Site icon Prokalteng

Jadi Saksi Sidang Ben-Ary, Mantan Wagub Kalteng Sebut Terdakwa Humble

Beberapa saksi saat disumpah sebelum memberikan keterangan di persidangan kasus korupsi terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Selasa (31/10). (HAFIDZ/PROKALTENG.CO)

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Mantan Wakil Gubernur (Wagub) Kalimantan Tengah (Kalteng) Habib Ismail Bin Yahya menjadi saksi meringankan untuk terdakwa kasus korupsi mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni Ben Bahat di Pengadilan Tipikor Palangkaraya, Selasa (31/10).

Kehadiran Habib Ismail dalam sidang tersebut, merupakan satu dari 10 saksi yang dihadirkan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa Ben dan Ary Egahni.

Selain Habib Ismail, saksi lainnya yang dihadirkan yakni, Mariadi yang bekerja sebagai pendeta, guru honor di Pondok Pesantren Darul Hikmah Darussalam Kabupaten Kapuas, Abdussalam dan Supriyanto. Kemudian ibu rumah tangga (IRT) Supriyani, Sales Eksekutif Kalawa Convention Hall, Yunita Kurniawati Lion.

Kemudian guru di Pondok Pesantren Nurul Iman Kabupaten Kapuas, Mujahidin, pensiunan ASN yang sebelumnya bekerja di Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Ali Damrah, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Kapuas, H Mokhtar Ruslan,  dan guru di  Pondok Pesantren Darussalam Palingkau, Ardiannor.

Dalam kesaksiannya, Habib menceritakan sosok Ben sebelum mencalonkan sebagai Bupati Kapuas hingga setelah menjadi Bupati Kapuas. Dikatakan Habib Ismail, saat itu Ben Brahim mempunyai sifat yang humble atau rendah hati dan senang berkunjung ke masyarakat.

“Undangan apapun, undangan ada kematian takziah walaupun gak diundang, beliau melihat ada  kematian, beliau hadir. Undangan pengantin, di manapun, sesibuk apapun, dia sempatkan ke pengantinan. Undangan acara keagamaan yang muslim sekalipun beliau akan hadir,” ujarnya.

“Khususnya bu Ary.  Bu Ary ini sampai sekarang saya masih bingung dan belum melihat latar belakang beliau. Bagi saya, mungkin satu-satunya orang Kristen yang sering menyenandungkan lagu-lagu bernafaskan islami. Saya yakin bu Ary bisa mengaji walaupun Kristen. Artinya beliau walaupun non muslim, tapi mempelajari juga agama lainnya. Mungkin untuk saling mengenal, agar saling mencintai dan saling menyayangi,” bebernya.

Ketua DPW PKB Kalteng ini, juga menyebut kedua terdakwa Ben dan Ary merupakan tokoh panutan, contoh dan tauladan.

Setelah mendengarkan kesaksian yang disampaikan Habib Ismail, Ketua Majelis Hakim, Achmad Peten Sili beranggapan bahwa  penyampaian saksi layaknya mendengarkan sebuah ceramah.

“Namanya juga mubaligh ya, jadi kalau saya enggak batasi kita dapat ceramah hari ini. Jadi penceramah itu dilarang ngomong yang jelek-jelek tentang orang. Harus ngomong yang baik, gak ada jeleknya ini,” tanya Hakim ke saksi Habib.

“Pertanyaan saya ada gak jeleknya itu,” tanya Hakim.

“Ada jeleknya. Jeleknya satu adalah beliau sebagai Kadis PU, sebagai Bupati, enggak pernah ngasih saya satu proyek pun,”jawab Habib.

Diketahui Ben Brahim juga sebelum menjabat sebagai Bupati Kapuas, pernah menjabat sebagai Kepala Dinas PU Kalteng. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyoroti keterangan saksi terkait pengakuannya tidak pernah dikasih proyek oleh Ben Brahim. Jaksa KPK Zaenurofiq akhirnya mempertanyakan ke saksi Habib apakah pernah minta proyek kepada Ben.

“Pernah,” jawab Habib dengan tegas.

“Ya minta proyek kan siapa tahu bisa. Saya mau belajar bang, saya bilang. Gak boleh katanya (Ben,red),” jelas Habib saat dicecar Jaksa KPK.

Kemudian, saksi mengaku belum pernah mendengar terkait dengan imbalan atau komitmen fee dari para pelaksana pekerjaan di lapangan  yang mengerjakan proyek wilayah Kapuas yang diberikan baik secara langsung kepada terdakwa ataupun kepada orang-orang kepercayaan terdakwa.

“Belum pernah dengar, karena tidak berdomisili di Kapuas, dan saya nggak punya hubungan perkenalan dengan satu orang kontraktor di Kabupaten Kapuas,” bebernya.

Habib menyebut saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalteng 2020 lalu mengaku tidak terlibat menjadi tim sukses atau orang yang mendukung terdakwa. Bahkan ia mengaku berseberangan secara politik saat itu.

Saksi juga menyebut terdakwa sering memberikan sumbangan ke pondok pesantren dengan bantuan berupa program dana hibah dari Kabupaten.

“Bentuknya dana hibah, semua dari biro kesra. Program-program seperti tempat saya itu mushola, itu adalah program dari kabupaten, dan majelis taklim juga. Bahkan cor jalan itu program dari kabupaten semua,” imbuhnya,

Saksi pun membantah uang sumbangan ke pondok pesantren dari terdakwa  dengan menggunakan uang pribadi. Melainkan dari kabupaten ketika terdakwa Ben menjadi Bupati Kapuas.(hfz/hnd)

Exit mobile version