PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kuasa hukum Kepala Desa Kinipan, Willem Hengki, Parlin Bayu Hutabarat menyampaikan keberatan atas dakwaan yang disampaikan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kabupaten Lamandau di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Senin (7/2).
Dalam eksepsi yang dibacakan Parlin Bayu Hutabarat, terdakwa Willem Hengki menyatakan memiliki niat baik untuk menyelesaikan tunggakan kewajiban Pemerintah Desa Kinipan yang terikat dengan pihak ketiga yang terjadi di masa pemerintahan desa sebelumnya.
Tak hanya menyampaikan pembelaan, pada akhir eksepsi, Parli menyebutkan bahwa Willem Hengki yang selama ini lantang memperjuangkan hak adat Laman Kinipan memang diduga “dibidik” untuk dihabisi secara karier dan harkat serta martabatnya.
Pada yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erhammudin itu, kuasa hukum menyebutkan terdakwa pernah diancam secara verbal oleh pejabat tinggi di Kabupaten Lamandau. “Hati-hati kamu, saya ini masih menjabat empat tahun lagi, kalau kamu tidak bisa saya masukan penjara, jangan sebut saya pejabat,” kata Parlin menirukan ancaman verbal oleh seseorang yang disebut sebagai pejabat kepada Willem Hengki.
Usai sidang, Parlin Bayu Hutabarat kepada awak media mengatakan jika pihaknya keberatan atas pasal yang didakwakan oleh JPU. Ia menilai dakwaan tersebut tidak cermat dan tidak jelas.
“Karena secara yuridis Pasal 2 (UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) itu, Jaksa hanya mencantumkan pasal 2, tidak ada ayat 1 dan ayat 2. Ini yang kami nyatakan tidak jelas dan tidak cermat, karena kalau ada Pasal 2 itu, ada ayat 1 ancamannya 20 tahun, kalau ayat 2 itu ancamannya hukuman mati,” kata Parlin.
Parli juga mempertanyakan pengenaan Pasal 18. Ia mempertanyakan ayat ke berapa di pasal 18 yang terdiri dari 4 ayat yang di dakwaan oleh Jaksa tersebut.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti terkait pekerjaan yang dilakukan pada tahun 2017 yang didakwakan Jaksa tersebut. Ia mempertanyakan status pekerjaan tersebut apakah sudah dibayar atau belum.
Atas sidang eksepsi tersebut, Jaksa Penuntut Umum akan memberikan tanggapan mengenai eksepsi yang dibacakan oleh penasehat hukum terdakwa. Majelis hakim memberikan kesempatan bagi JPU dalam satu minggu dan dijadwalkan minggu depan
Seperti diketahui, Willem Hengki didakwa dalam dakwaan primair yang dibacakan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum dari Kabupaten Lamandau pekan lalu, bahwa Desa Kinipan diwakili oleh Saksi Emban Selaku Kepala Desa Kinipan pada tahun 2017 ada membuat perjanjian dengan Saksi Ratno selaku Direktur CV. Bukit Pendulangan pada tahun 2017.
Adapun isi perjanjian tersebut adalah Pembangunan Jalan Usaha Tani sepanjang 1300 Meter dengan lebar jalan 8 Meter dengan nilai kontrak sebesar Rp. 400.000.000,- .
Pembayarannya tersebut disepakati dengan pihak Desa Kinipan menganggarkan pekerjaan tersebut kedalam APBDes Kinipan Tahun Anggaran 2018.
Bahwa pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan pada tahun 2017 namun tidak ada dibuatkan Berita Acara serah terima pekerjaan antar Saksi Ratno dengan Pemerintah Desa Kinipan dan Saksi Ratno selaku Direktur CV. Bukit Pendulangan 2017 tidak ada membuat laporan atau pun progres pekerjaan.
Bahwa akibat perbuatan terdakwa Willem Hengki bersama-sama saksi Dedi Gusmanto sebagaimana diuraikan diatas telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 261.356.798,57 .
“sebagaimana Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Desa (DD) Desa Kinipan Kecamatan Batang Kawa Kabupaten Lamandau Tahun Anggaran 2019 Nomor SR-738/PW15/5/2021 tertanggal 19 Mei 2021, yang bersumber dari APBN” dalam dakwaan primair tersebut.
“Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 Jo Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP,” sebut JPU dalam dakwaan primair.
Selain itu, perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 Jo Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 dalam dakwaan subsidiair.