Ekspor manggis ke sejumlah negara terus berjalan. Buah tropis
eksotik yang dikenal sebagai The Queen of Fruits tersebut banyak diminati pasar
luar negeri karena diakui memiliki banyak manfaat. Selain daging buahnya segar,
ekstraksi kulit manggis banyak menjadi bahan baku industri farmasi dan kosmetik
di negara tujuan ekspor. Negara empat musim seperti Tiongkok dan Eropa menjadi
salah satu destinasi favorit ekspor buah-buahan tropis termasuk manggis.
“Kita kembali ekspor manggis via Pelabuhan Tanjung Priok dan
Bandara Internasional Minangkabau, melanjutkan rangkaian ekspor manggis
sebelumnya. Pekan pertama September ini diberangkatkan 80 ton oleh PT Bumi Alam
Sumatera melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan sekitar 6,5 ton diberangkatkan
dari Bandara Internasional Minangkabau oleh PT Buah Segar,†ujar Direktur Buah
dan Florikultura, Liferdi Lukman, saat berada di Padang, Minggu (8/9).
Liferdi menyebutkan tujuan ekspornya adalah Tiongkok. Manggis
tersebut berasal dari Pasaman, Agam, Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Sebagian
lagi ada yang dari Penyabungan atau Mandailing Natal Sumatera Utara. “Sejak
Januari hingga awal September 2019 ini, kedua eksportir tersebut sudah
mengekspor 3 ribu ton lebih manggis,†tambah Liferdi.
Menurutnya, seiring peningkatan dan dinamika ekspor, Direktorat
Jenderal Hortikultura akan membentuk kawasan manggis. Selama ini lahan buah
cenderung spot-spot menyebar sehingga menyebabkan kontinuitas dan volume
pasokan tidak stabil.
“Sudah saatnya pengembangan kawasan buah berorientasi ekspor
termasuk manggis berkembang dengan pendekatan korporasi. Luas kawasannya harus
memenuhi skala ekonomi, lengkap dengan kelembagaan usahatani dan perangkat hulu
hilirnya,†ujar Liferdi. “Tentu ini perlu melibatkan beberapa instansi dan K/L
terkait, kami tidak bisa sendirian,†imbuhnya.
Direktur PT. Bumi Alam Sumatera, Bayu Veski mengaku sangat
antusias dan senang dengan komitmen Kementan mendorong ekspor manggis. Menurut
Bayu, saat ini kebun manggis milik kelompok tani yang memasoknya sudah banyak
yang mengantongi sertifikat registrasi kebun GAP (Good Agricultural Practices)
dari dinas pertanian setempat.
“Serifikat GAP tersebut ternyata sangat bermanfaat karena produk
manggis petani jadi mudah dipasarkan terutama untuk ekspor,†tambah Bayu.
Bayu menyebutkan harga juga bagus, di kisaran Rp 18 – 21 ribu
per kg. Dirinya meyakini apabila harga terus stabil, petani tentu akan lebih
bersemangat lagi merawat kebunnya.
Data BPS mencatat terjadi kenaikan nilai ekspor manggis
sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai USD 32,3 ribu atau naik 58,7 persen
dibanding periode sama tahun sebelumnya yang hanya USD 20,4 ribu. Volume ekspor
manggis segar sepanjang 2018 sebanyak 38,8 ribu ton, melonjak 324 persen
dibanding 2017 yang hanya 29,7 ribu ton.
Rata-rata ekspor manggis mencapai 3.200 ton setiap bulan berasal
dari sentra-sentra utama seperti Agam, Pasaman, Limapuluh kota, Subang,
Sukabumi dan sebagainya. Manggis banyak diminati Hongkong, Tiongkok, Australia,
Malaysia, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Perancis, Belanda dan negara-negara di
Timur Tengah serta Eropa lainnya.(jpg)