30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tragedi Tambang Manual Mantewe: Satu Korban Belum Ditemukan, Ujang Ing

PROKALTENG.CO-Proses evakuasi terus dilakukan tim gabungan di
terowongan tambang manual Mantewe KM 33. Sore kemarin kembali ditemukan satu
jenazah korban di kedalaman 40 meter aera berlumpur. Total sudah 9 jenazah
korban ditemukan sejak hari sebelumnya.

“Ditemukan
pukul 16.18. Belum diketahui pasti identitasnya,” kata Dandim 1022 Letkol
CPn Rahmat Trianto melansir Radar Banjarmasin, petang kemarin.

Jelang senja
pencarian dihentikan. Karena tidak memungkinkan. “Dilanjutkan besok pagi,”
katanya. Kendala evakuasi, lanjutnya, medan yang masih penuh lumpur. Jalan
masuk yang licin membahayakan petugas evakuasi. Juga minimnya cahaya penerangan.

Dari 22 pekerja di terowongan tambang, sebanyak 12 selamat,
sembilan ditemukan meninggal, dan satu orang masih dicari. Seperti diberitakan
sebelumnya, Minggu (24/1), tambang manual di Mantewe KM 33 longsor. Aliran air
berlumpur masuk ke dalam terowongan. Sebanyak 22 pekerja terjebak. 12 orang
berhasil selamat.

Tambang manual itu berada sekitar 6 kilometer
dari jalan utama. Dari luar tidak kelihatan karena tertutup hutan.

Masuk ke dalam,
hutan berubah jadi kebun sawit. Akses masuk sangat sulit. Tanah liat, berlumpur
dalam. Mobil yang bisa masuk harus bertenaga double gardan. Kanan kiri banyak
bekas galian tambang, terisi penuh air.

Tambang berada di
ketinggian. Daratan Pulau Laut Kabupaten Kotabaru terlihat. Salah satu lubang
tambang tampak amat luas. Airnya pun dalam, karena berwarna bening, tidak
cokelat.

Hari-hari biasa, jalan tambang itu ramai dilalui warga. Banyak
yang berkebun di dalam. Akses mereka ke kota kecamatan sekitar 15 kilometer.
Mantewe adalah daerah Tanah Bumbu yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar,
Tapin dan HSS. Akses ke Kandangan sudah aspal dari sana.

Ingat Pesan Guru Sekumpul

Ujang setengah jam
terseret arus, timbul tenggelam. Air lumpur sudah berkali-kali tertelan.
Pasrah, ingat mati. Namun, dia terngiang pesan Guru Sekumpul.

Ujang, pemuda
perantauan dari Jawa Barat. Sudah berkelana ke sana ke mari. Terakhir,
bertahun-tahun lalu tiba di Kalsel. Dan akhirnya bekerja jadi buruh tambang
manual di terowongan batu bara Mantewe KM 33.

Baca Juga :  Sindikat Penagihan Online Dibongkar Polisi

Minggu (24/1) lalu, bersama beberapa rekannya, Ujang asyik
menggali batu bara di bawah perut bumi. Musik menghentak nyaring dari pengeras
suara. Senter menyala menari-nari, mengikuti gerakan kepala para penambang.

Pukul 14.00,
terowongan yang ada paling atas jebol. Terowongan itu berbatasan langsung
dengan lubang galian tambang penuh air. Air bah pun masuk. Tapi Ujang dan
kawan-kawan masih asyik. “Tidak terdengar. Soalnya kan ada musik,”
ujarnya.

Baru sadar ada marabahaya ketika air penuh lumpur sampai ke kaki
mereka. Cepat memenuhi terowongan, hingga hampir setinggi lutut. Para pekerja
lari ke bawah, menuju mulut terowongan utama.

“Jangan ikut
arus…!” teriak Ujang. Dia menyarankan para pekerja lari ke atas melawan
arus. Karena mulut terowongan utama berada di bawah. Jika air masuk, logikanya
mulut terowongan itu akan tertutup air. Sayang, sudah banyak pekerja berlarian
ke sana.

Yang lain patuh
dengan saran Ujang, memilih lari ke atas. Tapi berlari ke atas melawan arus
bukan pekerjaan mudah. Berat. “Lepas gancu, lepas sepatu,” komando
Ujang ke rekan-rekannya yang tersisa.

Tapi air datang
lagi begitu derasnya. Ujang terlempar. Terpisah dengan rekan-rekannya. Dia
terseret arus. Berputar-putar, timbul tenggelam. Terminum lumpur. Di tengah
suasana begitu, Ujang ingat mati. “Ya Allah, ampuni dosa saya. Terima iman
Islam saya,” ujarnya saat itu.

Tapi tiba-tiba dia ingat pesan Guru Sekumpul. Sepahit apapun
musibah ingat zikir: Laailahaillallah terjadinya diri kamu di dalam perut
Mamamu. Ketika ingat zikir itu, Ujang mengaku mendengar suara: “Kamu
selamat, Nak. Berusahalah kamu untuk menyelamatkan diri.”

Mendengar itu,
Ujang menyelam ke arah kanan. Senter di kepalanya sudah hilang. Dia tidak tahu
lagi arah. Belok ke kanan lagi, Ujang pun coba naik ke permukaan. Syukur,
ternyata di bagian itu ada rongga udara. Air tidak memenuhi terowongan. Dia pun
bisa menghirup oksigen. Dan akhirnya dapat tempat yang lapang.

Di sana dia dikagetkan dengan cengkeraman tangan di kakinya.
Berbalik, dia raih sebuah tubuh dari dalam air. Ternyata seorang remaja.
Namanya Utuh. “Paman tolong aku, mati aku,” lirih Utuh ditirukan
Ujang.

Baca Juga :  Dikira Boneka, Ternyata Petani yang Gantung Diri di Jembatan

Ujang lantas
membawa Utuh ke tempat tinggi. Memintanya diam di sana. Dia sendiri berjalan ke
arah cahaya senter. Awalnya dikira cahaya itu berasal dari senter kepala
pekerja yang lemas di bawah air. Ke sana Ujang berenang. Batas air dari atas
terowongan hanya 10 senti.

Ujang pun menyelam,
ternyata tidak ada pekerja di bawah air. Hanya ada senter. Dia raih penerang
itu. Berenang, melihat lagi kilatan cahaya senter. Sama, senter itu ternyata
sudah lepas dari kepala seorang pekerja.

Ketika di
tangannya ada senter, Ujang mendengar teriakan-teriakan. Ada empat orang
selamat. Empat orang itu dikumpulkan Ujang di sebuah tempat yang aman. Dia
balik menjemput Utuh. Tapi, di sana Utuh sudah tak ada. “Mungkin dia
mengira saya tinggal, padahal tidak,” sesalnya.

Kembali ke empat rekannya. Beberapa putus asa. Ujang memberi
semangat. “Bawa berzikir,” pesannya. Seraya memimpin perjalanan ke
atas, ke arah terowongan yang jebol. Mereka sampai di sana sekitar pukul 19.00.

Namun dinding
jebol itu terlihat tertutup semua. Tidak ada jalan ke luar. Pekerja kembali
merintih. Mereka merasa akan tewas semua. Ujang kembali memotivasi. Katanya,
asal ada makanan mereka akan bertahan.

Tidak ingin larut dalam kesedihan, Ujang berkeliling. Dia dapat
sekop dan gancu. Rencananya akan dipakai membuat jalan ke luar. Namun, fisik
mereka lelah. Ujang lantas mengumpulkan ikan-ikan haruan yang terperangkap di
terowongan.

Tidak lama dia
bertemu dengan dua orang lagi. Jumlah mereka kini ada tujuh orang. Tengah malam
terlihat cahaya senter dari terowongan yang jebol. Sekitar pukul 02.00 dini
hari, Ujang memimpin enam orang merangkak menembus lubang kecil yang terlihat
oleh cahaya dari tim penyelamat di luar.

Kepada wartawan
dia mengaku, jika tidak ada kerjaan lain, tetap akan kembali ke bawah
terowongan. “Tapi kalau ada kerjaan lain, ya mending yang lain saja,”
lirihnya. 

PROKALTENG.CO-Proses evakuasi terus dilakukan tim gabungan di
terowongan tambang manual Mantewe KM 33. Sore kemarin kembali ditemukan satu
jenazah korban di kedalaman 40 meter aera berlumpur. Total sudah 9 jenazah
korban ditemukan sejak hari sebelumnya.

“Ditemukan
pukul 16.18. Belum diketahui pasti identitasnya,” kata Dandim 1022 Letkol
CPn Rahmat Trianto melansir Radar Banjarmasin, petang kemarin.

Jelang senja
pencarian dihentikan. Karena tidak memungkinkan. “Dilanjutkan besok pagi,”
katanya. Kendala evakuasi, lanjutnya, medan yang masih penuh lumpur. Jalan
masuk yang licin membahayakan petugas evakuasi. Juga minimnya cahaya penerangan.

Dari 22 pekerja di terowongan tambang, sebanyak 12 selamat,
sembilan ditemukan meninggal, dan satu orang masih dicari. Seperti diberitakan
sebelumnya, Minggu (24/1), tambang manual di Mantewe KM 33 longsor. Aliran air
berlumpur masuk ke dalam terowongan. Sebanyak 22 pekerja terjebak. 12 orang
berhasil selamat.

Tambang manual itu berada sekitar 6 kilometer
dari jalan utama. Dari luar tidak kelihatan karena tertutup hutan.

Masuk ke dalam,
hutan berubah jadi kebun sawit. Akses masuk sangat sulit. Tanah liat, berlumpur
dalam. Mobil yang bisa masuk harus bertenaga double gardan. Kanan kiri banyak
bekas galian tambang, terisi penuh air.

Tambang berada di
ketinggian. Daratan Pulau Laut Kabupaten Kotabaru terlihat. Salah satu lubang
tambang tampak amat luas. Airnya pun dalam, karena berwarna bening, tidak
cokelat.

Hari-hari biasa, jalan tambang itu ramai dilalui warga. Banyak
yang berkebun di dalam. Akses mereka ke kota kecamatan sekitar 15 kilometer.
Mantewe adalah daerah Tanah Bumbu yang berbatasan dengan Kabupaten Banjar,
Tapin dan HSS. Akses ke Kandangan sudah aspal dari sana.

Ingat Pesan Guru Sekumpul

Ujang setengah jam
terseret arus, timbul tenggelam. Air lumpur sudah berkali-kali tertelan.
Pasrah, ingat mati. Namun, dia terngiang pesan Guru Sekumpul.

Ujang, pemuda
perantauan dari Jawa Barat. Sudah berkelana ke sana ke mari. Terakhir,
bertahun-tahun lalu tiba di Kalsel. Dan akhirnya bekerja jadi buruh tambang
manual di terowongan batu bara Mantewe KM 33.

Baca Juga :  Sindikat Penagihan Online Dibongkar Polisi

Minggu (24/1) lalu, bersama beberapa rekannya, Ujang asyik
menggali batu bara di bawah perut bumi. Musik menghentak nyaring dari pengeras
suara. Senter menyala menari-nari, mengikuti gerakan kepala para penambang.

Pukul 14.00,
terowongan yang ada paling atas jebol. Terowongan itu berbatasan langsung
dengan lubang galian tambang penuh air. Air bah pun masuk. Tapi Ujang dan
kawan-kawan masih asyik. “Tidak terdengar. Soalnya kan ada musik,”
ujarnya.

Baru sadar ada marabahaya ketika air penuh lumpur sampai ke kaki
mereka. Cepat memenuhi terowongan, hingga hampir setinggi lutut. Para pekerja
lari ke bawah, menuju mulut terowongan utama.

“Jangan ikut
arus…!” teriak Ujang. Dia menyarankan para pekerja lari ke atas melawan
arus. Karena mulut terowongan utama berada di bawah. Jika air masuk, logikanya
mulut terowongan itu akan tertutup air. Sayang, sudah banyak pekerja berlarian
ke sana.

Yang lain patuh
dengan saran Ujang, memilih lari ke atas. Tapi berlari ke atas melawan arus
bukan pekerjaan mudah. Berat. “Lepas gancu, lepas sepatu,” komando
Ujang ke rekan-rekannya yang tersisa.

Tapi air datang
lagi begitu derasnya. Ujang terlempar. Terpisah dengan rekan-rekannya. Dia
terseret arus. Berputar-putar, timbul tenggelam. Terminum lumpur. Di tengah
suasana begitu, Ujang ingat mati. “Ya Allah, ampuni dosa saya. Terima iman
Islam saya,” ujarnya saat itu.

Tapi tiba-tiba dia ingat pesan Guru Sekumpul. Sepahit apapun
musibah ingat zikir: Laailahaillallah terjadinya diri kamu di dalam perut
Mamamu. Ketika ingat zikir itu, Ujang mengaku mendengar suara: “Kamu
selamat, Nak. Berusahalah kamu untuk menyelamatkan diri.”

Mendengar itu,
Ujang menyelam ke arah kanan. Senter di kepalanya sudah hilang. Dia tidak tahu
lagi arah. Belok ke kanan lagi, Ujang pun coba naik ke permukaan. Syukur,
ternyata di bagian itu ada rongga udara. Air tidak memenuhi terowongan. Dia pun
bisa menghirup oksigen. Dan akhirnya dapat tempat yang lapang.

Di sana dia dikagetkan dengan cengkeraman tangan di kakinya.
Berbalik, dia raih sebuah tubuh dari dalam air. Ternyata seorang remaja.
Namanya Utuh. “Paman tolong aku, mati aku,” lirih Utuh ditirukan
Ujang.

Baca Juga :  Dikira Boneka, Ternyata Petani yang Gantung Diri di Jembatan

Ujang lantas
membawa Utuh ke tempat tinggi. Memintanya diam di sana. Dia sendiri berjalan ke
arah cahaya senter. Awalnya dikira cahaya itu berasal dari senter kepala
pekerja yang lemas di bawah air. Ke sana Ujang berenang. Batas air dari atas
terowongan hanya 10 senti.

Ujang pun menyelam,
ternyata tidak ada pekerja di bawah air. Hanya ada senter. Dia raih penerang
itu. Berenang, melihat lagi kilatan cahaya senter. Sama, senter itu ternyata
sudah lepas dari kepala seorang pekerja.

Ketika di
tangannya ada senter, Ujang mendengar teriakan-teriakan. Ada empat orang
selamat. Empat orang itu dikumpulkan Ujang di sebuah tempat yang aman. Dia
balik menjemput Utuh. Tapi, di sana Utuh sudah tak ada. “Mungkin dia
mengira saya tinggal, padahal tidak,” sesalnya.

Kembali ke empat rekannya. Beberapa putus asa. Ujang memberi
semangat. “Bawa berzikir,” pesannya. Seraya memimpin perjalanan ke
atas, ke arah terowongan yang jebol. Mereka sampai di sana sekitar pukul 19.00.

Namun dinding
jebol itu terlihat tertutup semua. Tidak ada jalan ke luar. Pekerja kembali
merintih. Mereka merasa akan tewas semua. Ujang kembali memotivasi. Katanya,
asal ada makanan mereka akan bertahan.

Tidak ingin larut dalam kesedihan, Ujang berkeliling. Dia dapat
sekop dan gancu. Rencananya akan dipakai membuat jalan ke luar. Namun, fisik
mereka lelah. Ujang lantas mengumpulkan ikan-ikan haruan yang terperangkap di
terowongan.

Tidak lama dia
bertemu dengan dua orang lagi. Jumlah mereka kini ada tujuh orang. Tengah malam
terlihat cahaya senter dari terowongan yang jebol. Sekitar pukul 02.00 dini
hari, Ujang memimpin enam orang merangkak menembus lubang kecil yang terlihat
oleh cahaya dari tim penyelamat di luar.

Kepada wartawan
dia mengaku, jika tidak ada kerjaan lain, tetap akan kembali ke bawah
terowongan. “Tapi kalau ada kerjaan lain, ya mending yang lain saja,”
lirihnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru