PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H Agustiar Sabran. Menegaskan pentingnya masyarakat Dayak untuk menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri, bukan sekadar menjadi penonton.
Hal itu disampaikan saat membuka seminar International Day of The World’s Indigenous Peoples 2025 Pumpung Hai Borneo (The Great Borneo’s Assembly) di Kalawa Convention Hall Palangka Raya, Jumat (22/8).
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng ini menyebut, forum internasional ini bukan hanya wadah diskusi, tetapi momentum penting untuk mengonsolidasikan kekuatan masyarakat Dayak di seluruh Kalimantan dan Borneo.
“Forum ini adalah forum bersama untuk memperkuat jati diri masyarakat adat Dayak menuju masa depan yang bermartabat dan berkelanjutan,” ucapnya.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Kalteng berkomitmen penuh melindungi eksistensi masyarakat adat Dayak, sebagaimana tertuang dalam visi misi pembangunan daerah.
“Semangat kami adalah manggatang utus dengan kearifan lokal dalam bingkai NKRI. Filosofinya, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” tegasnya.
Ia menambahkan, cita-cita masyarakat Dayak, khususnya di Kalteng, adalah agar mampu berdiri tegak, dan berdaulat. “Jangan sampai kita hanya jadi penonton, tapi harus jadi tuan rumah di tempat kita sendiri,” pesannya.
Sementara itu, Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Martin Billa menegaskan, tema yang diangkat tahun ini sangat strategis, yakni “Quo Vadis Dayak, Bergerak dari Identitas Lokal Menuju Global”.
Tema tersebut, kata Martin, meneguhkan komitmen bersama dalam mengangkat harkat dan martabat bangsa Dayak di tengah dinamika nasional maupun global.
“Bangsa Dayak harus semakin bersatu, solid, dan memiliki energi besar dalam memperjuangkan nasibnya. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Sabah, Serawak, Brunei Darussalam, dan dimanapun bangsa Dayak berada,” tegas Martin.
Ia menyebut. Ada lima fokus utama yang menjadi perhatian bersama dalam forum ini. Pertama, peningkatan SDM Dayak menuju manusia berkualitas. Kedua, pengakuan hak partisipasi politik dan kepemimpinan di tingkat lokal maupun nasional. K
etiga, pengelolaan hutan adat dan kedaulatan lingkungan. Keempat, dekolonisasi pengetahuan dan advokasi global. Kelima, pelestarian adat, tradisi, serta budaya Dayak dalam menghadapi era digital.(hfz)