PANDEMI COVID-19 memengaruhi kesehatan mental para jurnalis saat
ini. Hal tersebut tercermin dari hasil survei persepsi diri wartawan saat
pandemi COVID-19, yang dilakukan Center for Economic Development Study (CEDS)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran.
Berdasarkan hasil survei tersebut
terungkap 45,92 persen wartawan mengalami gejala depresi. Selain itu, 57,14
persen wartawan mengalami kejenuhan umum.
Demikian terungkap dalam kegiatan
Best Practice Webinar Series yang digelar CEDS FEB Unpad, Prodi Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unpad bekerja sama dengan Fakultas
Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM)
baru-baru ini.
Kegiatan ini menghadirkan Riki
Relaksana dan Jorghi Varda dari CEDS sebagai pembicara. Sementara, bertindak
sebagai pembahas Dosen Komunikasi UGM dan peneliti jurnalistik Wisnu Martha,
Dosen Fakultas Psikologi Unpad Aulia Iskandarsyah, dan Redaktur Pelaksana
Pikiran Rakyat Enton Supriyatna Sind.
Dalam pemaparannya Jorghi
menyebutkan survei dilakukan secara dari pada periode 2-10 April.
Terdapat 98 wartawan dari
berbagai daerah di Indonesia yang turut serta dalam survei tersebut.
Dengan domisili terbesar di Pulau
Jawa. Survei yang sama juga dilakukan kepada dua kelompok lain, yakni tenaga
medis dan mahasiswa.
รขโฌลDari hasil survei 45,92 persen
wartawan memiliki gejala depresi jauh lebih tinggi dibandingkan tenaga
kesehatan yang hanya 28 persen. Mereka yang tetap keluar rumah untuk meliput
berita lebih banyak mengalami gejala depresi dan memiliki peluang 1,65 kali
mengalami depresi dibandingkan wartawan yang tidak keluar rumah untuk meliput
berita,รขโฌย katanya.
Adapun gejala yang dialami di
antaranya, ketakutan, mudah terganggu dengan hal yang biasa, tidur gelisah,
sulit memusatkan pikiran, merasa tertekan, merasa sendirian, dan berat untuk
memulai sesuatu.
รขโฌลKami mencoba mengestimasi biaya
depresi dari wartawan selama masa pandemik ini dengan menggunakan beberapa
pendekatan. Total treatment per tahun per orang di kisaran Rp 8,3 juta. Dari
responden yang ada, 22 jiwa berisiko dengan biaya perawatan mencapai Rp183
juta. Ini tentunya harus menjadi perhatian,รขโฌย ujar Riki Relaksana, dalam keterangan
tertulis yang dikeluarkan Unpad.