Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu tersangka
baru dalam pengembangan perkara korupsi pengadaan tanah untuk ruang terbuka
hijau (RTH) di lingkungan Pemerintah Kota Bandung tahun 2012-2013. KPK
menetapkan Dadang Suganda (DSG) sebagai tersangka. DSG sendiri seorang wiraswasta.
“Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang dalam proses
penyidikan hingga persidangan, KPK menemukan sejumlah bukti dugaan keterlibatan
pihak lain dalam pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau di Pemerintah Kota
Bandung tahun 2012-2013,†kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK,
Kuningan, Jakarta, Kamis (21/11).
Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, lanjut Febri, KPK
membuka penyidikan baru pada 16 Oktober 2019 dengan tersangka Dadang Suganda,
wiraswasta.
Dadang disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai
tersangka dalam kasus tersebut, yaitu mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kota Bandung Herry Nurhayat (HN), anggota DPRD Kota Bandung
periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar (TDQ), dan anggota DPRD Kota Bandung
periode 2009-2014 Kemal Rasad (KS).
KPK juga telah menerima hasil audit investigasi dalam rangka
perhitungan kerugian keuangan negara pada perkara korupsi pengadaan ruang
terbuka hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung tahun 2012-2013 yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Praktik korupsi ini sangat miris karena tujuan awal dari
pengadaan tanah di Kota Bandung tersebut adalah untuk memperbanyak RTH yang
diharapkan dapat berkontribusi untuk lingkungan dan udara yang sehat di
Bandung. Akan tetapi pengadaan RTH ini dijadikan bancakan dan negara dirugikan
lebih dari 60 persen nilai proyek yang direalisasikan,†ucap Febri yang juga
mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Febri, telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp
69 miliar dari realisasi anggaran sekitar Rp 115 miliar. Pengadaan tanah diduga
dilakukan menggunakan makelar dari unsur anggota DPRD dan pihak swasta.
“Selisih pembayaran riil daerah ke makelar dengan harga tanah
atau uang yang diterima oleh pemilik tanah diduga dinikmati oleh sejumlah
pihak, termasuk digunakan untuk menyuap hakim,†pungkas Febri.(jpc)