28.1 C
Jakarta
Saturday, December 21, 2024

Terungkap, Ini 5 Kunci Keberhasilan Singapura Tekan Angka Kematian Cov

KALTENGPOS.CO – Semua negara di dunia patut mencontoh Singapura
dalam pengendalian Covid-19 khususnya dalam menekan angka kematian. Nyawa
pasien Covid-19 banyak terselamatkan di negara tersebut.

Singapura mencatat jumlah
kematian kasus virus Korona hanya 27 kematian di antara lebih dari 57 ribu
orang yang telah terinfeksi.

Dengan 0,05 persen fatality rate, angka kematian Singapura
jauh di bawah rata-rata global sekitar 3 persen. Itu menurut data yang dihimpun
Reuters dari negara-negara yang mencatat lebih dari 1.000 kasus.

Perbandingan dengan negara-negara
dengan jumlah populasi yang sama menunjukkan perbedaan yang mencolok, tingkat
kematian Denmark sekitar 3 persen, sedangkan Finlandia sekitar 4 persen.

Selain itu, tidak ada yang
meninggal akibat Covid-19 di Singapura selama lebih dari dua bulan. Pakar
penyakit terkemuka di negara itu mengatakan ada 5 faktor utama di balik
keberhasilan tersebut seperti dilansir dari Reuters, Kamis (17/9).

1. Demografi Kasus Infeksi

Sekitar 95 persen dari infeksi
Covid-19 Singapura terjadi di antara pekerja migran, kebanyakan berusia 20-an
atau 30-an tahun. Mereka tinggal di asrama sempit dan bekerja di sektor padat
karya seperti konstruksi dan pembuatan kapal.

Sementara parameter penyakit
terus dipelajari seiring dengan perkembangan pandemi. Tren global saat ini
menunjukkan bahwa dampaknya tidak terlalu parah bagi orang yang lebih muda,
banyak di antaranya menunjukkan sedikit atau tanpa gejala.

Baca Juga :  Tutup Sejak Maret, Alhamdulillah Kini Masjid Al-Aqsa Kembali Dibuka

2. Deteksi Dini

Singapura telah berhasil
mengurangi penyebaran virus melalui deteksi dini menggunakan pelacakan dan
pengujian kontak agresif yang mendapat pujian dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO). Penghuni asrama telah menjalani tes, pihak berwenang telah melakukan
pengujian massal di antara komunitas yang rentan seperti panti jompo, dan siapa
pun yang berusia di atas 13 tahun dengan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan
akut ditawarkan tes gratis.

“Semakin banyak kami
mendiagnosis, maka semakin rendah angka kematiannya,” kata Pakar Kesehatan Hsu
Li Yang dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock di Universitas Nasional
Singapura.

3. Rumah Sakit

Pendekatan pre-emptive juga
diterapkan pada pengobatan. Pasien Covid-19 yang berusia di atas 45 tahun atau
dengan kondisi mendasar membuat mereka rentan dirawat di rumah sakit meskipun
mereka dalam keadaan sehat.

“Perawatan kami konvensional
tetapi dilakukan dengan baik. Manajemen cairan, antikoagulasi dan obat yang
terbukti serta partisipasi dalam uji coba obat,” kata konsultan senior di Rumah
Sakit Universitas Nasional Singapura, Dale Fisher.

Singapura sudah menjadi pusat
pariwisata medis untuk Asia Tenggara, dengan banyak rumah sakit swasta dan
fasilitas kesehatan umum berkualitas tinggi. Dan juga membangun ruang tidur
untuk pasien virus Korona di ruang pameran yang luas dan fasilitas sementara lainnya
untuk menampung mereka yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala.

Baca Juga :  Mulai 1 Juni, Masuk ke Malaysia Dikenai Biaya Karantina Rp7 Juta

Cara ini mencegah sistem
perawatan kesehatan kewalahan sehingga perhatian dan sumber daya dapat
difokuskan pada kasus yang lebih parah. Singapura saat ini tidak memiliki
pasien Covid-19 dalam perawatan intensif, sementara 42 dirawat di rumah sakit
dan 490 lainnya di fasilitas sementara.

4. Wajib Pakai Masker

Singapura membuat kebijakan soal
masker wajib dipakai di depan umum sejak bulan April. Sementara para ahli
mengatakan lebih banyak penelitian perlu dilakukan, ada bukti yang berkembang
bahwa memakai masker membantu mengurangi prevalensi dan keparahan virus.

WHO telah merekomendasikan
penggunaan masker dalam kombinasi dengan tindakan jarak sosial lainnya.

“Kami telah mengadopsi budaya
masker yang baik di Singapura. Ini membuat penyakitnya lebih ringan,” kata
pakar penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Leong Hoe Nam.

5. Klasifikasi Kasus

Singapura berpegang teguh pada
definisi kasus WHO untuk mengklasifikasikan kematian akibat Covid-19.

“Saya yakin jika WHO merevisi
definisi kasusnya, beberapa kematian non-pneumonia akan diklasifikasikan ulang
dan angka kematian akan berubah,” kata presiden Asia Pacific Society of
Clinical Microbiology and Infection, Paul Tambyah.

KALTENGPOS.CO – Semua negara di dunia patut mencontoh Singapura
dalam pengendalian Covid-19 khususnya dalam menekan angka kematian. Nyawa
pasien Covid-19 banyak terselamatkan di negara tersebut.

Singapura mencatat jumlah
kematian kasus virus Korona hanya 27 kematian di antara lebih dari 57 ribu
orang yang telah terinfeksi.

Dengan 0,05 persen fatality rate, angka kematian Singapura
jauh di bawah rata-rata global sekitar 3 persen. Itu menurut data yang dihimpun
Reuters dari negara-negara yang mencatat lebih dari 1.000 kasus.

Perbandingan dengan negara-negara
dengan jumlah populasi yang sama menunjukkan perbedaan yang mencolok, tingkat
kematian Denmark sekitar 3 persen, sedangkan Finlandia sekitar 4 persen.

Selain itu, tidak ada yang
meninggal akibat Covid-19 di Singapura selama lebih dari dua bulan. Pakar
penyakit terkemuka di negara itu mengatakan ada 5 faktor utama di balik
keberhasilan tersebut seperti dilansir dari Reuters, Kamis (17/9).

1. Demografi Kasus Infeksi

Sekitar 95 persen dari infeksi
Covid-19 Singapura terjadi di antara pekerja migran, kebanyakan berusia 20-an
atau 30-an tahun. Mereka tinggal di asrama sempit dan bekerja di sektor padat
karya seperti konstruksi dan pembuatan kapal.

Sementara parameter penyakit
terus dipelajari seiring dengan perkembangan pandemi. Tren global saat ini
menunjukkan bahwa dampaknya tidak terlalu parah bagi orang yang lebih muda,
banyak di antaranya menunjukkan sedikit atau tanpa gejala.

Baca Juga :  Tutup Sejak Maret, Alhamdulillah Kini Masjid Al-Aqsa Kembali Dibuka

2. Deteksi Dini

Singapura telah berhasil
mengurangi penyebaran virus melalui deteksi dini menggunakan pelacakan dan
pengujian kontak agresif yang mendapat pujian dari Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO). Penghuni asrama telah menjalani tes, pihak berwenang telah melakukan
pengujian massal di antara komunitas yang rentan seperti panti jompo, dan siapa
pun yang berusia di atas 13 tahun dengan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan
akut ditawarkan tes gratis.

“Semakin banyak kami
mendiagnosis, maka semakin rendah angka kematiannya,” kata Pakar Kesehatan Hsu
Li Yang dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock di Universitas Nasional
Singapura.

3. Rumah Sakit

Pendekatan pre-emptive juga
diterapkan pada pengobatan. Pasien Covid-19 yang berusia di atas 45 tahun atau
dengan kondisi mendasar membuat mereka rentan dirawat di rumah sakit meskipun
mereka dalam keadaan sehat.

“Perawatan kami konvensional
tetapi dilakukan dengan baik. Manajemen cairan, antikoagulasi dan obat yang
terbukti serta partisipasi dalam uji coba obat,” kata konsultan senior di Rumah
Sakit Universitas Nasional Singapura, Dale Fisher.

Singapura sudah menjadi pusat
pariwisata medis untuk Asia Tenggara, dengan banyak rumah sakit swasta dan
fasilitas kesehatan umum berkualitas tinggi. Dan juga membangun ruang tidur
untuk pasien virus Korona di ruang pameran yang luas dan fasilitas sementara lainnya
untuk menampung mereka yang memiliki gejala ringan atau tanpa gejala.

Baca Juga :  Mulai 1 Juni, Masuk ke Malaysia Dikenai Biaya Karantina Rp7 Juta

Cara ini mencegah sistem
perawatan kesehatan kewalahan sehingga perhatian dan sumber daya dapat
difokuskan pada kasus yang lebih parah. Singapura saat ini tidak memiliki
pasien Covid-19 dalam perawatan intensif, sementara 42 dirawat di rumah sakit
dan 490 lainnya di fasilitas sementara.

4. Wajib Pakai Masker

Singapura membuat kebijakan soal
masker wajib dipakai di depan umum sejak bulan April. Sementara para ahli
mengatakan lebih banyak penelitian perlu dilakukan, ada bukti yang berkembang
bahwa memakai masker membantu mengurangi prevalensi dan keparahan virus.

WHO telah merekomendasikan
penggunaan masker dalam kombinasi dengan tindakan jarak sosial lainnya.

“Kami telah mengadopsi budaya
masker yang baik di Singapura. Ini membuat penyakitnya lebih ringan,” kata
pakar penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Leong Hoe Nam.

5. Klasifikasi Kasus

Singapura berpegang teguh pada
definisi kasus WHO untuk mengklasifikasikan kematian akibat Covid-19.

“Saya yakin jika WHO merevisi
definisi kasusnya, beberapa kematian non-pneumonia akan diklasifikasikan ulang
dan angka kematian akan berubah,” kata presiden Asia Pacific Society of
Clinical Microbiology and Infection, Paul Tambyah.

Terpopuler

Artikel Terbaru