33 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

KPK: Menyembunyikan Harun Masiku Terancam Pidana 12 Tahun Penjara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau seluruh pihak tak
menyembunyikan politikus PDI Perjuangan Harun Masiku. Mereka yang
menghalang-halangi kinerja KPK dapat dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang KPK dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

“Sangat memungkinkan (diterapkan Pasal 21) bagi siapapun di
dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan
maupun penuntutan,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri di
Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).

Ali menyampaikan, tidak ada ampun bagi pihak yang menghalangi
kinerja pemberantasan korupsi, terlebih melindungi Harun dari kejaran KPK.
Karena keterangan Harun sangat dibutuhkan untuk mengembangkan perkara
penyidikan kasua PAW anggota DPR periode 2019-2024. “Termasuk juga nanti ke
depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya kita bisa terapkan Pasal 21,” tegas Ali.

Kendati demikian, Ali meminta Harun untuk kooperatif. Karena
dapat meringankan hukumannya dalam jeratan KPK “Tentunya siapapun yang tidak
kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri tak henti-hentinya
mengultimatum politikus PDI Perjuangan Harun Masiku untuk dapat kooperatif
menyerahkan diri ke KPK. Harun sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis
(9/1) lalu belum juga menyerahkan diri.

Baca Juga :  Paling Banyak Melanggar, Pengendara Tidak Bawa STNK dan SIM

“Saya imbau dan saya sampaikan kepada saudara HM (Harun Masiku)
di manapun anda berada silakan anda bekerja sama, kooperatif apakah dalam
bentuk menyerahkan diri, baik ke penyidik KPK, maupun pejabat kepolisian,” kata
Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

Keberadaan Harun hingga kini masih simpang siur, Direktorat
Jenderal Imigrasi Kemenkumham menyebut, Harun pergi ke Singapura pada Senin
(6/1). Kepergian Harun ke Singapura sebelum terjadinya operasi tangkap tangan
(OTT) KPK yang meringkus Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan tujuh otang lainnya.

Harun diduga merupakan salah satu kunci terkait perkara yang
diduga melibatkan petinggi PDIP. Penyidik lembaga antirasuah hingga kini masih
mendalami asal-usul uang Rp 400 juta yang diberikan untuk Wahyu Setiawan
melalui sejumlah perantara.

Langkah lembaga antirasuah mencari Harun berkoordinasi dengan
National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia. Bahkan, Harun Caleg daerah
pemilihan Sumatera Selatan satu itu masuk ke dalam daftar pencarian orang
(DPO).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni
Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota
Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku
caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.

Baca Juga :  Polisi Tahan Remaja Congkel Kios di Komplek Mendawai

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga
menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga
diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR
RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang
meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan
sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau seluruh pihak tak
menyembunyikan politikus PDI Perjuangan Harun Masiku. Mereka yang
menghalang-halangi kinerja KPK dapat dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang KPK dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

“Sangat memungkinkan (diterapkan Pasal 21) bagi siapapun di
dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan
maupun penuntutan,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri di
Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).

Ali menyampaikan, tidak ada ampun bagi pihak yang menghalangi
kinerja pemberantasan korupsi, terlebih melindungi Harun dari kejaran KPK.
Karena keterangan Harun sangat dibutuhkan untuk mengembangkan perkara
penyidikan kasua PAW anggota DPR periode 2019-2024. “Termasuk juga nanti ke
depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya kita bisa terapkan Pasal 21,” tegas Ali.

Kendati demikian, Ali meminta Harun untuk kooperatif. Karena
dapat meringankan hukumannya dalam jeratan KPK “Tentunya siapapun yang tidak
kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri tak henti-hentinya
mengultimatum politikus PDI Perjuangan Harun Masiku untuk dapat kooperatif
menyerahkan diri ke KPK. Harun sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis
(9/1) lalu belum juga menyerahkan diri.

Baca Juga :  Paling Banyak Melanggar, Pengendara Tidak Bawa STNK dan SIM

“Saya imbau dan saya sampaikan kepada saudara HM (Harun Masiku)
di manapun anda berada silakan anda bekerja sama, kooperatif apakah dalam
bentuk menyerahkan diri, baik ke penyidik KPK, maupun pejabat kepolisian,” kata
Firli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/1).

Keberadaan Harun hingga kini masih simpang siur, Direktorat
Jenderal Imigrasi Kemenkumham menyebut, Harun pergi ke Singapura pada Senin
(6/1). Kepergian Harun ke Singapura sebelum terjadinya operasi tangkap tangan
(OTT) KPK yang meringkus Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan tujuh otang lainnya.

Harun diduga merupakan salah satu kunci terkait perkara yang
diduga melibatkan petinggi PDIP. Penyidik lembaga antirasuah hingga kini masih
mendalami asal-usul uang Rp 400 juta yang diberikan untuk Wahyu Setiawan
melalui sejumlah perantara.

Langkah lembaga antirasuah mencari Harun berkoordinasi dengan
National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia. Bahkan, Harun Caleg daerah
pemilihan Sumatera Selatan satu itu masuk ke dalam daftar pencarian orang
(DPO).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni
Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota
Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku
caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.

Baca Juga :  Polisi Tahan Remaja Congkel Kios di Komplek Mendawai

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga
menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga
diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR
RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang
meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan
sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru