26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Rasa Keadilan

BANYAK sekali kebijakan pejabat publik yang dinilai dan dirasakan
rakyat mengusik rasa keadilan di masa pandemi ini. Lebih khusus lagi di musim
ketika rakyat menghadapi ritual sosiologis menyambut Hari Raya mayoritas anak
bangsa: mudik. Rakyat sebenarnya banyak yang ngedumel terhadap kebijakan
melarang mudik ini.

Kebijakan yang dirasakan tidak
sensitif ialah ketika pemerintah membiarkan para pekerja asing utamanya dari
Tiongkok dan India untuk masuk Indonesia. Sejatinya kita tegas menolak. Atas
nama national security.

Beberapa negara melakukannya.
Mereka melarang ada warga negara asing utamanya dari negara yang ditengarai
tingginya kasus Covid-nya. Mereka disiplin ketat memberlakukan larangan.
Sementara itu kita tidak, kita masih melonggar. Tidak tahu persis apa yang terjadi.

Baca Juga :  Ironi Manajemen Risiko Pertamina

Sementara itu, pemerintah, dalam
rangka pencegahan meluasnya penularan Covid, mengeluarkan larangan mudik.
Dengan sejuta alasan. Propagandanya juga diciptakan.

Ada timnya narasi bahaya mudik.
Ini merujuk ke kasus India. Sementara mudik dilarang, lokasi-lokasi wisata
dibuka dibolehkan dengan prokes. Padahal ini belum jaminan menghentikan
penularan.

Kenapa mudik tidak disamakan
saja. Mudik dengan prokes. Kenapa dilarang. Sementara yang lain boleh asal
prokes. Inilah yang mengusik rasa keadilan.

Pemerintah sejatinya terus
mengasah kepekaan. Kebijakan jangan asal kebijakan. Mesti menimbang rasa
keadilan.

Rakyat sudah lama tertekan dengan
pandemi ini. Longgarkan mudik agar para pemudik bahagia dan berharap dengan itu
ia meningkat human growth hormone dan
immunity meningkat. Hidupnya terbebas
dari virus.(*)

Baca Juga :  Mewaspadai Gelombang Pengemis

BANYAK sekali kebijakan pejabat publik yang dinilai dan dirasakan
rakyat mengusik rasa keadilan di masa pandemi ini. Lebih khusus lagi di musim
ketika rakyat menghadapi ritual sosiologis menyambut Hari Raya mayoritas anak
bangsa: mudik. Rakyat sebenarnya banyak yang ngedumel terhadap kebijakan
melarang mudik ini.

Kebijakan yang dirasakan tidak
sensitif ialah ketika pemerintah membiarkan para pekerja asing utamanya dari
Tiongkok dan India untuk masuk Indonesia. Sejatinya kita tegas menolak. Atas
nama national security.

Beberapa negara melakukannya.
Mereka melarang ada warga negara asing utamanya dari negara yang ditengarai
tingginya kasus Covid-nya. Mereka disiplin ketat memberlakukan larangan.
Sementara itu kita tidak, kita masih melonggar. Tidak tahu persis apa yang terjadi.

Baca Juga :  Ironi Manajemen Risiko Pertamina

Sementara itu, pemerintah, dalam
rangka pencegahan meluasnya penularan Covid, mengeluarkan larangan mudik.
Dengan sejuta alasan. Propagandanya juga diciptakan.

Ada timnya narasi bahaya mudik.
Ini merujuk ke kasus India. Sementara mudik dilarang, lokasi-lokasi wisata
dibuka dibolehkan dengan prokes. Padahal ini belum jaminan menghentikan
penularan.

Kenapa mudik tidak disamakan
saja. Mudik dengan prokes. Kenapa dilarang. Sementara yang lain boleh asal
prokes. Inilah yang mengusik rasa keadilan.

Pemerintah sejatinya terus
mengasah kepekaan. Kebijakan jangan asal kebijakan. Mesti menimbang rasa
keadilan.

Rakyat sudah lama tertekan dengan
pandemi ini. Longgarkan mudik agar para pemudik bahagia dan berharap dengan itu
ia meningkat human growth hormone dan
immunity meningkat. Hidupnya terbebas
dari virus.(*)

Baca Juga :  Mewaspadai Gelombang Pengemis

Terpopuler

Artikel Terbaru