, Ben Brahim S. Bahat ini juga
menilai bahwa UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tersebut perlu pengecualian. Pada poin H dalam UU tersebut
disebutkan, dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Baca Juga :  Untuk Zakat Penghasilan, Rencanakan Gaji ASN Kotim Dipotong 2,5 Persen

“Kami itu punya namanya peladang tradisional. Saya perlu
jelaskan bahwa orang Dayak sejak dahulu kala, sebelum Indonesia merdeka, sejak
zaman penjajahan pun sudah punya kearifan lokal membuka lahan pertanian dengan
membakar. Dan tidak pernah terjadi Karhutla,” ujar Ary.

Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan, para peladang
lokal mempunyai teknik tersendiri dalam melakukan pembakaran untuk pembukaan
lahan. Teknik tersebut, Kata Ery, tidak akan menimbulkan Karhutla.

“Satu bentuk budaya lokal orang Dayak asli. Mereka ketika
membuka lahan ada ilmunya. Jadi melihat arah angin, mengawal lahan, dan
sebagainya,” kata Ary.

“Jadi misalkan lahan yang akan dibuka luasnya 20 kali 30
meter persegi, hanya bagian itu yang terbakar, tidak lebih dari itu, apalagi
sampai terjadi Karhutla, tidak akan mungkin terjadi,” tambahnya.

Baca Juga :  Hidupkan Ekonomi Masyarakat dari Pasar Dadakan

Perjuangan Ary yang cukup panjang akhirnya membuahkan
hasil. Setelah ia lantang menyuarakan hak-hak masyarakat adat Dayak di depan
Kapolri dan badan legislasi. Keluarlah payung hukum yang melindungi masyarakat
adat Dayak.

“Kapolda Kalteng sudah memberikan keringanan bagi
masyarakat adat untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Para pemimpin di 13
kabupaten dan 1 kota juga akhirnya mengeluarkan perbup dan perwali yang
melindungi masyarakat adat dalam membuka lahan secara tradisional,” ucap Ary.

“Doakan agar RUU MHA ini segera dapat dieksekusi
menjadi UU MHA. Karena sudah selesai dalam pembahasan tingkat satu dan
dua,” ucapnya.

PALANGKA RAYA.KALTENGPOS.CO- Anggota
DPR RI Fraksi Nasdem Dapil Kalimantan tengah, Ary Egahni Ben Bahat memang
dikenal sebagai sosok yang sangat memerhatikan kehidupan masyarakat Dayak. Ary
yang juga merupakan anggota panitia kerja RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) di
badan legislasi DPR RI itu selalu menyuarakan agar hak-hak masyarakat Dayak agar
bisa terpenuhi.

Salah satu yang lantang Ary suarakan adalah tata cara
kearifan lokal masyarakat Dayak dalam berladang. “Mereka biasa membuka lahan
sebagai tempat berladang dengan cara membakar. Kebiasaan masyarakat adat Dayak
tersebut sudah ada sejak zaman Indonesia belum merdeka,”  kata Ary

Istri dari Bupati Kapuas, Ben Brahim S. Bahat ini juga
menilai bahwa UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tersebut perlu pengecualian. Pada poin H dalam UU tersebut
disebutkan, dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Baca Juga :  Untuk Zakat Penghasilan, Rencanakan Gaji ASN Kotim Dipotong 2,5 Persen

“Kami itu punya namanya peladang tradisional. Saya perlu
jelaskan bahwa orang Dayak sejak dahulu kala, sebelum Indonesia merdeka, sejak
zaman penjajahan pun sudah punya kearifan lokal membuka lahan pertanian dengan
membakar. Dan tidak pernah terjadi Karhutla,” ujar Ary.

Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan, para peladang
lokal mempunyai teknik tersendiri dalam melakukan pembakaran untuk pembukaan
lahan. Teknik tersebut, Kata Ery, tidak akan menimbulkan Karhutla.

“Satu bentuk budaya lokal orang Dayak asli. Mereka ketika
membuka lahan ada ilmunya. Jadi melihat arah angin, mengawal lahan, dan
sebagainya,” kata Ary.

“Jadi misalkan lahan yang akan dibuka luasnya 20 kali 30
meter persegi, hanya bagian itu yang terbakar, tidak lebih dari itu, apalagi
sampai terjadi Karhutla, tidak akan mungkin terjadi,” tambahnya.

Baca Juga :  Hidupkan Ekonomi Masyarakat dari Pasar Dadakan

Perjuangan Ary yang cukup panjang akhirnya membuahkan
hasil. Setelah ia lantang menyuarakan hak-hak masyarakat adat Dayak di depan
Kapolri dan badan legislasi. Keluarlah payung hukum yang melindungi masyarakat
adat Dayak.

“Kapolda Kalteng sudah memberikan keringanan bagi
masyarakat adat untuk membuka lahan dengan cara dibakar. Para pemimpin di 13
kabupaten dan 1 kota juga akhirnya mengeluarkan perbup dan perwali yang
melindungi masyarakat adat dalam membuka lahan secara tradisional,” ucap Ary.

“Doakan agar RUU MHA ini segera dapat dieksekusi
menjadi UU MHA. Karena sudah selesai dalam pembahasan tingkat satu dan
dua,” ucapnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru