CATATAN FUAD ARIYANTO*
—
ADA guyonan (jokes) semisatire di kalangan penggila bola (gibol) dulu. Persepakbolaan Indonesia itu hebat sehingga selalu jadi perbincangan di mana-mana. Atas prestasi apa? Bukan prestasi tim atau teknik permainan yang hebat, tapi kasus dan perdebatannya. Itu dulu lho –atau mungkin sampai sekarang– para gibol yang lebih tahu.
Yang paling panas adalah penolakan sebagian kalangan masyarakat atas kehadiran tim Israel di Piala Dunia U-20 yang semula diagendakan pada Mei–Juni 2023 di enam kota di Indonesia. Akibat gonjang-ganjing pro-kontra kehadiran tim Israel itu, FIFA akhirnya membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.
Lobi yang dilakukan Ketua Umum PSSI –yang juga Menteri BUMN– Erick Thohir kepada Presiden FIFA Gianni Infantino di Doha, Qatar, tak menyurutkan keputusan FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah. Meski begitu, lanjut Erick, FIFA akan tetap membantu PSSI memperbaiki persepakbolaan di Indonesia.
Dengan pembatalan itu, mari kita kubur impian menyaksikan Garuda Nusantara –julukan timnas Indonesia U-20– berlaga di event internasional di kandang sendiri. Tak perlu lagi membayangkan rombongan orang asing jalan-jalan di Tunjungan, belanja di kaki lima, atau ngopi di mal-mal.
Dari sisi ekonomi, pembatalan tersebut mungkin merugikan bagi Indonesia. Selain kehilangan devisa dari kunjungan tim-tim peserta, ofisial, dan pendukungnya, pemerintah sudah mengeluarkan dana untuk renovasi dan memoles stadion.
Mengutip suara.com, renovasi sekitar 17 stadion ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diperkirakan menelan dana Rp 400 miliar dalam kontrak tahun jamak. Mulai 2020, ada dua stadion utama (venue) yang ditangani Kementerian PUPR. Yakni, Stadion Manahan, Solo, dan Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali.
Sementara itu, lapangan latihan yang direnovasi adalah lapangan atletik Jakabaring I, lapangan panahan Jakabaring, dan lapangan bisbol Jakabaring. Selain itu, Stadion Sidolig Bandung, lapangan IPDN Jatinangor, dan lapangan Jati Padjadjaran. Di Solo terdapat empat lapangan untuk latihan yang direnovasi. Yaitu, Stadion Sriwedari, lapangan Kota Barat, lapangan Banyuanyar, dan lapangan Sriwaru.
Empat lapangan di Bali yang perlu direnovasi untuk latihan adalah Stadion I Gusti Ngurah Rai, Stadion Gelora Trisakti, Stadion Kompyang Sujana, dan Stadion Gelora Samudra. Sedangkan di Jawa Timur, hanya satu stadion untuk latihan yang perlu direnovasi, Stadion Gelora Bangkalan, Madura.
Akibat pembatalan sebagai tuan rumah itu, timnas U-20 Indonesia juga gagal tampil di ajang tersebut. Sebab, yang berhak tampil di event itu hanya tim yang lolos kualifikasi. Paling tidak mencapai semifinal. Sedangkan timnas sudah kandas di fase penyisihan grup. Timnas –sebelumnya– berpeluang tanding di ajang bergengsi itu karena statusnya sebagai tuan rumah.
Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah itu sangat mungkin karena FIFA lebih memprioritaskan prestasi dibanding yang lain. Timnas Israel episode kali ini telah menunjukkan prestasi gemilang. Inilah kali pertama mereka lolos ke Piala Dunia setelah berhasil menembus semifinal Piala Eropa U-19 pada Juni 2022 di Slovakia.
Pada Piala Eropa U-19 itu, Israel tergabung di grup B bersama Inggris, Austria, dan Serbia. Anak didik Ofir Haim ini mengumpulkan nilai 4 –dari sekali menang, sekali kalah, dan sekali seri– sehingga lolos ke semifinal sebagai runner-up grup. Sekali menang didapatkan ketika menaklukkan Austria 4-2.
Sebagai runner-up grup B, Israel U-19 harus menghadapi jawara grup A Prancis di semifinal. Hebatnya, mereka memenangi laga dengan skor 2-1. Kemenangan tersebut mengantarkan Israel ke final Piala Eropa U-19. Di final, mereka bertemu lagi dengan Inggris (satu grup B) dan kalah 1-3. Prestasi mengesankan itu, tampaknya, lebih menarik perhatian FIFA dibanding tawaran-tawaran lain yang diajukan PSSI. Wallahu a’lam…
Keputusan tersebut seakan membanting semangat pemain timnas U-20. Wajah-wajah tertunduk lesu mewarnai para pemain ketika bertemu Wakil Ketua PSSI Zainudin Amali sebagaimana ditayangkan Kompas TV, Kamis (30/3).
Bisa dimaklumi jika mereka menjadi yang paling kecewa. Latihan keras, jauh dari keluarga, plus disiplin waktu telah mereka jalani. Namun, impian tampil di ajang internasional gagal terpenuhi.
Yang jelas, kejadian ini harus menjadi pelajaran berharga bagi insan sepak bola. Bahwa dalam olahraga yang paling penting adalah prestasi. Bukan lobi atau ngotot mendebat aturan. Ayo, cetaklah prestasi. Harga diri bakal mengikuti. Insya Allah. (*)
*) Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos 2007–2008