PROKALTENG.CO – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya memberikan pelayanan publik yang berkualitas secara konsisten serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Prinsip-prinsip pelayanan publik yang dijalankan saat ini terus mengikuti tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat, sehingga semakin dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Kemenperin sendiri pernah memproritaskan kebijakan pelayanan publik berbasis digital yang disebut penerbitan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) pada tahun 2020. Hal ini bertujuan untuk memberikan izin kepada perusahaan industri sehingga dapat beroperasi di masa pembatasan kegiatan akibat Covid-19, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,” jelas Staf Ahli Menteri Bidang Bidang Iklim Usaha dan Investasi Andi Rizaldi saat membuka forum Bincang-Bincang Informasi dan Pelayanan Publik di Jakarta, Senin (13/2).
Menurutnya, penerbitan regulasi berbasis digital tersebut perlu diambil untuk mempertahankan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri. Hingga Juli 2022, Kemenperin telah menerbitkan 16.427 IOMKI yang berkontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi Indonesia. Hal ini nampak pada kinerja sektor industri manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 3,67% pada 2021 dan terus meningkat hingga 5,01% pada 2022.
Upaya Kemenperin untuk memberikan pelayanan publik terbaik berhasil membuahkan penghargaan-penghargaan yang diperoleh dari berbagai lembaga, antara lain predikat Pelayanan Prima dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara – Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang diperoleh Balai Besar Pencegahan Pencemaran Industri Semarang (BBPPI Semarang). Selanjutnya, kategori hijau atau tingkat kepatuhan tinggi untuk penilaian kepatuhan standar pelayanan dari Lembaga Ombudsman yang diperoleh Unit Pelayanan Publik (UPP) Kemenperin,
Selain itu, Kemenperin juga mendapatkan predikat informatif untuk penghargaan Keterbukaan Informasi Publik yang disampaikan oleh Komisi Informasi Pusat, serta penghargaan Penilaian Kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah berumur belasan tahun sehingga diperlukan undang-undang yang relevan dengan kebutuhan saat ini. Andi menyampaikan kepada jajaran Kemenperin yang mengikuti forum, bahwa dengan adanya informasi revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Kemenperin tentu harus mempersiapkan diri serta merancang perubahan regulasi maupun sistem kerja yang akan datang.
Forum Bincang-Bincang Informasi dan Pelayanan Publik diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian pada 13-14 Februari 2023, dihadiri oleh para kepala satuan kerja di lingkungan Kemenperin. “Menyadari pentingnya peran undang-undang tentang pelayanan publik, kami mengajak seluruh pimpinan unit kerja untuk secara konsisten memahami, mendalami dan melaksanakan amanat undang-undang tersebut dengan sebaik-baiknya,” pesannya.
Dalam forum tersebut, hadir beberapa narasumber yang membagikan informasi mengenai pelayanan publik kepada para peserta. Tenaga Ahli Kemenpan RB Benediktus Hestu Cipto Handoyo menyampaikan gagasan penyusunan rancangan Undang-undang (RUU) pelayanan publik di era teknologi informasi digital.
Menurutnya, saat ini hampir seluruh tatanan informasi memakai teknologi 4.0 sehingga transisi pelayanan publik yang mengarah kepada teknologi 4.0 sudah mulai terlihat, seperti halnya di Kemenperin. “Akan tetapi, undang-undangnya selalu ketinggalan, sehingga perlu mengejar penyusunan RUU karena pelaksanaan pelayanan publik membutuhkan landasan hukum,” jelas Benedictus.
Ia melanjutkan, ius constituendum (hukum yang dicita-citakan) RUU pelayanan publik mencakup tiga hal, yakni reformasi birokrasi, digital governance, dan pelayanan inklusif. Salah satu sasaran reformasi birokrasi adalah dapat melakukan pelayanan publik, pemanfaatan teknologi, dan dokumentasi di era modern, termasuk penyelenggaraan pemerintah. Sehingga terdapat kewajiban bagi penyelenggara pelayanan publik untuk memberikan pelayanan khusus kepada kelompok rentan dalam bentuk akses, akomodasi yang layak, unit kerja pelayanan khusus, pengawasan dan pembinaan, persamaan hak, dan perlindungan hukum.
Penyelenggara juga wajib menggunakan sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan berbagai teknologi maju lainnya dalam menyelenggarakan pelayanan publik, dengan tetap menjamin aksesibilitas bagi masyarakat yang terkendala dalam menggunakan teknologi. Selain itu, penyelenggara wajib menciptakan inovasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kinerja pelayanan publik, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Senada dengan pemaparan tersebut, Analis Kebijakan Madya Kemenpan RB Aris Samson menyampaikan bahwa perubahan UU pelayanan publik merupakan hal yang mendesak untuk segara dilakukan. Inisiatif bersama untuk menyusun perubahan tersebut datang dari Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pemerintah. “Substansi RUU akan diperkuat dari berbagai aspek, agar dapat mewujudkan pelayanan yang diharapkan masyarakat,” ujarnya.
Terkait penilaian penyelenggaraan pelayanan publik, Asisten Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Maulana Putra menjelaskan, penilaian merupakan salah satu upaya pencegahan maladministrasi dengan menilai kondisi penyelenggaraan pelayanan publik secara komprehensif. Dalam hal ini, Ombudsman merupakan pengawas eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sesuai Pasal 35 UU Nomor 25 Tahun 2009.
“Dimensi dan variabel yang dinilai atas penyelenggaraan pelayanan publik meliputi kompetensi penyelenggara dan sarana prasarana, standar pelayanan, persepsi maladministrasi, serta pengelolaan pengaduan,” jelasnya. (kemenperin.go.id)