KALTENGPOS.CO – Pandemi COVID-19 belum lagi mereda, kini menyusul
ancaman wabah penyakit baru. Yaitu flu babi (swine flu).
Pemerintah mewaspadai penularan
flu babi yang berpotensi menular dari hewan ke manusia. Pemerintah terus
melakukan surveilans untuk mendeteksi setiap kemungkinan yang dapat terjadi.
Direktur Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia
Tarmizi mengatakan pemerintah mewaspadai kemungkinan serangan flu babi pada
manusia. Pihaknya pun kini terus melakukan surveilans untuk mendeteksi hal
tersebut.
“Jadi surveilans kita masih jalan
untuk memantau kemungkinan mengenai hal itu. Untuk mendeteksi kemungkinan kasus
pada orang atau petugas, pekerja yang bekerja di peternakan (peternakan babi).
Meski sebenarnya itu ranahnya Kementerian Pertanian (Kementan),†katanya, Kamis
(2/7).
Dijelaskan Nadia upaya tersebut
dilakukan sebagai respons laporan ilmuwan China tentang virus baru Flu Babi
(Swine Flu) G4 EA H1N1 yang dikabarkan berpotensi menular dari hewan ke manusia
(zoonosis).
Meski demikian, menurtutnya,
hingga saat ini, pihaknya belum menemukan potensi serangan flu babi galur baru
tersebut, baik pada hewan maupun potensi penularannya dari hewan ke manusia.
Sementara itu, Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian saat ini telah
meningkatkan pengawasan di pintu masuk lalu lintas hewan dan produk yang
mempunyai potensi risiko membawa penyakit ini.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan I Ketut Diarmita menjelaskan para petugas karantina meningkatkan
pengawasannya sebagai bentuk waspada dan antisipasi terhadap temuan virus baru
flu babi atau swine flu G4 EA H1N1 yang dipublikasi oleh ilmuwan China
baru-baru ini.
“Pengawasan sistematis
terhadap virus influenza pada babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan
munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana
kontingensinya juga,” kata Ketut di Jakarta, Kamis (2/7).
Seperti diberitakan bahwa ada
temuan galur baru virus influenza H1N1 pada babi di Tiongkok yang dianggap para
ahli mempunyai potensi menulari manusia dan menimbulkan pandemi di masa yang
akan datang.
Ketut menjelaskan bahwa pihaknya
juga akan terus memperkuat kapasitas deteksi laboratorium kesehatan hewan di
Indonesia, serta meminta jejaring laboratorium tersebut untuk melakukan
surveilans untuk deteksi dini penyakit dimaksud.
Menurut dia, temuan virus flu
babi ini juga sempat membuat masyarakat bingung, karena menganggap flu babi
sama dengan demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
Ketut menegaskan bahwa flu babi
dan demam babi Afrika adalah dua penyakit yang berbeda. “Kasus penyakit
pada babi yang ada di Indonesia pada saat ini adalah ASF dan bukan flu
babi,” kata dia.
Ketut memaparkan penyakit flu
babi yang dilaporkan oleh ilmuwan Tiongkok adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus infulenza H1N1 galur baru dan berpotensi menular dari hewan ke manusia
(zoonosis), sedangkan kasus penyakit pada babi yang ada di Indonesia adalah
penyakit ASF yang disebabkan oleh virus ASF yang tidak dapat menular ke
manusia.
Sejak akhir tahun 2019, kasus ASF
dilaporkan di Indonesia tepatnya di Sumatera Utara. Kementan pun terus memantau
perkembangan kasusnya, dan berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada laporan
kejadian ASF pada manusia di seluruh negara tertular.
Ketut memastikan bahwa sejak ASF
mulai dilaporkan di China pada tahun 2018, Kementan secara konsisten terus
melakukan pengendalian dan menyosialisasikan tentang ASF ke
provinsi/kabupaten/kota melalui edaran dan juga sosialisasi secara langsung,
pelatihan, dan simulasi.
Ketut menerangkan bahwa pada saat
ini, kasus flu babi khususnya galur baru seperti pada pemberitaan, belum pernah
dilaporkan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa berbagai langkah kewaspadaan akan
terus dilakukan oleh Kementan untuk mengurangi potensi masuk dan menyebarnya flu
babi tersebut di Indonesia.
“Jadi masyarakat tidak perlu
khawatir terkait flu babi ini. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar
penyakit ini tidak terjadi di Indonesia,” kata dia.