NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Pasangan sejoli pembuang bayi mendapatkan hukuman setimpal. Baru-baru ini, keduanya divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Nanga Bulik.
Terdakwa AR, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan anak secara berencana dengan seorang ibu pada saat anak dilahirkan. Hakim pun tak segan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa AR dengan pidana penjara selama 6 tahun.
“Sementara terdakwa HE juga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Dia seorang ibu yang takut ketahuan akan melahirkan. Pada saat anak dilahirkan, tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya,” ucap Ketua Majelis Hakim PN Nanga Bulik, Evan Setiawan Dese, Kamis (22/8/2024).
Kepada terdakwa HE, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan. Vonis ini sama tingginya dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lamandau pada persidangan sebelumnya.
Saat persidangan sebelumnya, JPU Muhammad Afif Hidyatulloh membeberkan bahwa pembunuhan itu dilakukan pada Minggu 24 September 2023 sekitar pukul 01.00 WIB di sebuah jamban Sungai Lamandau, Desa Tanjung Beringin, Kabupaten Lamandau. Kejadian berawal sekitar November 2021.
Diiituturkan JPU, kedua terdakwa berkenalan di Bundaran Rusa Nanga Bulik. Sebulan kemudian, mereka sepakat berpacaran. Sejak Mei 2022 sampai Desember 2022, keduanya sering melakukan hubungan intim lebih dari sepuluh kali yang dilakukan di tempat tinggal AR di Nanga Bulik.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Mei 2023, HE melakukan tes kehamilan dan hasilnya positif. Terdakwa langsung mengirim pesan pada kekasihnya bahwa dirinya tengah mengandung. Awalnya AR tidak merespons.
Namun setelah didesak, akhirnya membalas pesan berisi perintah untuk membuang anak tersebut. AR beralasan masih sekolah, sehingga tidak bisa bertanggung jawab. AR meminta kekasihnya menggugurkan kandungan dengan cara makan buah nanas sebanyak-banyaknya dan minum softdrink. HE hanya bisa menuruti perintah pacarnya tersebut.
“Selanjutnya, pada Juli 2023, terdakwa AR memberikan sekantong plastik berisi obat pil KB dan meminta terdakwa meminumnya, agar janin bayi di kandungan terdakwa keguguran. Namun, upaya itu tak berhasil,” kata JPU.
Dua hari kemudian, AR kembali memberikan sekotak jamu dan meminta HE meminumnya. Hal itu kembali gagal. Lalu, AR berpesan jika keguguran di rumah, bayi tersebut agar dibuang ke sungai.
Selanjutnya, pada 24 September 2023 sekitar pukul 00.30 WIB, terdakwa mengirimkan pesan ke pacarnya bahwa perutnya mulas. Dia meminta izin untuk mengatakan kepada ibunya akan melahirkan. Pacarnya tetap melarang dan memerintahkan untuk membuang bayi ke sungai dan menghapus semua chat mereka.
“Setibanya di jamban, sekitar dua menit kemudian bayi tersebut keluar dan langsung jatuh ke Sungai Lamandau. Setelah itu, terdakwa HE berdiri dari jamban dan pulang ke rumahnya,” jelas JPU.
Pagi harinya sekitar pukul 06.00 WIB, ibu terdakwa masuk kamar dan menanyakan mengapa banyak darah di kasurnya. Terdakwa HE tak menjawab. Sang ibu langsung melarikan anaknya ke klinik kesehatan akibat pendarahan hingga dirujuk ke RSUD Lamandau.
HE menjalani rawat inap selama dua hari. Akhirnya perbuatan terdakwa AR dan HE terbongkar pada 26 September. Warga melihat mayat bayi terapung hanyut terbawa aliran Sungai Lamandau.
Setelah dilaporkan ke pihak kepolisian dan dilakukan penyelidikan, aparat mendapat informasi terdakwa HE datang ke rumah sakit dengan kondisi pendarahan. Dari pemeriksaan medis, pasien telah menjalani persalinan (nifas).
“Saat ditanya polisi, terdakwa HE akhirnya mengaku telah melahirkan dan membuang bayi tersebut ke sungai dan menyebutkan ayah biologisnya. Hasil visum dan tes DNA juga menguatkan,” tandas Afif Hidyatulloh. (bib/hnd)