32.7 C
Jakarta
Thursday, April 10, 2025

Menkes Usulkan Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Juga Untuk Kelas III Mandi

KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan telah diputuskan
seiring dengan terbitnya Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun,
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membuka ruang adanya keringanan.
Khususnya bagi peserta kelas III mandiri.

Terawan mengusulkan adanya subsidi iuran bagi peserta BPJS Kesehatan kelas
III mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU). Dengan demikian, meski
iuran dinaikkan, masyarakat tetap membayar Rp 25.500 per bulan. Sebab,
selisihnya disubsidi negara.

Sebagaimana diketahui, dalam perpres terkait tarif baru iuran BPJS
Kesehatan disebutkan, kenaikan akan berlaku mulai 1 Januari 2020. Untuk kelas
III, iuran naik menjadi Rp 42.000 per bulan dari sebelumnya Rp 25.500 per
bulan. Kemudian, iuran peserta kelas II naik menjadi Rp 110 ribu per bulan dan
kelas I naik menjadi Rp 160 ribu per bulan. Kenaikan tersebut berlaku bagi PBPU
dan peserta bukan pekerja.

Ditemui setelah mengikuti penyerahan gelar pahlawan nasional di Istana
Negara kemarin (8/11), Terawan irit berkomentar. Dia mengaku perlu road show ke
sejumlah kementerian terkait gagasannya memberikan subsidi iuran BPJS Kesehatan
bagi peserta kelas III mandiri. ”Ini aku mau ke Mensesneg,” katanya.

Mantan kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) itu
juga akan berkoordinasi lintas kementerian. Setelah berkoordinasi dengan
Mensesneg, dia membahasnya bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Terawan tidak bersedia memperkirakan kapan subsidi iuran itu diputuskan.
”Jangan kira-kira (kapan keputusan keluar, Red). Soal anggaran, nanti Menkeu,”
ucapnya. Dia hanya menegaskan bahwa masih ada peluang untuk memberikan subsidi
tersebut. Sebab, belum ada keputusan wacana ditolak atau diterima.

Terawan mengungkapkan, gagasan memberikan subsidi kepada peserta BPJS
Kesehatan kelas III mandiri tersebut dimunculkan semata-mata karena cinta
rakyat. Dia menegaskan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan polemik kenaikan
tarif iuran BPJS Kesehatan dengan solusi terbaik.

Baca Juga :  Ketidakpuasan Publik Kepada Jokowi Kian Meningkat,Ini Bidang Surveinya

Sebelumnya, dalam rapat kerja antara DPR dan Kemenkes, BPJS Kesehatan,
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), komisi IX meminta pemerintah mencari
solusi bagi peserta kelas III mandiri. Terawan merespons permintaan tersebut
dengan mengusulkan subsidi kepada Menko PMK Muhadjir Effendy sebesar Rp 3,9
triliun yang mencakup 19.914.743 peserta. ”Kami tinggal menindaklanjuti dari
Menko PMK, Mensos, dan Menkeu,” kata Terawan.

Ketika mendapat subsidi, peserta kelas III mandiri tetap membayar iuran Rp
25.500. Selisihnya, Rp 16.500, bersumber dari subsidi yang diusulkan Menkes
kepada Kemenko PMK. ”Harapan saya, usulan ini segera ditanggapi, tetap akan
saya kejar. Saya akan kerja keras. Itu komitmen kami,” ucap Terawan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan, keuangan negara
mampu untuk memberikan subsidi itu. Apalagi, jumlah peserta mandiri BPJS
Kesehatan kelas III sekitar 19 juta orang.

”Cukai rokok naik. Itu setahun Rp 170 triliun,” ungkapnya.

Dari cukai rokok saja, kata dia, defisit BPJS Kesehatan bisa ditutup.
Politikus PKB itu mengatakan, secara teknis belum ada paparan skema subsidi
diambil dari anggaran apa. Kalaupun tidak jadi ada subsidi, dia meminta peserta
BPJS Kesehatan kelas III mandiri dimasukkan saja sebagai PBI (penerima bantuan
iuran).

Legislator yang akrab disapa Ninik itu tidak khawatir peserta kelas II dan
I akan ikut minta disubsidi. Sebab, bagi dia, peserta kelas II dan I adalah
orang mampu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Menko PMK) Muhadjir Effendy mengisyaratkan bahwa pemerintah tidak bisa gegabah
soal usulan subsidi bagi peserta BPJS Kesehatan kelas III mandiri. Dia mengaku
telah menerima surat dari Menkes. Namun, tetap harus ada koordinasi
antarmenteri terkait.

”Karena kalau soal gitu, dana itu kan kaitannya dengan menteri keuangan.
Jadi, nanti kami bicarakan dulu,” ujar Muhadjir di sela-sela kunjungan ke lima
rumah sakit di Malang, Jawa Timur, kemarin. Intinya, menurut dia, belum ada
kesepakatan dan ketetapan apa pun.

Baca Juga :  Tiga Oknum Polisi Resmi Jadi Tersangka Penembak Laskar FPI

Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) itu menjelaskan, perlu
perhitungan detail soal usulan subsidi tersebut. Harus cermat dan tidak boleh
gegabah. Sebab, keputusannya menyangkut nasib orang dan jumlah dana yang harus
disiapkan jika jadi ada subsidi.

Dari perhitungan kasar, jika usulan tersebut diakomodasi, pemerintah butuh
sekitar Rp 4 triliun per tahun. Menurut dia, angka tersebut sangat besar.
Apalagi, saat ini BPJS Kesehatan masih mengalami defisit. ”Sekali lagi, ini
juga harus dibicarakan dengan kementerian. Nggak bisa klaim sepihak,” tegasnya.

Selain itu, lanjut dia, pembahasan iuran tersebut seharusnya berpegang pada
Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. ”Kalaupun ada diskresi, tunggu dulu. Kami
bicarakan lintas kementerian,” ungkapnya.

Dirut BPJS Fachmi Idris menambahkan, jika merujuk pada rapat gabungan di
DPR sebelumnya, penolakan DPR terhadap kenaikan iuran peserta kelas III mandiri
dilakukan bersyarat. Maksudnya, kenaikan akan di-ACC ketika syarat yang
diajukan dipenuhi. ”Syaratnya, sampai cleansing data selesai. Dan, kami
laporkan selesai. Tinggal finalisasi nanti di rapat tingkat menteri,” jelasnya.

Subsidi untuk peserta kelas III mandiri, lanjut dia, sebetulnya sudah
diberikan melalui iuran PBI yang dibayar pemerintah. Sebab, pada hitungan
aktuaria, kenaikan seharusnya mencapai Rp 110 ribuan. Sedangkan saat ini
pemerintah memutuskan Rp 42 ribu. ”(Usulan subsidi peserta mandiri, Red) harus
diputuskan di rapat tingkat menteri. Nanti tunggu hasilnya,” ungkap dia ketika
ditemui dalam kesempatan yang sama. (wan/lyn/mia/c10/fal/jpc/kpc)

KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan telah diputuskan
seiring dengan terbitnya Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun,
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membuka ruang adanya keringanan.
Khususnya bagi peserta kelas III mandiri.

Terawan mengusulkan adanya subsidi iuran bagi peserta BPJS Kesehatan kelas
III mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU). Dengan demikian, meski
iuran dinaikkan, masyarakat tetap membayar Rp 25.500 per bulan. Sebab,
selisihnya disubsidi negara.

Sebagaimana diketahui, dalam perpres terkait tarif baru iuran BPJS
Kesehatan disebutkan, kenaikan akan berlaku mulai 1 Januari 2020. Untuk kelas
III, iuran naik menjadi Rp 42.000 per bulan dari sebelumnya Rp 25.500 per
bulan. Kemudian, iuran peserta kelas II naik menjadi Rp 110 ribu per bulan dan
kelas I naik menjadi Rp 160 ribu per bulan. Kenaikan tersebut berlaku bagi PBPU
dan peserta bukan pekerja.

Ditemui setelah mengikuti penyerahan gelar pahlawan nasional di Istana
Negara kemarin (8/11), Terawan irit berkomentar. Dia mengaku perlu road show ke
sejumlah kementerian terkait gagasannya memberikan subsidi iuran BPJS Kesehatan
bagi peserta kelas III mandiri. ”Ini aku mau ke Mensesneg,” katanya.

Mantan kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) itu
juga akan berkoordinasi lintas kementerian. Setelah berkoordinasi dengan
Mensesneg, dia membahasnya bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Terawan tidak bersedia memperkirakan kapan subsidi iuran itu diputuskan.
”Jangan kira-kira (kapan keputusan keluar, Red). Soal anggaran, nanti Menkeu,”
ucapnya. Dia hanya menegaskan bahwa masih ada peluang untuk memberikan subsidi
tersebut. Sebab, belum ada keputusan wacana ditolak atau diterima.

Terawan mengungkapkan, gagasan memberikan subsidi kepada peserta BPJS
Kesehatan kelas III mandiri tersebut dimunculkan semata-mata karena cinta
rakyat. Dia menegaskan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan polemik kenaikan
tarif iuran BPJS Kesehatan dengan solusi terbaik.

Baca Juga :  Ketidakpuasan Publik Kepada Jokowi Kian Meningkat,Ini Bidang Surveinya

Sebelumnya, dalam rapat kerja antara DPR dan Kemenkes, BPJS Kesehatan,
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), komisi IX meminta pemerintah mencari
solusi bagi peserta kelas III mandiri. Terawan merespons permintaan tersebut
dengan mengusulkan subsidi kepada Menko PMK Muhadjir Effendy sebesar Rp 3,9
triliun yang mencakup 19.914.743 peserta. ”Kami tinggal menindaklanjuti dari
Menko PMK, Mensos, dan Menkeu,” kata Terawan.

Ketika mendapat subsidi, peserta kelas III mandiri tetap membayar iuran Rp
25.500. Selisihnya, Rp 16.500, bersumber dari subsidi yang diusulkan Menkes
kepada Kemenko PMK. ”Harapan saya, usulan ini segera ditanggapi, tetap akan
saya kejar. Saya akan kerja keras. Itu komitmen kami,” ucap Terawan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan, keuangan negara
mampu untuk memberikan subsidi itu. Apalagi, jumlah peserta mandiri BPJS
Kesehatan kelas III sekitar 19 juta orang.

”Cukai rokok naik. Itu setahun Rp 170 triliun,” ungkapnya.

Dari cukai rokok saja, kata dia, defisit BPJS Kesehatan bisa ditutup.
Politikus PKB itu mengatakan, secara teknis belum ada paparan skema subsidi
diambil dari anggaran apa. Kalaupun tidak jadi ada subsidi, dia meminta peserta
BPJS Kesehatan kelas III mandiri dimasukkan saja sebagai PBI (penerima bantuan
iuran).

Legislator yang akrab disapa Ninik itu tidak khawatir peserta kelas II dan
I akan ikut minta disubsidi. Sebab, bagi dia, peserta kelas II dan I adalah
orang mampu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Menko PMK) Muhadjir Effendy mengisyaratkan bahwa pemerintah tidak bisa gegabah
soal usulan subsidi bagi peserta BPJS Kesehatan kelas III mandiri. Dia mengaku
telah menerima surat dari Menkes. Namun, tetap harus ada koordinasi
antarmenteri terkait.

”Karena kalau soal gitu, dana itu kan kaitannya dengan menteri keuangan.
Jadi, nanti kami bicarakan dulu,” ujar Muhadjir di sela-sela kunjungan ke lima
rumah sakit di Malang, Jawa Timur, kemarin. Intinya, menurut dia, belum ada
kesepakatan dan ketetapan apa pun.

Baca Juga :  Tiga Oknum Polisi Resmi Jadi Tersangka Penembak Laskar FPI

Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) itu menjelaskan, perlu
perhitungan detail soal usulan subsidi tersebut. Harus cermat dan tidak boleh
gegabah. Sebab, keputusannya menyangkut nasib orang dan jumlah dana yang harus
disiapkan jika jadi ada subsidi.

Dari perhitungan kasar, jika usulan tersebut diakomodasi, pemerintah butuh
sekitar Rp 4 triliun per tahun. Menurut dia, angka tersebut sangat besar.
Apalagi, saat ini BPJS Kesehatan masih mengalami defisit. ”Sekali lagi, ini
juga harus dibicarakan dengan kementerian. Nggak bisa klaim sepihak,” tegasnya.

Selain itu, lanjut dia, pembahasan iuran tersebut seharusnya berpegang pada
Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. ”Kalaupun ada diskresi, tunggu dulu. Kami
bicarakan lintas kementerian,” ungkapnya.

Dirut BPJS Fachmi Idris menambahkan, jika merujuk pada rapat gabungan di
DPR sebelumnya, penolakan DPR terhadap kenaikan iuran peserta kelas III mandiri
dilakukan bersyarat. Maksudnya, kenaikan akan di-ACC ketika syarat yang
diajukan dipenuhi. ”Syaratnya, sampai cleansing data selesai. Dan, kami
laporkan selesai. Tinggal finalisasi nanti di rapat tingkat menteri,” jelasnya.

Subsidi untuk peserta kelas III mandiri, lanjut dia, sebetulnya sudah
diberikan melalui iuran PBI yang dibayar pemerintah. Sebab, pada hitungan
aktuaria, kenaikan seharusnya mencapai Rp 110 ribuan. Sedangkan saat ini
pemerintah memutuskan Rp 42 ribu. ”(Usulan subsidi peserta mandiri, Red) harus
diputuskan di rapat tingkat menteri. Nanti tunggu hasilnya,” ungkap dia ketika
ditemui dalam kesempatan yang sama. (wan/lyn/mia/c10/fal/jpc/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru