26.7 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

Jual Beli Data Kependudukan Terbongkar, Begini Modusnya!

JAKARTA – Pemilik akun Twitter @hendralm yang
berjasa membongkar modus penjualan data kependudukan, seperti KTP elektronik,
data Kartu Keluarga (KK), dan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) di grup
Facebook bernama Dream Market Official bertemu Direktur Jenderal Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri)
Zudan Arif Fakrulloh, di Pusdiklat Kepemimpinan LAN RI, Pejompongan, Jakarta
Pusat, kemarin (2/8).

Dalam kesempatan itu, pemilik akun yang bernama Samuel Christian,
sehari-harinya bernama Hendra Hendrawan itu mengaku bahwa data kependudukan
KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari Pemerintah, yakni Ditjen Dukcapil
Kemendagri.

Ia menjelaskan, modus pencurian data pribadi oleh si pemulung data.
Pertama, pelaku membuat akun di situs jual beli. Sebagai pembeli pelaku
berpura-pura memverifikasi dengan minta foto selfie si pemilik barang lengkap
memegang KTP-el. Si pelaku juga mengirim foto selfie, tapi yang dipakai adalah
data milik orang lain.

Kedua, membuka lowongan kerja di situs jual-beli dengan mensyaratkan data
KTP-el dan KK, dan ketiga melalui penawaran pinjaman dana dengan syarat data
KTP-el. “Bahkan, ada yang mendatangi langsung masyarakat di kampung-kampung
memberikan sembako dengan imbalan foto KTP-el dan KK,” ungkap Hendra.

Sebelumnya, akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual beli
data KK dan NIK. Informasi ini diunggah pemilik pada Jumat (26/7) lalu. Hendra
mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun
di media sosial. “Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan
parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila gila gila, tulis Hendra
dalam unggahannya.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menilai Hendra telah berjasa membuka
adanya masalah jual beli data kependudukan itu. Ia mengaku sangat berterima
kasih kepada Hendra yang sempat stres karena mengira dirinyalah yang dilaporkan
ke kepolisian oleh Kemendagri, seperti ramai diberitakan.

Baca Juga :  Cegah Stunting dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

Padahal Zudan telah mengklarifikasi bahwa pihaknya tak pernah dan tak
berniat melaporkan pemilik Hendra ke kepolisian terkait unggahannya soal jual
beli data penduduk di Medsos. Zudan menyampaikan dirinya hanya melaporkan
peristiwa dugaan sindikat jual beli data pribadi ke kepolisian.

“Saya sampaikan bahwa kami dari Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian
Dalam Negeri melaporkan adanya peristiwa jual beli data kependudukan, tidak
melaporkan Mas Hendra, tidak melaporkan pihak lain,” kata Zudan seraya
mengatakan laporan itu sudah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri dan sudah teregistrasi
pada Selasa (30/7).

Menurut Zudan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu,
Hendra menjelaskan mengenai modus jual beli data kependudukan yang terjadi di
salah satu grup Facebook. “Jadi Mas Hendra ini mengunggah adanya jual beli data
nomor telepon, NIK dan nomor KK, data kependudukan,” kata Zudan.

“Tadi saya sudah mendapat banyak informasi dari Mas Hendra menjelaskan
bagaimana cara jual beli di dalam grup Facebook itu,” tutur dia. Hendra sendiri
mengaku bahwa data kependudukan KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari
Pemerintah, yakni Ditjen Dukcapil Kemendagri.

Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mendukung adanya penguatan
keamanan data pribadi warga negara, yaitu dengan dibuatnya regulasi yang
mengatur agar seorang merahasiakan data pribadi orang lain. “Saya mendorong
melahirkan UU Keamanan Data Pribadi, jadi siapapun yang menerima kopi dari data
seorang, dia harus menyimpannya dan tidak boleh dibuang begitu saja ketika selesai,”
kata Amali di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Baca Juga :  Lelang Jabatan Ganjar Layak jadi Rujukan Nasional

Amali mengatakan Komisi II DPR sudah mengkomunikasikan dengan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri), dan benar-benar telah dijamin kerahasiaannya.

Namun menurut dia, kebocoran data pribadi itu terkadang dari masing-masing
diri sendiri, misalnya berurusan dengan satu kepentingan yang mengharuskan
menyerahkan fotokopi KTP Elektronik. “Semua orang yang berurusan dengan
instansi pasti akan mengumpulkan, setelah digunakan akan tercecer karena
dianggap sudah tidak guna lagi,” ujarnya.

Karena itu menurut dia tidak mengherankan ketika banyak data pribadi yang
tercecer di mana-mana lalu dikumpulkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab
untuk tujuan kriminal.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan dalam UU Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sudah dijelaskan bahwa seluruh
warga negara wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. “Kemudian atas kewajibannya
itu, pasal selanjutnya negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari
kartu tanda penduduk seseorang,” katanya.

Menurut dia dibukanya akses data pribadi di semua level berdasarkan
keputusan menteri dan UU namun tidak untuk badan hukum. Herman menilai jangan
sampai data pribadi masyarakat tiba-tiba ada di lembaga yang tidak ada hubungan
langsung, berbeda ketika masyarakat berurusan dengan sebuah bank yang
membutuhkan KTP-E sebagai dasar atas keabsahan domisili dan identitasnya.

Menurut dia, hal itu akan bermasalah kalau secara kolektif data itu diakses
tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat dan aksesnya terbatas pada
kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan oleh institusi negara atau badan hukum
Indonesia yang membutuhkan verifikasi. (ful/fin/kpc)

JAKARTA – Pemilik akun Twitter @hendralm yang
berjasa membongkar modus penjualan data kependudukan, seperti KTP elektronik,
data Kartu Keluarga (KK), dan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) di grup
Facebook bernama Dream Market Official bertemu Direktur Jenderal Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri)
Zudan Arif Fakrulloh, di Pusdiklat Kepemimpinan LAN RI, Pejompongan, Jakarta
Pusat, kemarin (2/8).

Dalam kesempatan itu, pemilik akun yang bernama Samuel Christian,
sehari-harinya bernama Hendra Hendrawan itu mengaku bahwa data kependudukan
KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari Pemerintah, yakni Ditjen Dukcapil
Kemendagri.

Ia menjelaskan, modus pencurian data pribadi oleh si pemulung data.
Pertama, pelaku membuat akun di situs jual beli. Sebagai pembeli pelaku
berpura-pura memverifikasi dengan minta foto selfie si pemilik barang lengkap
memegang KTP-el. Si pelaku juga mengirim foto selfie, tapi yang dipakai adalah
data milik orang lain.

Kedua, membuka lowongan kerja di situs jual-beli dengan mensyaratkan data
KTP-el dan KK, dan ketiga melalui penawaran pinjaman dana dengan syarat data
KTP-el. “Bahkan, ada yang mendatangi langsung masyarakat di kampung-kampung
memberikan sembako dengan imbalan foto KTP-el dan KK,” ungkap Hendra.

Sebelumnya, akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual beli
data KK dan NIK. Informasi ini diunggah pemilik pada Jumat (26/7) lalu. Hendra
mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun
di media sosial. “Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK + KK. Dan
parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila gila gila, tulis Hendra
dalam unggahannya.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menilai Hendra telah berjasa membuka
adanya masalah jual beli data kependudukan itu. Ia mengaku sangat berterima
kasih kepada Hendra yang sempat stres karena mengira dirinyalah yang dilaporkan
ke kepolisian oleh Kemendagri, seperti ramai diberitakan.

Baca Juga :  Cegah Stunting dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

Padahal Zudan telah mengklarifikasi bahwa pihaknya tak pernah dan tak
berniat melaporkan pemilik Hendra ke kepolisian terkait unggahannya soal jual
beli data penduduk di Medsos. Zudan menyampaikan dirinya hanya melaporkan
peristiwa dugaan sindikat jual beli data pribadi ke kepolisian.

“Saya sampaikan bahwa kami dari Direktorat Jenderal Dukcapil Kementerian
Dalam Negeri melaporkan adanya peristiwa jual beli data kependudukan, tidak
melaporkan Mas Hendra, tidak melaporkan pihak lain,” kata Zudan seraya
mengatakan laporan itu sudah dilayangkan ke Bareskrim Mabes Polri dan sudah teregistrasi
pada Selasa (30/7).

Menurut Zudan, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu,
Hendra menjelaskan mengenai modus jual beli data kependudukan yang terjadi di
salah satu grup Facebook. “Jadi Mas Hendra ini mengunggah adanya jual beli data
nomor telepon, NIK dan nomor KK, data kependudukan,” kata Zudan.

“Tadi saya sudah mendapat banyak informasi dari Mas Hendra menjelaskan
bagaimana cara jual beli di dalam grup Facebook itu,” tutur dia. Hendra sendiri
mengaku bahwa data kependudukan KTP-el, NIK dan KK tidak berasal dari
Pemerintah, yakni Ditjen Dukcapil Kemendagri.

Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali mendukung adanya penguatan
keamanan data pribadi warga negara, yaitu dengan dibuatnya regulasi yang
mengatur agar seorang merahasiakan data pribadi orang lain. “Saya mendorong
melahirkan UU Keamanan Data Pribadi, jadi siapapun yang menerima kopi dari data
seorang, dia harus menyimpannya dan tidak boleh dibuang begitu saja ketika selesai,”
kata Amali di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.

Baca Juga :  Lelang Jabatan Ganjar Layak jadi Rujukan Nasional

Amali mengatakan Komisi II DPR sudah mengkomunikasikan dengan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri), dan benar-benar telah dijamin kerahasiaannya.

Namun menurut dia, kebocoran data pribadi itu terkadang dari masing-masing
diri sendiri, misalnya berurusan dengan satu kepentingan yang mengharuskan
menyerahkan fotokopi KTP Elektronik. “Semua orang yang berurusan dengan
instansi pasti akan mengumpulkan, setelah digunakan akan tercecer karena
dianggap sudah tidak guna lagi,” ujarnya.

Karena itu menurut dia tidak mengherankan ketika banyak data pribadi yang
tercecer di mana-mana lalu dikumpulkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab
untuk tujuan kriminal.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan dalam UU Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan sudah dijelaskan bahwa seluruh
warga negara wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk. “Kemudian atas kewajibannya
itu, pasal selanjutnya negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari
kartu tanda penduduk seseorang,” katanya.

Menurut dia dibukanya akses data pribadi di semua level berdasarkan
keputusan menteri dan UU namun tidak untuk badan hukum. Herman menilai jangan
sampai data pribadi masyarakat tiba-tiba ada di lembaga yang tidak ada hubungan
langsung, berbeda ketika masyarakat berurusan dengan sebuah bank yang
membutuhkan KTP-E sebagai dasar atas keabsahan domisili dan identitasnya.

Menurut dia, hal itu akan bermasalah kalau secara kolektif data itu diakses
tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat dan aksesnya terbatas pada
kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan oleh institusi negara atau badan hukum
Indonesia yang membutuhkan verifikasi. (ful/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru