25.2 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Setelah 16 Tahun, Kini Amerika Kembali Terapkan Hukuman Mati

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) kembali menerapkan hukuman mati
setelah 16 tahun vakum. Hingga sat ini, ada lima terpidana penghuni tahanan
federal, yang menunggu dieksekusi setelah hukuman mati diberlakukan lagi dalam
waktu dekat.

Jaksa Agung Bill Barr mengatakan,
pemberlakuan kembali hukuman mati merupakan respons dari arahan Presiden Donald
Trump yang meminta agar pelaku kejahatan kekerasan mendapat hukuman lebih
keras.

Barr telah mengarahkan, lembaga
pemasyarakatan federal atau Biro Penjara Federal untuk mengadopsi protokol yang
baru, yakni suntik mati dalam pelaksanaan eksekusi.

“Departemen Kehakiman menegakkan
hukum, dan kami berutang kepada para korban dan keluarga mereka untuk
meneruskan hukuman yang ditetapkan dalam sistem peradilan kami,” kata Barr,
Jumat (26/7).

Selama ini, hukuman mati di AS
dijatuhkan oleh pengadilan negara bagian bukan federal. Pada 2018, ada 25 napi
yang dieksekusi di beberapa negara bagian yang masih menerapkan hukuman ini.

Baca Juga :  Mulai 1 April, Air Asia Indonesia Stop Sementara Seluruh Penerbangan

Perdebatan timbul mengenai metode
eksekusi serta obat-obatan yang digunakan untuk suntik mati.

Menurut Barr, di bawah aturan
baru, pemerintah federal akan melakukan eksekusi menggunakan pentobarbital
barbiturat untuk suntik mati tunggal, menggantikan tiga obat thiopental.

“Sejak 2010, 14 negara bagian
menggunakan pentobarbital untuk lebih dari 200 eksekusi, dan pengadilan
federal, termasuk Mahkamah Agung, berulang kali menggunakan pentobarbital dalam
eksekusi sesuai dengan Amandemen Kedelapan (Konstitusi),” jelaskan.

Data dari Pusat Informasi Hukuman
Mati menyebutkan, ada 62 napi yang dijatuhkan vonis hukuman mati di bawah
pengadilan federal AS, termasuk Dzhokhar Tsarnaev, terpidana kasus bom marathon
Boston 2013 yang menewaskan tiga orang.

Selain itu, napi lain yang masuk
daftar adalah tokoh supremasi kulit putih Dylann Roof yang membunuh sembilan
orang warga kulit hitam di gereja Charleston, South Carolina, pada 2015.

Baca Juga :  Covid-19 Seolah Musnah di Las Vegas, Antre ke Kasino Tanpa Masker

Namun dalam waktu dekat, lembaga
pemasyarakatan federal menjadwalkan eksekusi terhadap lima orang. Mereka sudah
menjalani hukuman 15 tahun lalu atau lebih dalam kasus pembunuhan brutal
melibatkan korban anak-anak.

Pemerintah federal sebelumnya,
sempat menangguhkan hukuman mati selama hampir 40 tahun sampai 2003, usai
eksekusi terhadap pelaku pengeboman Oklahoma Timothy McVeigh serta dua orang
lainnya.

Sejak itu, semua eksekusi mati
dilakukan oleh negara bagian. Dari 50 negara bagian di AS, sebanyak 25 di
antaranya masih memberlakukan hukuman mati, 21 melarang, dan empat masih
menangguhkan. (der/afp/fin/kpc)

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) kembali menerapkan hukuman mati
setelah 16 tahun vakum. Hingga sat ini, ada lima terpidana penghuni tahanan
federal, yang menunggu dieksekusi setelah hukuman mati diberlakukan lagi dalam
waktu dekat.

Jaksa Agung Bill Barr mengatakan,
pemberlakuan kembali hukuman mati merupakan respons dari arahan Presiden Donald
Trump yang meminta agar pelaku kejahatan kekerasan mendapat hukuman lebih
keras.

Barr telah mengarahkan, lembaga
pemasyarakatan federal atau Biro Penjara Federal untuk mengadopsi protokol yang
baru, yakni suntik mati dalam pelaksanaan eksekusi.

“Departemen Kehakiman menegakkan
hukum, dan kami berutang kepada para korban dan keluarga mereka untuk
meneruskan hukuman yang ditetapkan dalam sistem peradilan kami,” kata Barr,
Jumat (26/7).

Selama ini, hukuman mati di AS
dijatuhkan oleh pengadilan negara bagian bukan federal. Pada 2018, ada 25 napi
yang dieksekusi di beberapa negara bagian yang masih menerapkan hukuman ini.

Baca Juga :  Mulai 1 April, Air Asia Indonesia Stop Sementara Seluruh Penerbangan

Perdebatan timbul mengenai metode
eksekusi serta obat-obatan yang digunakan untuk suntik mati.

Menurut Barr, di bawah aturan
baru, pemerintah federal akan melakukan eksekusi menggunakan pentobarbital
barbiturat untuk suntik mati tunggal, menggantikan tiga obat thiopental.

“Sejak 2010, 14 negara bagian
menggunakan pentobarbital untuk lebih dari 200 eksekusi, dan pengadilan
federal, termasuk Mahkamah Agung, berulang kali menggunakan pentobarbital dalam
eksekusi sesuai dengan Amandemen Kedelapan (Konstitusi),” jelaskan.

Data dari Pusat Informasi Hukuman
Mati menyebutkan, ada 62 napi yang dijatuhkan vonis hukuman mati di bawah
pengadilan federal AS, termasuk Dzhokhar Tsarnaev, terpidana kasus bom marathon
Boston 2013 yang menewaskan tiga orang.

Selain itu, napi lain yang masuk
daftar adalah tokoh supremasi kulit putih Dylann Roof yang membunuh sembilan
orang warga kulit hitam di gereja Charleston, South Carolina, pada 2015.

Baca Juga :  Covid-19 Seolah Musnah di Las Vegas, Antre ke Kasino Tanpa Masker

Namun dalam waktu dekat, lembaga
pemasyarakatan federal menjadwalkan eksekusi terhadap lima orang. Mereka sudah
menjalani hukuman 15 tahun lalu atau lebih dalam kasus pembunuhan brutal
melibatkan korban anak-anak.

Pemerintah federal sebelumnya,
sempat menangguhkan hukuman mati selama hampir 40 tahun sampai 2003, usai
eksekusi terhadap pelaku pengeboman Oklahoma Timothy McVeigh serta dua orang
lainnya.

Sejak itu, semua eksekusi mati
dilakukan oleh negara bagian. Dari 50 negara bagian di AS, sebanyak 25 di
antaranya masih memberlakukan hukuman mati, 21 melarang, dan empat masih
menangguhkan. (der/afp/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru