JAKARTA – Di tengah era global yang semakin terfragmentasi akibat ketegangan perdagangan, konflik regional, dan persaingan sengit untuk sumber daya serta teknologi, Indonesia berada pada titik krusial.
Dunia tidak lagi terikat pada tatanan unipolar yang didominasi satu kekuatan besar. Sebaliknya, dunia sedang bergerak menuju paradigma multipolar, di mana dinamika ekonomi dan geopolitik mengubah aturan main.
Bagi Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin, lingkungan global yang penuh gejolak ini bukanlah ancaman, melainkan peluang emas momentum bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional, dan mengejar target ambisius pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
Dunia Multipolar: Tantangan dan Peluang
Dengan keyakinan seorang legislator berpengalaman, Mukhtarudin mengungkapkan pandangan yang selaras dengan Presiden Prabowo Subianto, tatanan ekonomi global sedang mengalami perubahan besar.
“Sistem unipolar yang didikte oleh satu kekuatan kini bergeser menuju lanskap multipolar yang lebih kompleks,” jelas Mukhtarudin, Kamis 21 Agustus 2025.
Politisi Dapil Kalteng ini menyoroti munculnya berbagai kekuatan global dan fragmentasi aliansi ekonomi. Perubahan ini, menurutnya, membawa tantangan multidimensi volatilitas moneter, tekanan fiskal, gangguan perdagangan internasional, serta rivalitas geopolitik dan geoekonomi antar kawasan.
Namun, di mana orang lain melihat ketidakpastian, Mukhtarudin justru melihat potensi. “Gejolak global ini adalah momen Indonesia untuk bersinar,” imbuh Mukhtarudin.
Bagi Fraksi Partai Golkar, volatilitas saat ini menjadi katalis untuk memperkuat fundamental ekonomi dan ketahanan nasional. Tujuannya ambisius mencapai pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, sebuah target yang akan membawa Indonesia lebih dekat pada visinya menjadi negara maju pada 2045.
Badai Eksternal: Menghadapi Dinamika Global
Tantangan eksternal yang dihadapi Indonesia tidaklah ringan. Mukhtarudin menunjuk “dinamika perekonomian dan geopolitik global” sebagai tekanan utama dalam perencanaan fiskal, terutama saat seluruh fraksi partai di DPR menyetujui RUU APBN 2026 dibahas lebih lanjut.
Perang dagang, fluktuasi harga komoditas, dan gangguan rantai pasok telah menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan menuntut kecepatan adaptasi.
Mukhtarudin pun menyinggung laporan Dana Moneter Internasional (IMF) yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi (PE) global termasuk Indonesia, di mana sebelumnya IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,7 persen pada tahun ini menjadi 4,8 persen dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2025.
Tekanan eksternal ini berdampak langsung pada Indonesia, negara yang masih bergantung pada impor untuk sumber daya penting seperti bahan bakar dan gas elpiji (LPG).
Mukhtarudin menekankan bahwa ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global, yang dapat memicu inflasi dan membebani anggaran rumah tangga.
“Kita tidak bisa mengabaikan risiko gangguan rantai pasok global atau volatilitas harga energi. Karena ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga memengaruhi biaya hidup masyarakat saat ini,” ungkap Mukhtarudin.
Cetak Biru Proaktif untuk Ketahanan
Untuk menghadapi tantangan ini, Mukhtarudin mendorong strategi proaktif yang mengutamakan diversifikasi ekonomi dan ketahanan. Salah satu yakni memperkuat rantai pasok melalui diversifikasi.
“Pelaku bisnis dan pemerintah harus bekerja sama untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber untuk barang-barang kritis,” tutur Mukhtarudin.
Langkah ini bisa mencakup perluasan kemitraan perdagangan, investasi dalam produksi domestik, atau pengamanan pemasok alternatif.
Selain itu, Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) ini menyerukan investasi dalam ketahanan ekonomi, seperti pengembangan infrastruktur, peningkatan kapasitas energi terbarukan, dan penguatan sektor teknologi. “Kita harus membangun ekonomi yang tangguh, yang mampu menahan guncangan eksternal,” katanya.
Fraksi Golkar DPR RI juga mendorong kebijakan fiskal yang berfokus pada stabilitas moneter dan pengendalian inflasi, sembari memastikan belanja negara diarahkan untuk mendukung sektor produktif dan kesejahteraan masyarakat.
Momentum untuk Pertumbuhan 8%
Di tengah ketidakpastian global, Mukhtarudin optimistis bahwa Indonesia dapat memanfaatkan posisinya sebagai ekonomi besar di ASEAN untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi.
“Target 8% pada 2029 bukanlah sekadar angka, tetapi cerminan komitmen untuk mempercepat transformasi ekonomi. Kita harus fokus pada industrialisasi, digitalisasi, dan penguatan sumber daya manusia,” tegas Mukhtarudin.
Dengan memanfaatkan bonus demografi dan mendorong investasi di sektor-sektor strategis seperti agribisnis, manufaktur, dan teknologi, Indonesia dapat memperkuat posisinya di panggung global.
Fraksi Golkar juga mendukung visi Presiden Prabowo untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam tatanan multipolar. Ini berarti memperluas hubungan dagang dengan negara-negara di luar mitra tradisional, seperti di kawasan Afrika dan Amerika Latin, serta memperkuat kerja sama dalam aliansi regional seperti ASEAN.
” Artinya, kita harus proaktif, tidak hanya reaktif, dalam menavigasi lanskap global ini,” ujar Mukhtarudin.
Menatap Masa Depan dengan Optimisme
Bagi Mukhtarudin dan Fraksi Golkar, ketidakpastian global bukanlah akhir, melainkan awal dari babak baru bagi Indonesia. Dengan strategi yang tepat diversifikasi rantai pasok, investasi dalam ketahanan ekonomi, dan kebijakan fiskal yang cerdas, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
“Kita punya sumber daya, kita punya visi, dan kita punya momentum. Sekarang saatnya kita bekerja keras untuk mewujudkan Indonesia yang lebih kuat dan sejahtera,” tandas Mukhtarudin.
Di tengah labirin multipolar yang penuh ketidakpastian, Mukhtarudin mendorong peta jalan yang jelas yakni ketahanan, diversifikasi, dan pertumbuhan.
“Dengan komitmen untuk mencapai target 8% pada 2029, Indonesia tidak hanya berusaha bertahan, tetapi juga bertekad untuk unggul di panggung dunia,” pungkas Mukhtarudin. (tim)


