27.3 C
Jakarta
Thursday, April 17, 2025

Kemendikbud Bakal Pangkas Birokrasi Kebudayaan

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
menyatakan, bahwa akan ada penyederhanaan dalam layanan urusan kebudayaan,
setelah terjadi perubahan struktur organisasi di Direktorat Jenderal
Kebudayaan.

Direktur Jenderal Kebudayaan,
Hilmar Farid, menjanjikan adanya penyederhanaan dalam layanan urusan kebudayaan
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Dengan adanya perubahan struktur
yang baru, proses (layanan) nya akan lebih ringkas,” ujar Hilmar dalam
keterangannya, Selasa (14/1).

Hilmar menjelaskan, perubahan
yang dimaksud mencakup pengelolaan hingga metode penyaluran. Sebagai contoh,
guru kesenian yang punya cabang kesenian tertentu di sekolahnya dan ingin
dipamerkan, dapat dilayani dengan cepat.

“Kalau sebelumnya merasa
dipingpong urusannya antara Direktorat Kesenian dan Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, nah, sekarang enggak lagi,” katanya.

Di sisi lain, Hilmar Farid
menegaskan bahwa layanan di bidang kebudayaan tetap berjalan seperti biasa.
Pendaftaran film, registrasi cagar budaya, pendaftaran warisan budaya, layanan
fasilitasi misalnya program kerja sama dengan komunitas akan terus berjalan
seperti biasa.

Baca Juga :  AWAS ! Menurunkan Masker ke Dagu Justru Bisa Transfer Virus

“Tidak ada yang berubah.
Layanannya masih tetap berjalan, websitenya tetap ON, bisa langsung dimasukkan
datanya untuk diproses.” tegasnya.

Selain itu, Hilmar juga
memastikan, tidak ada layanan yang ditinggalkan dengan adanya restrukturisasi
ini. Bahkan, layanan yang selama ini baik dan sifatnya memfasilitasi akan tetap
berjalan dan ditingkatkan (kualitasnya).

“Dalam bulan ini sedang kita
rapikan jadi kalau misalnya nanti bersurat sementara ini langsung suratnya ke
saya, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI nanti surat masuk akan diarahkan ke
petugas yang bertanggung jawab untuk itu,” tuturnya.

Pengamat Seni dan Budaya, Suhendi
Apriyanto menilai terjadinya perubahan struktur kebudayaan Kemndikbud, lantaran
adanya kelompok tertentu yang berusaha agar yang konvensional serta tradisional
dibiarkan musnah.

Hal ini dikatakannya, karena
Dirjen Kebudayaan yang semula diprediksi akan naik kelas menjadi Kementerian
Kebudayaan, kini dinilai justru menurun.

Baca Juga :  Presiden Minta Pengesahan 6 RUU Ini Ditunda

“Kami resah setelah hilangnya
Direktorat Kesenian, karena Direktorat tersebut tempat bernaung para pelaku
seni. Direktorat Kesenian selama ini memfasilitasi seluruh hal terkait seni
budaya di Indonesia. Begitu pula Direktorat Sejarah,” kata Suhendi.

Dengan adanya perubahan itu,
Suhendi menilai kebijakan Nadiem bertentangan dengan semangat para pelaku seni
dan budaya.

“Baiknya ditinjau ulang, karena
akan berdampak pada arah Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan,
pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah,” tegasnya.

Menurut Suhendi, apabila hal itu
dipaksakan bisa menjadi kontroversial sekaligus paradoksal. Pasalnya rumah
besar aktivitas yang di dalamnya ada dinamika estetika dalam bentuk bunyi,
rupa, gerak, sastra, dan ceritera, bernama kesenian.

“Jika rumah besar itu ditiadakan,
sama artinya aktivitas dan penanganan salah satu sub sektor kebudayaan menjadi
dilemahkan dan juga kemunduran bukan kemajuan,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
menyatakan, bahwa akan ada penyederhanaan dalam layanan urusan kebudayaan,
setelah terjadi perubahan struktur organisasi di Direktorat Jenderal
Kebudayaan.

Direktur Jenderal Kebudayaan,
Hilmar Farid, menjanjikan adanya penyederhanaan dalam layanan urusan kebudayaan
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

“Dengan adanya perubahan struktur
yang baru, proses (layanan) nya akan lebih ringkas,” ujar Hilmar dalam
keterangannya, Selasa (14/1).

Hilmar menjelaskan, perubahan
yang dimaksud mencakup pengelolaan hingga metode penyaluran. Sebagai contoh,
guru kesenian yang punya cabang kesenian tertentu di sekolahnya dan ingin
dipamerkan, dapat dilayani dengan cepat.

“Kalau sebelumnya merasa
dipingpong urusannya antara Direktorat Kesenian dan Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, nah, sekarang enggak lagi,” katanya.

Di sisi lain, Hilmar Farid
menegaskan bahwa layanan di bidang kebudayaan tetap berjalan seperti biasa.
Pendaftaran film, registrasi cagar budaya, pendaftaran warisan budaya, layanan
fasilitasi misalnya program kerja sama dengan komunitas akan terus berjalan
seperti biasa.

Baca Juga :  AWAS ! Menurunkan Masker ke Dagu Justru Bisa Transfer Virus

“Tidak ada yang berubah.
Layanannya masih tetap berjalan, websitenya tetap ON, bisa langsung dimasukkan
datanya untuk diproses.” tegasnya.

Selain itu, Hilmar juga
memastikan, tidak ada layanan yang ditinggalkan dengan adanya restrukturisasi
ini. Bahkan, layanan yang selama ini baik dan sifatnya memfasilitasi akan tetap
berjalan dan ditingkatkan (kualitasnya).

“Dalam bulan ini sedang kita
rapikan jadi kalau misalnya nanti bersurat sementara ini langsung suratnya ke
saya, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI nanti surat masuk akan diarahkan ke
petugas yang bertanggung jawab untuk itu,” tuturnya.

Pengamat Seni dan Budaya, Suhendi
Apriyanto menilai terjadinya perubahan struktur kebudayaan Kemndikbud, lantaran
adanya kelompok tertentu yang berusaha agar yang konvensional serta tradisional
dibiarkan musnah.

Hal ini dikatakannya, karena
Dirjen Kebudayaan yang semula diprediksi akan naik kelas menjadi Kementerian
Kebudayaan, kini dinilai justru menurun.

Baca Juga :  Presiden Minta Pengesahan 6 RUU Ini Ditunda

“Kami resah setelah hilangnya
Direktorat Kesenian, karena Direktorat tersebut tempat bernaung para pelaku
seni. Direktorat Kesenian selama ini memfasilitasi seluruh hal terkait seni
budaya di Indonesia. Begitu pula Direktorat Sejarah,” kata Suhendi.

Dengan adanya perubahan itu,
Suhendi menilai kebijakan Nadiem bertentangan dengan semangat para pelaku seni
dan budaya.

“Baiknya ditinjau ulang, karena
akan berdampak pada arah Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan,
pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah,” tegasnya.

Menurut Suhendi, apabila hal itu
dipaksakan bisa menjadi kontroversial sekaligus paradoksal. Pasalnya rumah
besar aktivitas yang di dalamnya ada dinamika estetika dalam bentuk bunyi,
rupa, gerak, sastra, dan ceritera, bernama kesenian.

“Jika rumah besar itu ditiadakan,
sama artinya aktivitas dan penanganan salah satu sub sektor kebudayaan menjadi
dilemahkan dan juga kemunduran bukan kemajuan,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru