NANGA BULIK – Mantan Bupati Lamandau Marukan menjadi
saksi atas kasus pencurian kelapa sawit oleh Bono. Marukan hadir seorang diri,
menggunakan baju kemeja putih dan celana kain dalam persidangan di Pengadilan
Negeri Lamandau, Rabu (17/7/2019).
Dalam persidangan, Marukan
dicecar sejumlah pertanyaan oleh ketiga hakim. Diantaranya apakah ia mengenal
para terdakwa, apakah mengetahui perkara yang disidangkan, apakah mengetahui
siapa pihak yang menanam sawit, hingga sejarah persengketaan lahan
tersebut.
Dalam kesaksiannya, Marukan
menuturkan bahwa awalnya pada tahun 2007, PT Gemareksa telah diberi izin oleh
bupati sebelumnya, yakni setahun sebelum ia menjadi bupati. Lalu saat keluar
update dari menteri kehutanan bahwa areal dimaksud masuk kawasan hutan, lahan
itu kemudian tidak lagi dikelola perusahaan.
“Kemudian lahan tersebut sebagian
dikelola oleh Maria, penuturan Maria demikian, katanya dia diberi oleh pihak
perusahaan untuk pengelolaan kebun. Masyarakat merasa itu lahan mereka yang
tidak pernah diganti rugi oleh perusahaan. Masyarakat merasa memiliki lahan,
dan maria juga memiliki, maka terjadilah perselisihan. Agar tidak bertikai maka
saya selaku bupati melakukan upaya untuk menengahi,” bebernya.
Hasil kesepakatan bersama, lahan
yang menurutnya lebih dari seribu hektar tersebut kemudian dibagi, sebagian
untuk Maria dan sebagian untuk masyarakat Desa Bunut.
“Saat pemeriksaan lapangan,
masyarakat Bunut tidak hadir sehingga jadi abu-abu. Saya pikir sudah tidak ada
masalah yang bergejolak, dan tidak ada perkembangan lagi,” cetusnya.
Perkembangan terakhir, areal
tersebut diserahkan oleh PT Gemareksa Mekarsari kepada koperasi. Karena
masyarakat Nanga Bulik menuntut CSR kepada PT Gemareksa. Untuk bisa dilanjutkan
kerjasamanya, bupati mengeluarkan SK CP/CL atau calon petani calon lahan.
“Ketika PT Gemareksa
menyerahkan ke koperasi seluas 560 ha, Saya pikir koperasi ini tidak menyentuh
area Maria dan masyarakat Bunut,” cetusnya.
JPU Saiful Uyun Sujati
mempertanyakan terkait penanam sawit di tahun 2007. Mantan bupati menjawab
sawit ditanam oleh PT Gemareksa. Usai memberi kesaksian, Marukan langsung
diperbolehkan keluar dari ruang sidang.
Sidang dilanjutkan, warga Nanga
Pamalontian mengaku tidak mengerti status kepemilikan lahan sawit yang mereka
panen. Karena mereka mengaku hanya disuruh Ujang Maharani dari AMAN. Mereka
mengaku dijanjikan akan diupah Rp200 ribu/ton.
“Kami hanya disuruh, kami di
jemput dari desa untuk kerja panen. Lalu kami panen, ternyata setelah panen
pertama kami didatangi Kapolsek untuk berhenti,” ungkap salah seorang
terdakwa.
Mereka mengaku jika sebenarnya
sudah ingin pulang, tetapi mereka dipaksa untuk panen lagi. Bahkan, mereka
ditunjukkan surat oleh Ujang Maharani untuk meyakinkan bahwa lahan tersebut sah
milik Aman.
“Kami sempat diperingati
kapolsek untuk tidak lanjut memanen pada hari Senin. Tapi hari Selasa diyakinkan
oleh Ujang bahwa lahan tersebut milik AMAN. Kita dipaksa untuk panen lagi, dan
terpaksa berangkat karena belum diberi uang, dan tidak bisa pulang kampung.
Katanya kalau ada masalah, Ujang yang akan tanggung jawab,” ungkap
terdakwa.
Semua terdakwa telah mengakui
perbuatannya dan menyesal. Sementara itu satu saksi lagi berhalangan hadir
yakni Ketua DPRD Lamandau H Tommy H Ibrahim. (cho/abe/ctk/nto)