PROKALTENG.CO-Fenomena mengejutkan datang dari dunia pendidikan di Kabupaten Blitar. Hal tersebut disebabkan karena hingga pertengahan 2025, telah tercatat sebanyak 20 guru Sekolah Dasar (SD) yang berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengajukan izin cerai ke Dinas Pendidikan setempat. Fenomena itu sontak menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.
Dilansir dari Blitarkawentar, Deni Setiawan, Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, mengungkapkan bahwa dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen gugatan perceraian diajukan oleh guru perempuan.
“Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan tahun lalu yang hanya mencatat 15 permohonan izin cerai,” ujarnya dikutip dari Blitarkawentar, pada Selasa (22/7).
Deni menilai angka gugatan cerai meningkat drastis, yaitu di tahun 2024 sepanjang tahun hanya mencatat sebanyak 15 gugatan, sementara di tahun ini dalam semester pertama (Januari-Juni) sudah mencatat sebanyak 20 pengajuan cerai.
Dari catatan angka tersebut, potensi angka perceraian menjadi 100 persen di akhir tahun dapat terjadi. Deni menilai lonjakan angka tersebut bisa menjadi indikasi gejala sosial baru di kalangan guru PPPK yang ia sebut sebagai “PPPK sindrom”.
Adanya PPPK sindrom dipicu oleh faktor ekonomi dalam rumah tangga, karena mayoritas suami dari guru PPPK perempuan tidak memiliki pekerjaan tetap, bahkan hanya bekerja di sektor informal seperti buruh dan petani.
“Dari data kami, tak sampai 10 persen suami dari PPPK perempuan juga ASN, ada ketimpangan ekonomi” imbuhnya.
Dalam catatan Dinas Pendidikan, satu guru PPPK SD bahkan dijatuhi sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 50 persen selama satu tahun. Hal ini menyusul pelanggaran karena yang bersangkutan telah menikah lagi tanpa menuntaskan proses perceraian terlebih dahulu dan tanpa izin resmi dari atasan.
Deni menyebutkan bahwa pemerintah memiliki prosedur ketat terkait pengajuan izin cerai bagi ASN maupun PPPK. Proses dimulai dari pembinaan di tingkat sekolah, mediasi bersama BKPSDM dan Dispendik, hingga pengajuan izin resmi kepada bupati.
“Jika pengadilan lebih dulu dari izin bupati, itu melanggar aturan,” tegasnya. Meski demikian, Deni menyebut kasus pelanggaran disiplin oleh guru PPPK tahun ini justru menurun dibandingkan tahun lalu yang mencatat lebih dari dua kasus berat.(jpg)