25.4 C
Jakarta
Wednesday, December 4, 2024

6 Pahlawan Nasional: Ada Tokoh Kemerdekaan dan Emansipasi Perempuan

Presiden Jokowi menyerahkan enam gelar pahlawan nasional di
Istana Negara kemarin (8/11). Penerimanya, antara lain, almarhumah Ruhana
Kuddus dari Sumatera Barat, almarhum Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa
Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara, dan almarhum Prof Dr M. Sardjito dari
Jogjakarta.

Gelar pahlawan nasional juga disematkan kepada almarhum Prof KH
Abdul Kahar Mudzakkir dari Provinsi Jogjakarta, almarhum A.A. Maramis dari
Provinsi Sulawesi Utara, dan almarhum KH Masjkur dari Jawa Timur. Setelah
memimpin upacara penyerahan gelar pahlawan nasional yang diadakan untuk
memperingati Hari Pahlawan itu, Jokowi dengan didampingi Wapres Ma’ruf Amin
memberikan ucapan selamat kepada ahli waris masing-masing.

Mia Anisa, cucu KH Masjkur, bersyukur atas gelar pahlawan
nasional tersebut. Dia mengatakan, usulan untuk mendapatkan gelar pahlawan
nasional tersebut tidak berasal dari keluarga besarnya. Dia menduga usulan itu
berasal dari komunitas atau yayasan yang didirikan oleh kakeknya.

Mia mengatakan bahwa dirinya memiliki banyak kenangan dengan
sang kakek. Ketika kakeknya meninggal pada 1992, Mia masih kuliah. ”Sebetulnya,
eyang tidak terlalu banyak bicara. Lebih banyak diam,” jelasnya.

Baca Juga :  Catat! Belum Punya NIK, tetap Bisa Dapat Vaksin, Ini Caranya

Masjkur adalah pelaku sejarah Indonesia dari masa penjajahan
Jepang sampai Orde Baru. Dia berperan dalam mempersiapkan, mempertahankan,
hingga mengisi kemerdekaan. Masjkur juga dinilai tidak memiliki cacat moral
maupun politik hingga wafat pada 18 Desember 1992.

Profil Ruhana Kuddus tak kalah menarik. Dia adalah wartawan perempuan pertama yang
memperoleh gelar pahlawan nasional. Oleh tim pemberian gelar pahlawan nasional,
Ruhana dianggap memenuhi kriteria kepeloporan, keteladanan, kejuangan, dan
kepahlawanan.

Ruhana dianggap sebagai tokoh emansipasi perempuan dalam
semangat pergerakan nasional. Ruhana pernah menjadi pemimpin redaksi
koran Soenting Melajoe. Kemudian, menjadi koresponden tetap koran
Dagblad. Di luar aktivitas jurnalistiknya, Ruhana mendirikan sekolah di Bukittinggi.
Namanya Roehana School.

Enam nama tersebut terpilih dari 20 nama yang diajukan oleh
Kementerian Sosial (Kemensos). ”Selebihnya, hal ini merupakan kewenangan Dewan
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dan atas persetujuan Presiden Joko
Widodo dalam menetapkan nama-nama pahlawan nasional,” tutur Menteri Sosial
(Mensos) Juliari Batubara.

Mensos menjelaskan, dalam pencalonan nama pahlawan, masyarakat
bisa mengusulkan kepada bupati/wali kota. Kemudian, usulan itu diteruskan
kepada gubernur melalui instansi sosial provinsi setempat.

Baca Juga :  Tak Punya KTP Asli, Daftar CPNS 2019 Boleh Pakai Suket

Usulan tersebut selanjutnya diperiksa tim peneliti dan pengkaji
gelar daerah (TP2GD). Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Setelah TP2GD memberikan pertimbangan dan menyatakan lolos sosok
yang diusulkan, lanjut dia, gubernur dapat merekomendasikan calon pahlawan
tersebut kepada menteri sosial melalui Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan,
Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial. Pada tahap itu, akan dilakukan verifikasi
kelengkapan administrasinya.

Apabila memenuhi kriteria, calon pahlawan tersebut akan Mensos
ajukan kepada presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
”Diajukan untuk mendapatkan persetujuan penganugerahan gelar pahlawan nasional
sekaligus tanda kehormatan lainnya,” paparnya.

Sementara itu, terkait dengan peringatan Hari Pahlawan tahun
ini, Mensos mengajak anak bangsa untuk berinovasi menjadi pahlawan masa kini.
Dia menyatakan, bentuk kepahlawanan itu bisa dibuktikan melalui berbagai hal.
Bukan hanya prestasi yang bisa mengharumkan nama bangsa, tapi juga kesuksesan
menjaga persatuan tanpa terprovokasi hoaks.(jpc)

 

 

Presiden Jokowi menyerahkan enam gelar pahlawan nasional di
Istana Negara kemarin (8/11). Penerimanya, antara lain, almarhumah Ruhana
Kuddus dari Sumatera Barat, almarhum Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa
Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara, dan almarhum Prof Dr M. Sardjito dari
Jogjakarta.

Gelar pahlawan nasional juga disematkan kepada almarhum Prof KH
Abdul Kahar Mudzakkir dari Provinsi Jogjakarta, almarhum A.A. Maramis dari
Provinsi Sulawesi Utara, dan almarhum KH Masjkur dari Jawa Timur. Setelah
memimpin upacara penyerahan gelar pahlawan nasional yang diadakan untuk
memperingati Hari Pahlawan itu, Jokowi dengan didampingi Wapres Ma’ruf Amin
memberikan ucapan selamat kepada ahli waris masing-masing.

Mia Anisa, cucu KH Masjkur, bersyukur atas gelar pahlawan
nasional tersebut. Dia mengatakan, usulan untuk mendapatkan gelar pahlawan
nasional tersebut tidak berasal dari keluarga besarnya. Dia menduga usulan itu
berasal dari komunitas atau yayasan yang didirikan oleh kakeknya.

Mia mengatakan bahwa dirinya memiliki banyak kenangan dengan
sang kakek. Ketika kakeknya meninggal pada 1992, Mia masih kuliah. ”Sebetulnya,
eyang tidak terlalu banyak bicara. Lebih banyak diam,” jelasnya.

Baca Juga :  Catat! Belum Punya NIK, tetap Bisa Dapat Vaksin, Ini Caranya

Masjkur adalah pelaku sejarah Indonesia dari masa penjajahan
Jepang sampai Orde Baru. Dia berperan dalam mempersiapkan, mempertahankan,
hingga mengisi kemerdekaan. Masjkur juga dinilai tidak memiliki cacat moral
maupun politik hingga wafat pada 18 Desember 1992.

Profil Ruhana Kuddus tak kalah menarik. Dia adalah wartawan perempuan pertama yang
memperoleh gelar pahlawan nasional. Oleh tim pemberian gelar pahlawan nasional,
Ruhana dianggap memenuhi kriteria kepeloporan, keteladanan, kejuangan, dan
kepahlawanan.

Ruhana dianggap sebagai tokoh emansipasi perempuan dalam
semangat pergerakan nasional. Ruhana pernah menjadi pemimpin redaksi
koran Soenting Melajoe. Kemudian, menjadi koresponden tetap koran
Dagblad. Di luar aktivitas jurnalistiknya, Ruhana mendirikan sekolah di Bukittinggi.
Namanya Roehana School.

Enam nama tersebut terpilih dari 20 nama yang diajukan oleh
Kementerian Sosial (Kemensos). ”Selebihnya, hal ini merupakan kewenangan Dewan
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dan atas persetujuan Presiden Joko
Widodo dalam menetapkan nama-nama pahlawan nasional,” tutur Menteri Sosial
(Mensos) Juliari Batubara.

Mensos menjelaskan, dalam pencalonan nama pahlawan, masyarakat
bisa mengusulkan kepada bupati/wali kota. Kemudian, usulan itu diteruskan
kepada gubernur melalui instansi sosial provinsi setempat.

Baca Juga :  Tak Punya KTP Asli, Daftar CPNS 2019 Boleh Pakai Suket

Usulan tersebut selanjutnya diperiksa tim peneliti dan pengkaji
gelar daerah (TP2GD). Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Setelah TP2GD memberikan pertimbangan dan menyatakan lolos sosok
yang diusulkan, lanjut dia, gubernur dapat merekomendasikan calon pahlawan
tersebut kepada menteri sosial melalui Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan,
Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial. Pada tahap itu, akan dilakukan verifikasi
kelengkapan administrasinya.

Apabila memenuhi kriteria, calon pahlawan tersebut akan Mensos
ajukan kepada presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
”Diajukan untuk mendapatkan persetujuan penganugerahan gelar pahlawan nasional
sekaligus tanda kehormatan lainnya,” paparnya.

Sementara itu, terkait dengan peringatan Hari Pahlawan tahun
ini, Mensos mengajak anak bangsa untuk berinovasi menjadi pahlawan masa kini.
Dia menyatakan, bentuk kepahlawanan itu bisa dibuktikan melalui berbagai hal.
Bukan hanya prestasi yang bisa mengharumkan nama bangsa, tapi juga kesuksesan
menjaga persatuan tanpa terprovokasi hoaks.(jpc)

 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru