Site icon Prokalteng

Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4 M, PDIP Siap Beri Bantuan Hukum

nurdin-abdullah-diduga-terima-rp-54-m-pdip-siap-beri-bantuan-hukum

PROKALTENG.CO-Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Gubernur (nonaktif) Sulawesi
Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka dini hari kemarin (28/2). Penetapan
itu sekaligus membongkar indikasi relasi korupsi yang kuat antara Nurdin dan
Agung Sucipto alias Anggu, bos kontraktor PT Agung Perdana Bulukumba (APB).

Nurdin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama dengan
Sekretaris Dinas (Sekdis) Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel
Edy Rahmat. Keduanya disangka menerima suap dari Anggu. KPK telah menetapkan
kontraktor asal Bulukumba, Sulsel, tersebut sebagai pemberi suap.

Ketiganya ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka.

Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers mengungkapkan,
Nurdin dan Agung saling mengenal sejak lama. Bahkan, berdasar informasi yang
dihimpun Jawa Pos, hubungan pertemanan keduanya terjalin sejak Nurdin menjabat
bupati Bantaeng, Sulsel. Hubungan itu berlanjut hingga Nurdin menjadi gubernur
sejak 2018.

Firli menjelaskan, perusahaan Agung diketahui mengerjakan
beberapa proyek di Sulsel. Antara lain, proyek peningkatan jalan ruas
Palampang–Munte–Bontolempangan di Sinjai/Bulukumba senilai Rp 28,9 miliar yang
bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) penugasan tahun anggaran 2019. Pada
2020 proyek yang sama senilai Rp 15,7 miliar juga dikerjakan perusahaan Agung.

Bukan hanya itu, PT APB juga pernah menggarap pembangunan jalan ruas
Palampang–Munte–Bontolempangan satu paket yang didanai APBD provinsi senilai Rp
19 miliar. Masih ada lagi. Yakni, pembangunan jalan, jalur pedestrian, dan
penerangan jalan kawasan Wisata Bira (bantuan keuangan provinsi ke Bulukumba)
senilai Rp 20,8 miliar tahun anggaran 2020.

Selanjutnya, PT APB mengerjakan rehabilitasi jalan parkiran 1
dan pembangunan jalan parkiran 2 kawasan Wisata Bira dengan nilai proyek Rp 7,1
miliar. Untuk tahun ini, perusahaan Agung menjadi rekanan yang menang lelang
proyek peningkatan jalan ruas Palampang–Munte–Bontolempangan di Kabupaten
Sinjai/Bulukumba senilai Rp 34 miliar.

Menurut Firli, Agung kembali berkeinginan untuk mendapatkan
proyek infrastruktur di Sulsel tahun anggaran 2021. Sejak Februari, Agung dan
Sekdis PUTR Edy Rahmat berkomunikasi aktif. Dalam hal ini, Edy dianggap sebagai
representasi dan orang kepercayaan Nurdin yang bisa memastikan Agung kembali
mendapatkan proyek.

”Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar-menawar
fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nanti dikerjakan oleh
AS (Agung, Red),” ungkap perwira polisi bintang tiga tersebut. Nah, pada awal
Februari, Nurdin bertemu dengan Edy dan Agung di Bulukumba. Saat itu Agung
telah mendapatkan proyek Wisata Bira.

Selanjutnya, Nurdin menyampaikan kepada Edy bahwa proyek Wisata
Bira akan kembali dikerjakan perusahaan Agung. Nurdin memerintah Edy untuk
mempercepat pembuatan dokumen detail engineering design (DED) yang akan
dilelang pada APBD tahun anggaran 2022. Pada akhir Februari, Edy sempat
menyampaikan kepada Nurdin bahwa fee proyek diberikan ke pihak lain. ”Saat itu
NA (Nurdin) mengatakan, yang penting operasional kegiatan NA (Nurdin) tetap
bisa dibantu oleh AS (Agung, Red),” ungkap Firli.

Pada 26 Februari lalu, Agung diduga telah menyerahkan uang
sekitar Rp 2 miliar kepada Nurdin melalui Edy. Uang itu ditengarai bagian dari
fee proyek yang telah dikerjakan perusahaan Agung. Uang Rp 2 miliar tersebut
(bukan Rp 2,5 miliar) menjadi barang bukti yang disita KPK saat operasi tangkap
tangan (OTT) Jumat lalu (26/2).

Selain penerimaan itu, tim penyidik KPK mendapat temuan bahwa
Nurdin ditengarai juga menerima uang dari kontraktor lain. Perinciannya, pada
akhir 2020 sebesar Rp 200 juta. Kemudian, awal Februari sebesar Rp 2,2 miliar
dan pertengahan Februari Rp 1 miliar. Dengan demikian, total fee proyek yang
diterima Nurdin dari empat rekanan diduga mencapai Rp 5,4 miliar. ”Penerimaan
oleh gubernur melanggar aturan yang berlaku,” tegas Firli.

KPK menerapkan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal
11 dan pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
kepada tersangka penerima suap, yakni Nurdin dan Edy. Sementara itu, Agung
dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau
pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Seusai ditetapkan sebagai tersangka, Nurdin yang mengenakan
rompi tahanan oranye digiring ke rumah tahanan negara (rutan) cabang KPK di
Pomdam Jaya Guntur pukul 03.55 WIB. Kepada awak media, Nurdin mengatakan ikhlas
menjalani proses hukum. Dia sempat menyatakan bahwa dirinya tidak tahu-menahu
terkait perkara yang menjeratnya.

”Tidak tahu apa-apa kita, ternyata si Edy (Sekdis PUTR) itu
melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya,” kilahnya. Dia bahkan sempat
bersumpah untuk menegaskan ketidaktahuannya tersebut. ”Sama sekali tidak tahu.
Demi Allah,” ungkapnya. Meski begitu, kepala daerah bergelar profesor itu
sempat meminta maaf kepada rakyat Sulsel. ”Saya mohon maaf,” imbuh dia.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merespons
penahanan Nurdin dengan mengangkat Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman
sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur. Langkah mengangkat adik mantan Menteri
Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman itu diambil untuk memastikan roda
pemerintahan tidak terganggu.

”Kalau ditahan, kan beliau tidak bisa melaksanakan
tugas-tugasnya,” ujar Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik kemarin.
Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Pemerintah Daerah (UU Pemda), jika kepala
daerah berhalangan sementara, wakilnya dapat diangkat sebagai Plt.

Pengangkatan Plt bersifat sementara karena proses hukum harus
dihormati. Sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, kepala daerah
tidak bisa diberhentikan. Sebab, ada asas praduga tak bersalah. ”Kalau sudah
inkracht, baru diberhentikan,” imbuhnya.

Kalaupun sudah ada putusan tetap, pemberhentian tidak dapat
dilakukan sendiri oleh Kemendagri. Prosedurnya, pemberhentian harus diusulkan
DPRD dengan dasar salinan putusan pengadilan. Usulan disampaikan ke presiden
melalui Kemendagri sebelum dilantik kepala daerah definitif yang baru.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto
mengatakan, pihaknya akan memberikan bantuan hukum kepada Nurdin yang diusung
PDIP saat pilkada. Menurut Hasto, pihaknya terus mengikuti perkembangan proses
hukum terhadap Nurdin, termasuk menunggu keterangan resmi dari KPK.

Dia mengatakan, Nurdin adalah orang baik, sosok yang dekat
dengan petani. Sosok yang mendalami ilmu-ilmu pertanian dan betul-betul
mendedikasikan diri bagi kepentingan masyarakat. ”Sehingga kami sangat kaget
atas kejadian tersebut,” kata Hasto di sela-sela acara Gowes Bareng PDI
Perjuangan di kawasan Monas, Jakarta, kemarin.

Menurut Hasto, partai politik, termasuk PDIP, memang tidak boleh
mengintervensi hukum. Namun, pihaknya tentu saja akan melakukan berbagai hal
yang terkait dengan advokasi. Pada prinsipnya, lanjut dia, melihat kepemimpinan
Nurdin dan masukan dari jajaran DPD PDIP Sulsel, bantuan hukum kepada Nurdin
tetap diberikan. ”Tapi, kami masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait
hal tersebut,” terangnya.

Mengenai masa jabatan gubernur yang masih sekitar tiga tahun, Hasto
mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tak berpikir ke arah sana. Sampai saat
ini, lanjut Hasto, partainya belum bisa lepas dari rasa syok akibat penangkapan
Nurdin. Rekam jejak Nurdin yang sangat baik membuat pihaknya seakan belum
percaya dengan apa yang sedang terjadi. ”Apakah ini ada faktor X yang kami
belum ketahui, kami masih menunggu penjelasan lebih lanjut dari KPK,” papar pria
asal Jogjakarta itu.

Exit mobile version