PENELITI Centre for Strategic and International Studies
(CSIS) Arya Fernandes menilai, terdapat efek negatif jika pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) 2020, dipaksakan pada Desember.
Menurut dia, kontestasi politik pada Desember
2020 akan membelah konsentrasi kandidat petahana, hal itu berimbas kepada
jalannya roda pemerintahan.
Pasalnya, kata dia, kandidat petahana perlu
mengurusi kontestasi politik. Namun, kandidat petahana juga perlu menangani
pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19).
“Penyelenggaraan pemerintahan di daerah
itu juga akan sangat terganggu,” kata Arya dalam diskusi daring, Minggu
(17/5).
Jalannya pemerintahan semakin terganggu, jika
satu daerah pemilihan memiliki dua petahana yang menjadi kandidat.
Menurut Arya, rakyat tentu menjadi pihak yang
dirugikan atas hal tersebut. Penyaluran bantuan sosial selama pandemi
berpotensi terhambat.
“Yang penting juga adalah mengenai
distribusi bantuan sosial. Saya melihat ini diperkirakan akan terganggu
distribusinya kalau petahana yang maju itu berasal dari kepala daerah yang
pecah kongsi. Misalnya kepala daerah dan wakilnya sama-sama maju,” ucap Arya.
Selain masalah roda pemerintahan, kata Arya,
terdapat unsur ketidakadilan andai Pilkada dipaksakan pada Desember 2020.
Pasalnya, kata dia, pelaksanaan Pilkada berlangsung ketika pandemi.
Menurut dia, tidak sedikit program-program yang telah diterbitkan
pemerintah daerah untuk membantu rakyat selama pandemi.
Menurut dia, kandidat petahana ialah pihak yang
diuntungkan secara politik dari program yang telah dibuat selama pandemi.
“Itu tentu menjadi kurang fair bagi
pendatang dan new comer karena mereka tidak punya akses kepada sumber-sumber
akses finansial tersebut,” beber dia.
Sebagai informasi,
berdasarkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun
2020 tentang penundaan Pilkada 2020, ditetapkan secara resmi waktu pemungutan
suara akan digelar 9 Desember 2020.