PROKALTENG.CO– Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy. Menegaskan bahwa sektor kelapa sawit akan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Pesan tersebut disampaikan dalam pembukaan The 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2026 Price Outlook di Nusa Dua, Bali.
Dalam pidatonya, Rachmat menekankan bahwa sawit bukan sekadar komoditas, melainkan fondasi strategis pembangunan nasional. “Kelapa sawit bukan hanya komoditas. Sawit adalah jembatan persahabatan, perdamaian, dan kemanusiaan,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi ketidakpastian global, tekanan perubahan iklim, dan kebutuhan pangan serta energi yang terus meningkat. Di tengah tantangan tersebut, Indonesia memilih untuk menempatkan sawit sebagai bagian dari solusi global.
“Kelapa sawit berkontribusi besar bagi ketahanan pangan dunia, energi terbarukan, dan kebutuhan sehari-hari miliaran orang,” kata Rachmat.
Menurutnya, keberhasilan Indonesia tidak hanya diukur dari besarnya produksi, tetapi dari kemampuan mengelola sawit secara bertanggung jawab, inklusif, dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi kompas moral pembangunan modern.
Indonesia berkomitmen memastikan pertumbuhan ekonomi tidak merusak alam dan tidak meninggalkan generasi mendatang.
Rachmat menyampaikan bahwa sawit telah menjadi pendorong utama pembangunan pedesaan, penyedia jutaan lapangan kerja, dan tulang punggung sektor hilir seperti biofuel, oleokimia, serta industri hijau. Peran strategis ini menjadikan kelapa sawit sebagai salah satu kekuatan besar dalam transformasi menuju ekonomi hijau.
“Kelapa sawit adalah contoh transformasi berkelanjutan. Sawit berkontribusi langsung pada SDGs dengan membuka lapangan kerja hijau, mengurangi kemiskinan, dan mendukung peralihan dari energi fosil,” ujarnya.
Di hadapan ratusan peserta dalam dan luar negeri, Rachmat juga menekankan bahwa pemerintah menempatkan petani kecil sebagai pusat agenda pembangunan sawit nasional. Menurutnya, keadilan bagi smallholders, pekerja kebun, dan keluarganya harus menjadi bagian dari narasi besar keberlanjutan sawit Indonesia.
“Keadilan dalam perdagangan global minyak sawit harus berarti keadilan bagi para petani kecil, pekerja, dan keluarganya,” tegasnya.
Dalam konteks itu, Bappenas mendorong penguatan reforma regulasi, percepatan peremajaan kebun rakyat, pembiayaan modernisasi petani, perluasan digital traceability, serta penguatan sertifikasi ISPO agar semakin kredibel di mata dunia. Seluruh langkah ini diarahkan untuk memastikan bahwa peningkatan produktivitas dapat dicapai tanpa mengorbankan lingkungan maupun kesejahteraan petani.
Rachmat juga menyoroti pentingnya hilirisasi, termasuk pengembangan sustainable aviation fuel (SAF) hingga material biodegradable bernilai tambah tinggi. Keduanya merupakan bagian dari strategi besar menuju ekonomi rendah karbon dan ketahanan energi nasional.
Selain aspek ekonomi, Menteri Bappenas menekankan bahwa fondasi tata kelola sawit Indonesia terinspirasi oleh filosofi kearifan lokal Bali, Tri Hita Karana, yakni harmoni antara manusia dengan Tuhan (Parahyangan), harmoni antarmanusia (Pawongan), dan harmoni dengan alam (Palemahan). Nilai ini dipandang relevan sebagai landasan global untuk membangun industri sawit yang inklusif, etis, dan berkeadilan.
“Biarlah pertemuan IPOC ini mengingatkan kita pada semangat Tri Hita Karana, harmoni antara manusia, alam, dan kesejahteraan,” ujar Rachmat.
Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa Indonesia tidak tinggal diam menghadapi diskriminasi, kampanye hitam, dan hambatan dagang terhadap sawit. Ia menyebut kemenangan Indonesia dalam sengketa sawit di WTO sebagai bukti bahwa sawit Indonesia memenuhi prinsip perdagangan dan keberlanjutan internasional.
“Ini menunjukkan bahwa keadilan dan fair play masih mungkin diperjuangkan ketika kita berdiri teguh dan berbicara berdasarkan bukti,” katanya.
Rachmat menutup sambutannya dengan ajakan kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan industri sawit dari pemerintah, pelaku usaha, smallholders, hingga mitra internasional. Menurutnya, kekuatan sawit Indonesia terletak pada kemampuannya menyatukan kerja sama global untuk kebaikan bersama.
“Bersama, kita dapat menjadikan kelapa sawit bukan sumber kontroversi, tetapi simbol kerja sama. Bukan pemecah belah, tetapi jembatan perdamaian dan pertumbuhan bersama,” ucapnya.(ind)
