33.8 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Di Kasus Baiq Nuril, MA Abaikan PERMA 3/2017

MAHKAMAH Agung (MA) terus menjadi sasaran kemarahan banyak kalangan
atas penolakan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril. Kali ini
Komnas Perempuan menyesalkan MA yang tak gunakan Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 3 Tahun 2017 (PERMA 3/2017) tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan Hukum dalam jatuhkan putusan kasasi kasus Baiq Nuril.

“Padahal PERMA 3/2017 adalah
sebuah langkah maju dalam sistem hukum Indonesia dalam mengenali hambatan akses
perempuan pada keadilan,” kata Komisioner Komnas Perempuan Budi Wahyuni di
Jakarta, Senin (8/7/2019). Dia mengatakan PERMA ini adalah sebuah langkah
afirmasi dalam menciptakan kesetaraan bagi seluruh warga di hadapan hukum.

Komnas Perempuan juga menyesalkan
Polda NTB atas dihentikannya penyidikan kasus perbuatan cabul yang dilaporkan
Baiq Nuril, karena tidak mampu menerjemahkan batasan perbuatan cabul dalam KUHP
ke dalam penyidikan kasus Baiq Nuril.

Baca Juga :  Diduga Mencuri Dompet Pedagang, Dikejar Tersungkur ke Aspal

“Ketika Polri hanya memahami
perbuatan cabul sebagai perbuatan yang dilakukan dengan kontak fisik, maka
korban dari kasus-kasus kekerasan seksual, terutama pelecehan seksual nonfisik
tidak akan pernah terlindungi,” kata Budi.

Pengabaian atas penggunaan PERMA
3/2017 oleh Mahkamah Agung dan ketidakmampuan Polri dalam mengenali pelecehan
seksual nonfisik sebagai bagian dari perbuatan cabul mengakibatkan hilangnya
hak konstitusional seorang perempuan untuk mendapatkan perlakuan yang sama di
hadapan hukum, kata dia.

Kondisi tersebut juga disebabkan
keterbatasan sistem hukum dalam mengenali kekerasan seksual sehingga memberikan
peluang untuk mengkriminalkan perempuan korban kekerasan seksual. Komnas
Perempuan berpendapat keterbatasan sistem hukum bukan saja dari sisi materil
tetapi juga formil yaitu hukum acara sebagai standar yang harus dijalankan peradilan
sejak penerimaan laporan hingga persidangan.

Baca Juga :  Jaringan Narkoba Lintas Pulau Terbongkar

Termasuk keterbatasan sistem
pembuktian dan ketersediaan sumber daya yang memadai bagi penghapusan
diskriminasi hukum di Indonesia. “Tampak adanya kedangkalan konsep hukum
yang seharusnya memberikan perlindungan atas kompleksitas pola-pola kekerasan
seksual yang menyasar khususnya kepada perempuan,” kata dia.(indopos/kpc)

MAHKAMAH Agung (MA) terus menjadi sasaran kemarahan banyak kalangan
atas penolakan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril. Kali ini
Komnas Perempuan menyesalkan MA yang tak gunakan Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 3 Tahun 2017 (PERMA 3/2017) tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan
Berhadapan dengan Hukum dalam jatuhkan putusan kasasi kasus Baiq Nuril.

“Padahal PERMA 3/2017 adalah
sebuah langkah maju dalam sistem hukum Indonesia dalam mengenali hambatan akses
perempuan pada keadilan,” kata Komisioner Komnas Perempuan Budi Wahyuni di
Jakarta, Senin (8/7/2019). Dia mengatakan PERMA ini adalah sebuah langkah
afirmasi dalam menciptakan kesetaraan bagi seluruh warga di hadapan hukum.

Komnas Perempuan juga menyesalkan
Polda NTB atas dihentikannya penyidikan kasus perbuatan cabul yang dilaporkan
Baiq Nuril, karena tidak mampu menerjemahkan batasan perbuatan cabul dalam KUHP
ke dalam penyidikan kasus Baiq Nuril.

Baca Juga :  Diduga Mencuri Dompet Pedagang, Dikejar Tersungkur ke Aspal

“Ketika Polri hanya memahami
perbuatan cabul sebagai perbuatan yang dilakukan dengan kontak fisik, maka
korban dari kasus-kasus kekerasan seksual, terutama pelecehan seksual nonfisik
tidak akan pernah terlindungi,” kata Budi.

Pengabaian atas penggunaan PERMA
3/2017 oleh Mahkamah Agung dan ketidakmampuan Polri dalam mengenali pelecehan
seksual nonfisik sebagai bagian dari perbuatan cabul mengakibatkan hilangnya
hak konstitusional seorang perempuan untuk mendapatkan perlakuan yang sama di
hadapan hukum, kata dia.

Kondisi tersebut juga disebabkan
keterbatasan sistem hukum dalam mengenali kekerasan seksual sehingga memberikan
peluang untuk mengkriminalkan perempuan korban kekerasan seksual. Komnas
Perempuan berpendapat keterbatasan sistem hukum bukan saja dari sisi materil
tetapi juga formil yaitu hukum acara sebagai standar yang harus dijalankan peradilan
sejak penerimaan laporan hingga persidangan.

Baca Juga :  Jaringan Narkoba Lintas Pulau Terbongkar

Termasuk keterbatasan sistem
pembuktian dan ketersediaan sumber daya yang memadai bagi penghapusan
diskriminasi hukum di Indonesia. “Tampak adanya kedangkalan konsep hukum
yang seharusnya memberikan perlindungan atas kompleksitas pola-pola kekerasan
seksual yang menyasar khususnya kepada perempuan,” kata dia.(indopos/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru