26.5 C
Jakarta
Saturday, November 2, 2024

Samuel Minta Tarik Pasukan, Wiranto: Militer Nduga Bukan Cari Kerjaan

Tokoh pemuda Papua asal Nduga, Samuel Tabuni
menyesalkan sikap pemerintah yang tak bergerak cepat merespon aksi rasisme
kepada masyarakat Papua. Hal itu pula yang menjadi dasar kemarahan rakyat Papua
yang berujung sejumlah kerusuhan belakangan ini.

Samuel mencontohkan kasus rasisme kepada
mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Saat ini, para
pelaku rasisme baru ditindak setelah terjadi unjuk rasa.

“Kenapa proses pembiaran penegakkan hukum
tidak dilakukan secara baik dan benar. Khusus kemarin di Surabaya. Kita harus
demo baru proses. Padahal proses rasisme itu sudah berlangsung lama. Itu
menjadi amarah masyarakat papua saat ini,” ujar Samuel di kantor Kemenko Polhukam,
Jakarta, Jumat (30/8).

Pembiaran penegakkan hukum juga dikatakan
Samuel tergambar dalam banyaknya operasi militer di Nduga. Sehingga membuat
anak muda di sana tidak diberi ruang untuk terlibat dalam kebijakan nasional
maupun provinsi. Hal ini dianggap tidak baik untuk masa depan anak-anak Papua.

Baca Juga :  Masjid Diperbolehkan Jadi Lokasi Vaksin, Ini Syaratnya

“Terakhir saya minta ke pak Menko (Wiranto,
Red), bahwa pasukan di Nduga itu ditarik, karena masyarakat saya semua ada di
luar,” ucap Samuel.

Menko Polhukam, Wiranto menyanggupi untuk
menarik pasukan dari Nduga. Dengan catatan sudah tidak ada lagi penyerangan
yang mengganggu stabilitas negara. “Kalau sudah tenang nggak ada serangan,
nggak ada gangguan keamanan. Jam itu juga saya minta, saya menyarankan Presiden
untuk Panglima TNI menarik pasukan dari Nduga,” kata Wiranto.

Mantan Ketua Umum Partai Hanura itu
menjelaskan, keberadaan anggota TNI di Papua bukan tanpa alasan. Melainkan ada
ancaman dari kelompok bersenjata yang berpotensi melakukan aksi pengerusakan.
Sshingga apabila tidak dicegah bisa menjadi ancaman untuk bangsa.

Baca Juga :  Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4 M, PDIP Siap Beri Bantuan Hukum

“Militer di Nduga datang ke sana bukan cari
kerjaan. Datang di sana karena ada sebab, ada akibat. Dikirim ke sana karena
ingin mengamankan masyarakat dari kegiatan kriminal. Dari teman-teman yang
belum sadar,” tegasnya.

Untuk mewujudkan situasi kondusif seperti itu,
Wiranto meminta kepada masyarakat Papua agar menyelesaikan masalah melalui
dialog. Tidak dengan unjuk rasa. Apabila tindakan anarkisme.

“Tadi disampaikan demo dulu baru ada solusi.
Ke depan nanti ndak perlu demo. Kita, saya yakin Presiden Jokowi untuk
(periode) kedua kalinya nanti lebih paham betul bagaimana membangun Papua,”
pungkasnya.(jpg)

 

Tokoh pemuda Papua asal Nduga, Samuel Tabuni
menyesalkan sikap pemerintah yang tak bergerak cepat merespon aksi rasisme
kepada masyarakat Papua. Hal itu pula yang menjadi dasar kemarahan rakyat Papua
yang berujung sejumlah kerusuhan belakangan ini.

Samuel mencontohkan kasus rasisme kepada
mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Saat ini, para
pelaku rasisme baru ditindak setelah terjadi unjuk rasa.

“Kenapa proses pembiaran penegakkan hukum
tidak dilakukan secara baik dan benar. Khusus kemarin di Surabaya. Kita harus
demo baru proses. Padahal proses rasisme itu sudah berlangsung lama. Itu
menjadi amarah masyarakat papua saat ini,” ujar Samuel di kantor Kemenko Polhukam,
Jakarta, Jumat (30/8).

Pembiaran penegakkan hukum juga dikatakan
Samuel tergambar dalam banyaknya operasi militer di Nduga. Sehingga membuat
anak muda di sana tidak diberi ruang untuk terlibat dalam kebijakan nasional
maupun provinsi. Hal ini dianggap tidak baik untuk masa depan anak-anak Papua.

Baca Juga :  Masjid Diperbolehkan Jadi Lokasi Vaksin, Ini Syaratnya

“Terakhir saya minta ke pak Menko (Wiranto,
Red), bahwa pasukan di Nduga itu ditarik, karena masyarakat saya semua ada di
luar,” ucap Samuel.

Menko Polhukam, Wiranto menyanggupi untuk
menarik pasukan dari Nduga. Dengan catatan sudah tidak ada lagi penyerangan
yang mengganggu stabilitas negara. “Kalau sudah tenang nggak ada serangan,
nggak ada gangguan keamanan. Jam itu juga saya minta, saya menyarankan Presiden
untuk Panglima TNI menarik pasukan dari Nduga,” kata Wiranto.

Mantan Ketua Umum Partai Hanura itu
menjelaskan, keberadaan anggota TNI di Papua bukan tanpa alasan. Melainkan ada
ancaman dari kelompok bersenjata yang berpotensi melakukan aksi pengerusakan.
Sshingga apabila tidak dicegah bisa menjadi ancaman untuk bangsa.

Baca Juga :  Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4 M, PDIP Siap Beri Bantuan Hukum

“Militer di Nduga datang ke sana bukan cari
kerjaan. Datang di sana karena ada sebab, ada akibat. Dikirim ke sana karena
ingin mengamankan masyarakat dari kegiatan kriminal. Dari teman-teman yang
belum sadar,” tegasnya.

Untuk mewujudkan situasi kondusif seperti itu,
Wiranto meminta kepada masyarakat Papua agar menyelesaikan masalah melalui
dialog. Tidak dengan unjuk rasa. Apabila tindakan anarkisme.

“Tadi disampaikan demo dulu baru ada solusi.
Ke depan nanti ndak perlu demo. Kita, saya yakin Presiden Jokowi untuk
(periode) kedua kalinya nanti lebih paham betul bagaimana membangun Papua,”
pungkasnya.(jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru