28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Imam Nahrawi Didakwa Terima Suap Rp 11,5 M dan Gratifikasi Rp 8,6 M

Mantan Menteri Pemuda
dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp
11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana
hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Penerimaan suap itu diduga dari
Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku
Bendahara Umum KONI.

Jaksa penuntut umum
(JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga perbuatan Imam Nahrawi
dilakukan bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Politikus PKB
itu juga telah dijerat dalam perkara yang sama.

“Terdakwa Imam Nahrawi
selaku Menteri Pemuda dan Olahraga bersama-sama dengan Miftahul Ulum selaku
asisten pribadi Menpora RI telah menerima hadiah atau janji berupa uang
sejumlah Rp 11,5 miliar,” kata Jaksa Ronald Worotikan membacakan surat dakwaan
di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/2).

Jaksa KPK merinci
terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam. Pertama,
terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas
pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada
multievent 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.

Kedua, proposal
terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi
calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Ronald menyebut,
uang itu diterima Ulum dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jendral KONI,
dan Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.

“Patut diduga, hadiah
tersebut diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan
dana hibah yang diajukan KONI pusat kepada Kemenpora pada 2018, yang bertentang
dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Imam Nahrawi selaku
Menpora,” ucap Ronald.

Baca Juga :  John Kei Bikin Surat Pertobatan dari Penjara, Begini Isi!

Selain itu, Imam juga
disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Miftahul Ulum. Imam diduga
menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp 8,6 miliar.

“Telah melakukan atau
turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah
menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah total Rp
8.648.435.682,” terang Jaksa Ronald.

Jaksa merinci
penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap. Pertama, uang senilai Rp
300 juta dari Ending, kemudian Rp 4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional
Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019.

Selain itu, uang
senilai Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain konsultan arsitek kantor
Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu
(BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI Tahun Anggaran 2015 sampai
dengan Tahun 2016 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.

Kemudian, uang senilai
Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016-2017
yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA. Terakhir, uang sejumlah Rp 400
juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan
Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman
KONI Pusat.

Baca Juga :  Airlangga: Indonesia Siap Pimpin Konferensi Tingkat PBB

“Penerimaan tersebut
berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku penyelenggara negara,” tukas
Jaksa Ronald.

Atas perbuatannya,
Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Imam juga didakwa
melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Mendengar dakwaan yang
dibacakan Jaksa KPK, Imam meminta Jaksa dapat menghadirkan saksi ke
persidangan. Hal tersebut dilakukan agar apa yang didakwakan Jaksa terhadapnya
memang benar-benar terbukti.

“Memberikan catatan agar
kebenaran betul-betul nyata, maka dapat dilakukan dengan pembuktian di
persidangan,” ucap Imam.

Kendati demikian,
politikus PKB itu menyebut sangat keberatan terkait dakwaan Jaksa KPK. Dia akan
membantahnya dalam nota pembelaan nanti. “Saya sangat keberatan, nanti akan
disampaikan dalam pledoi, tidak ada eksepsi,” pungkas Imam.(jpc)

 

Mantan Menteri Pemuda
dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp
11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana
hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Penerimaan suap itu diduga dari
Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku
Bendahara Umum KONI.

Jaksa penuntut umum
(JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga perbuatan Imam Nahrawi
dilakukan bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Politikus PKB
itu juga telah dijerat dalam perkara yang sama.

“Terdakwa Imam Nahrawi
selaku Menteri Pemuda dan Olahraga bersama-sama dengan Miftahul Ulum selaku
asisten pribadi Menpora RI telah menerima hadiah atau janji berupa uang
sejumlah Rp 11,5 miliar,” kata Jaksa Ronald Worotikan membacakan surat dakwaan
di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/2).

Jaksa KPK merinci
terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam. Pertama,
terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas
pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada
multievent 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018.

Kedua, proposal
terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi
calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018. Ronald menyebut,
uang itu diterima Ulum dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jendral KONI,
dan Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.

“Patut diduga, hadiah
tersebut diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan
dana hibah yang diajukan KONI pusat kepada Kemenpora pada 2018, yang bertentang
dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Imam Nahrawi selaku
Menpora,” ucap Ronald.

Baca Juga :  John Kei Bikin Surat Pertobatan dari Penjara, Begini Isi!

Selain itu, Imam juga
disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Miftahul Ulum. Imam diduga
menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp 8,6 miliar.

“Telah melakukan atau
turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah
menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah total Rp
8.648.435.682,” terang Jaksa Ronald.

Jaksa merinci
penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap. Pertama, uang senilai Rp
300 juta dari Ending, kemudian Rp 4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional
Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019.

Selain itu, uang
senilai Rp 2 miliar sebagai pembayaran jasa desain konsultan arsitek kantor
Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu
(BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI Tahun Anggaran 2015 sampai
dengan Tahun 2016 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.

Kemudian, uang senilai
Rp 1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016-2017
yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA. Terakhir, uang sejumlah Rp 400
juta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan
Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman
KONI Pusat.

Baca Juga :  Airlangga: Indonesia Siap Pimpin Konferensi Tingkat PBB

“Penerimaan tersebut
berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku penyelenggara negara,” tukas
Jaksa Ronald.

Atas perbuatannya,
Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Imam juga didakwa
melanggar Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Mendengar dakwaan yang
dibacakan Jaksa KPK, Imam meminta Jaksa dapat menghadirkan saksi ke
persidangan. Hal tersebut dilakukan agar apa yang didakwakan Jaksa terhadapnya
memang benar-benar terbukti.

“Memberikan catatan agar
kebenaran betul-betul nyata, maka dapat dilakukan dengan pembuktian di
persidangan,” ucap Imam.

Kendati demikian,
politikus PKB itu menyebut sangat keberatan terkait dakwaan Jaksa KPK. Dia akan
membantahnya dalam nota pembelaan nanti. “Saya sangat keberatan, nanti akan
disampaikan dalam pledoi, tidak ada eksepsi,” pungkas Imam.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru