JAKARTA – Hasil investigasi Polri dalam mengungkap tewasnya dua
mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra),
saat demo di depan Gedung DPRD Sultra mulai terkuak. Rupanya dalam pengamanan
demo pada Kamis (26/9) itu, ada beberapa anggota kepolisian yang membawa
senjata api berpeluru tajam.
Kepala Biro Provost Divisi Propam
Mabes Polri Brigjen Pol Hendro Pandowo mengatakan dalam kasus meninggalnya
Randi (21), mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan di Fakultas Perikanan dan
Perairan UHO, pihaknya telah menemukan dugaan pelaku. Namun, untuk menetapkan
tersangka penembakan, tim masih terus melakukan penyelidikan.
“Berdasarkan hasil penyelidikan
tim gabungan dari institusi dan pihak-pihak terkait, kami mengungkap ada enam
aparat pengamanan yang bawa senjata api di lokasi,†katanya di Polda Sultra,
Kamis (3/10).
Keenam personel Polri telah
mengabaikan instruksi Kapolri yang melarang membawa senjata api saat tugas
pengamanan unjuk rasa. Atas ketidakpatuhan itu, mereka sedang diperiksa
intensif di Propam Mabes Polri.
“Saat ini statusnya menjadi
terperiksa ya, karena saat pelaksanaan unjuk rasa mereka membawa senjata,†kata
Hendro.
Diterangkan Hendro, sesuai
instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian anggota yang mendapat tugas
mengamankan aksi unjuk rasa dilarang membawa senjata api. Untuk itu, pihaknya
pun perlu memastikan keenamnya itu masuk dalam tugas pengamanan tidak.
“Kita akan terus dalami ini,
apakah memang keenamnya ini masuk sprinnya (surat perintah) untuk pengamanan
aksi unjuk rasa apa tidak,†ujar Jenderal polisi bintang satu tersebut.
Hendro menyebut, keenam anggota
Polri itu berasal dari jajaran Polda Sulawesi Tengah dan Polres Kendari. Mereka
berinisial DK, GM, MI, MA, H, dan E. Mereka ini terdiri, dari lima Bintara dan
satu perwira dari satuan reserse yang kebetulan selalu melekat senjata api di
tubuhnya.
“Tapi sesuai instruksi (membawa
senpi) tidak ada, makanya ini yang kita dalami kenapa senjata api itu dibawa
saat pengamanan unjuk rasa di DPRD Sultra. Senjata apinya itu laras pendek
polisi jenis SNW dan HS,†ungkap Hendro.
Hendro menegaskan, keenam anggota
polri ini dipastikan menjalani proses persidangan, setelah pihaknya selesai
melakukan proses pemberkasan. Hal ini, penting demi kepastian informasi kepada
publik tentang kasus pelanggaran disiplin keenam anggota Polri tersebut.
“Ini penting disampaikan, tentang
bagaimana kasus pelanggaran disiplin anggota Polri dalam tugas dan wewenang
Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Meskipun investigasi dugaan terjadinya
tindak pidana maupun pelanggaran disiplin menjadi kewenangan Kepolisian,â€
terangnya.
“Namun, kita perlu sampaikam demi
akuntabilitas penanganan kasus unjuk rasa di Kendari yang menyebabkan dua
mahasiswa meninggal dunia ini. Kami libatkan pihak eksternal, yakni Komnas HAM,
Ombudsman dan pihak kampus,†pungkasnya.
Sebelumnya, Tim Investigasi Polri
juga telah menelusuri perkara ini dengan melakukan olah TKP di lokasi
penembakan mahasiswa UHO. Selin itu memeriksa senjata petugas saat pengamanan
demo mahasiswa.
Hasil olah TKP di Jalan Abdullah
Silondae, Kendari itu, polisi pun menemukan tiga buah selongsong peluru di
saluran drainase di depan kantor Disnakertrans Sultra, Sabtu (28/9).
Karopenmas Divisi Humas Polri
Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyebutkan, dalam pemeriksaan tim Investigas Polri
menarik senjata api dari anggota yang diperiksa.
Terpisah, Kepala Ombudsman RI
Perwakilan Sultra Mastri Susilo mengungkapkan, tiga proyektil yang ditemukan
saat olah TKP itu berada di lokasi berbeda. Satu proyektil ditemukan di sebuah
gerobak pedagang di kawasan Jalan Abdullah Silondae.
Kemudian, ada juga ditemukan di
paha seorang wanita hamil bernama Putri yang jadi korban peluru nyasar.
“Satunya itu belum kita ketahui,
tapi yang jelas selama tiga hari olah TKP sudah ada tiga proyektil yang
didapatkan, dan tiga selongsong,†ujar Mastri kepada wartawan.
Terkait anggota polisi yang
diperiksa dan ditarik senjata apinya, diakui Mastri, mereka semua itu masih
dalam proses pemeriksaan, dan mendapatkan sanksi dilarang keluar area Polda
Sultra.
“Tidak ditahan di ruang tahanan,
hanya tidak diperbolehkan keluar area Polda Sultra,†ucapnya. (mhf/gw/fin/kpc)