PROKALTENG.CO – Fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap penggunaan sound horeg kini benar-benar dijadikan acuan oleh pemerintah Kecamatan Genteng, Banyuwangi. Dalam rangka menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan RI, panitia karnaval di wilayah tersebut secara resmi melarang total penggunaan sound horeg.
Kebijakan ini diambil dalam rapat koordinasi antara Camat Genteng Satriyo bersama lima pemerintah desa yang akan terlibat dalam karnaval, yakni Kembiritan, Genteng Wetan, Genteng Kulon, Setail, dan Kaligondo. Karnaval tetap digelar pada 31 Agustus 2025, namun dengan aturan ketat terkait tata suara dan penampilan peserta.
“Banyak keluhan dari warga tahun lalu. Kaca rumah pecah, barang toko jatuh, bahkan banyak anak kecil trauma karena volume suara yang ekstrem,” jelas Satriyo kepada wartawan Radar Banyuwangi, Senin (21/7/2025).
Larangan ini sekaligus mempertegas komitmen Pemcam Genteng untuk mengikuti panduan MUI, yang menyebut penggunaan musik dengan volume berlebihan di ruang publik dapat menimbulkan mudarat. MUI bahkan menilai hal itu bisa memicu kemaksiatan seperti joget erotis dan interaksi bebas antar lawan jenis.
Sebagai langkah konkret, panitia melarang penggunaan truk sebagai pengangkut sound system dan hanya memperbolehkan mobil jenis L300. Setiap rombongan dibatasi maksimal membawa empat sap speaker dengan volume yang tidak mengganggu.
“Kalau terlalu keras, akan langsung ditegur. Bahkan bisa dikeluarkan dari barisan,” tegas Satriyo.
Pembatasan jumlah peserta juga diberlakukan. Masing-masing desa maksimal mengirimkan 500 orang demi menjaga ketertiban dan menghindari kerumunan tak terkendali. Penampilan yang melanggar norma kesopanan juga tidak akan ditoleransi.
“Kostum harus bernuansa budaya, bukan pakaian minim. Goyang pargoy kami larang. Kalau ada yang nekat, langsung kami keluarkan dari barisan,” sambungnya.
Satriyo mengingatkan bahwa insiden tahun lalu saat penari erotis tampil dalam rombongan menjadi pelajaran penting. Kejadian itu sempat menimbulkan keresahan luas di tengah masyarakat.
Langkah tegas ini mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan pemuda Banyuwangi. Sekretaris Umum MUI Banyuwangi, Barur Rohim, menyatakan bahwa keputusan ini sejalan dengan nilai-nilai perjuangan dan norma sosial.
“MUI Jatim sudah beri panduan jelas. Pemkab Banyuwangi harus tegas menerapkan kebijakan ini, jangan ragu,” ujarnya.
Barur menegaskan bahwa peringatan Hari Kemerdekaan seharusnya menjadi sarana edukatif, bukan ajang hura-hura berlebihan.
“Agustusan harusnya jadi ajang edukasi, bukan panggung hiburan berlebihan,” tambahnya.
Dengan langkah ini, Genteng menjadi salah satu kecamatan pertama di Banyuwangi yang menerapkan aturan ketat terhadap sound horeg dalam karnaval rakyat. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi wilayah lain di Jawa Timur. (baliexpress)