PALANGKA RAYA– Kondisi geografis Kalteng menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah
untuk menghadirkan pembangunan yang merata. Salah satunya dalam hal mengaliri
jaringan listrik hingga ke wilayah pelosok. Pemerintah provinsi menargetkan 90
persen Bumi Tambun Bungai—sebutan Kalteng bisa menikmati listrik.
“Berbicara soal listrik,
otomatis berkaitan dengan asas keadilan sosial, karena semua warga berhak merasakan
dampak kehadiran jaringan listrik. Hanya saja masih terkendala kondisi
geografis, domisili masyarakat juga tersebar,†kata Gubernur Kalteng H Sugianto
Sabran melalui Sekda Kalteng Fahrizal Fitri usai mengkuti rapat paripurna di gedung
DPRD Kalteng, Senin (24/2).
Pemprov, kata sekda, menginginkan
tercapainya target maksimal 90 persen mengaliri jaringan listrik kepada
masyarakat Kalteng, walaupun beberapa wilayah cukup sulit dibangun jaringan
listrik.
“Daerah yang sulit
ditembus jaringan akan kami upayakan dengan cara lain. Misalnya menggunakan
pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik mikrohidro. Ini
merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan listrik
masyarakat. Pemerintah berharap seluruh wilayah Kalteng bisa teraliri listrik sehingga
bisa dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari,†ucap mantan kepala Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng ini.
90 persen target itu,
tambah sekda, tentu akan dipenuhi dalam jangka waktu yang panjang. Pemerintah
daerah tetap akan mengupayakan agar suatu waktu nanti seluruh wilayah Kalteng
ini 100 persen berlistrik.
“Untuk saat ini masih
87 persen. Pada 2015 lalu hanya 70 persen. Sudah ada peningkatan 17 persen. Sudah
berjalan signifikan. Kami berharap, melalui dana APBN yang coba dicari dan juga
dana APBD akan bisa memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Kalteng nantinya,†harap
sekda.
Lebih lanjut dikatakan
sekda, keberadaan dana desa seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menunjang
rencana pemprov ini. Akan tetapi, hal itu akan tergantung pada kebutuhan desa
masing-masing, sesuai yang disepakati dalam rencana APBDes. Yang menentukan
adalah bagaimana pengurus desa jeli melihat seberapa besar prioritas.
“Saya pikir sejak dahulu sebenarnya ada listrik
desa. Hanya saja membutuhkan dana operasional. Ini yang terkadang tidak
terpenuhi. Akhirnya tidak berjalan. Persepsi warga harus disamaratakan, bahwa semua
yang dinikmati itu tentu ada kewajiban yang harus dibayar kepada negara. Dengan
begitu program akan bisa bertahan lama dan terus dinikmati ke depan,â€
pungkasnya. (nue/ala/dar)