32.1 C
Jakarta
Wednesday, May 7, 2025

Ketua MPR: Tidak Ada Lagi Ruang Bagi Komunisme dan Marxisme

Ketua MPR
RI Bambang Soesatyo menegaskan tidak ada ruang bagi paham komunisme di
Indonesia. Larangan bagi komunisme, kata dia, jelas tercantum dalam TAP MPRS
Nomor XXV/MPRS/1966.

Bamsoet
menjabarkan,Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diharapkan
memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa. Meskipun TAP MPRS XXV/MPRS/1966
belum dimasukkan dalam RUU tersebut, kata Bamsoet, kedua payung hukum tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

“Baik TAP
MPRS maupun RUU HIP, merupakan satu kesatuan hukum yang tak terpisahkan,
sebagai pegangan bangsa Indonesia dalam menumbuhkembangkan ideologi Pancasila,”
ujar Bamsoet, Jumat (29/5).

TAP MPRS
Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku hingga sekarang dan memiliki kekuatan hukum
mengikat. Oleh karena itu, berlakunya TAP MPRS mengenai larangan komunisme
dibahas dalam Sidang Paripurna MPR RI Tahun 2003, yang kemudian dikeluarkan TAP
MPR Nomor I Tahun 2003 yang secara populer disebut dengan ‘TAP Sapujagat’.

Disebut
demikian karena TAP MPR Nomor I Tahun 2003 ini berisi peninjauan terhadap
materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai
2002. Setelah keluarnya TAP MPR No I Tahun 2003, MPR sudah tidak lagi punya
wewenang untuk membuat TAP MPR yang bersifat mengatur keluar (regeling).

Baca Juga :  Inilah 5 Provinsi di Indonesia Paling Minim Inovasi

Dari
total 139 TAP MPRS/MPR yang pernah keluarkan, semuanya dikelompokkan menjadi
enam kategori. Adapun TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masuk kategori kedua,
termasuk dalam tiga TAP yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan
tertentu.

“Jadi,
TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masuk dalam kelompok kedua dan dinyatakan
masih berlaku. Sehingga kita tak perlu khawatir PKI bakal bangkit lagi,” kata
Bamsoet.

Larangan
untuk mengembangkan paham komunisme, lanjut Bamsoet, juga ditegakkan melalui Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
Berkaitan Dengan kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

Undang-undang
tersebut memuat larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme, dengan ancaman pidana penjara dua belas tahun
sampai dengan 20 tahun penjara.

Baca Juga :  Tes Air Liur Covid-19 Lebih Mudah dan Efektif Dibanding Swab di Hidung

“Dengan
demikian, tidak ada ruang bagi PKI untuk kembali bangkit kembali,” imbuh
Bamsoet.

Kepala
Badan Bela Negara FKPPI itu memandang, luka bangsa Indonesia terhadap kekejaman
PKI sulit dilupakan. Ajaran komunisme, kata dia, tak sejalan dengan jati diri
masyarakat Indonesia yang berketuhanan, berkeadilan, dan berjiwa gotong royong.

Ia
menambahkan, isu kebangkitan PKI tetap harus diwaspadai. Namun, isu itu tidak
seharusnya menjadi kegelisahan hingga menjadi kepanikan di tengah masyarakat.

“Karenanya
sekali lagi, masyarakat tak perlu terlalu risau berlebihan terhadap isu
kebangkitan komunisme. Aparat keamanan, umat Islam dan umat beragama lainnya,
termasuk ormas-ormas yang menentang PKI selama ini seperti NU, Muhamadiyah,
Pemuda Pancasila, FKPPI dan lainnya pasti akan bersatu jika komunisme kembali
bangkit. Kita perlu waspada, namun tidak perlu panik,” pungkasnya.
 

Ketua MPR
RI Bambang Soesatyo menegaskan tidak ada ruang bagi paham komunisme di
Indonesia. Larangan bagi komunisme, kata dia, jelas tercantum dalam TAP MPRS
Nomor XXV/MPRS/1966.

Bamsoet
menjabarkan,Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diharapkan
memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa. Meskipun TAP MPRS XXV/MPRS/1966
belum dimasukkan dalam RUU tersebut, kata Bamsoet, kedua payung hukum tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

“Baik TAP
MPRS maupun RUU HIP, merupakan satu kesatuan hukum yang tak terpisahkan,
sebagai pegangan bangsa Indonesia dalam menumbuhkembangkan ideologi Pancasila,”
ujar Bamsoet, Jumat (29/5).

TAP MPRS
Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku hingga sekarang dan memiliki kekuatan hukum
mengikat. Oleh karena itu, berlakunya TAP MPRS mengenai larangan komunisme
dibahas dalam Sidang Paripurna MPR RI Tahun 2003, yang kemudian dikeluarkan TAP
MPR Nomor I Tahun 2003 yang secara populer disebut dengan ‘TAP Sapujagat’.

Disebut
demikian karena TAP MPR Nomor I Tahun 2003 ini berisi peninjauan terhadap
materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai
2002. Setelah keluarnya TAP MPR No I Tahun 2003, MPR sudah tidak lagi punya
wewenang untuk membuat TAP MPR yang bersifat mengatur keluar (regeling).

Baca Juga :  Inilah 5 Provinsi di Indonesia Paling Minim Inovasi

Dari
total 139 TAP MPRS/MPR yang pernah keluarkan, semuanya dikelompokkan menjadi
enam kategori. Adapun TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masuk kategori kedua,
termasuk dalam tiga TAP yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan
tertentu.

“Jadi,
TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masuk dalam kelompok kedua dan dinyatakan
masih berlaku. Sehingga kita tak perlu khawatir PKI bakal bangkit lagi,” kata
Bamsoet.

Larangan
untuk mengembangkan paham komunisme, lanjut Bamsoet, juga ditegakkan melalui Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
Berkaitan Dengan kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

Undang-undang
tersebut memuat larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme, dengan ancaman pidana penjara dua belas tahun
sampai dengan 20 tahun penjara.

Baca Juga :  Tes Air Liur Covid-19 Lebih Mudah dan Efektif Dibanding Swab di Hidung

“Dengan
demikian, tidak ada ruang bagi PKI untuk kembali bangkit kembali,” imbuh
Bamsoet.

Kepala
Badan Bela Negara FKPPI itu memandang, luka bangsa Indonesia terhadap kekejaman
PKI sulit dilupakan. Ajaran komunisme, kata dia, tak sejalan dengan jati diri
masyarakat Indonesia yang berketuhanan, berkeadilan, dan berjiwa gotong royong.

Ia
menambahkan, isu kebangkitan PKI tetap harus diwaspadai. Namun, isu itu tidak
seharusnya menjadi kegelisahan hingga menjadi kepanikan di tengah masyarakat.

“Karenanya
sekali lagi, masyarakat tak perlu terlalu risau berlebihan terhadap isu
kebangkitan komunisme. Aparat keamanan, umat Islam dan umat beragama lainnya,
termasuk ormas-ormas yang menentang PKI selama ini seperti NU, Muhamadiyah,
Pemuda Pancasila, FKPPI dan lainnya pasti akan bersatu jika komunisme kembali
bangkit. Kita perlu waspada, namun tidak perlu panik,” pungkasnya.
 

Terpopuler

Artikel Terbaru