27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Impor Beras Bertentangan dengan UU Ciptaker

PROKALTENG.CO – Rencana pemerintah melakukan impor beras 1 juta ton
menuai kritikan dari berbagai kalangan. Termasuk dari Guru Besar IPB Profesor
Muhammad Firdaus. Dia menilai, kebijakan tersebut bertentangan dengan UU Cipta
Kerja (UU Cipatker).

Dia menjelaskan, langkah impor
itu telah menabrak dua pasal UU Ciptaker, yakni pasal 14 dan 36, Dalam kedua
pasal tersebut secara gamblang tidak diperbolehkan melakukan kebijakan impor.

“Saya mengingatkan saja bahwa
kepedulian kita terhadap petani itu dipertegas oleh UU Ciptaker. Ada dua pasal
yang secara eksplisit menyatakan bahwa impor pangan atau pangan pokok harus
memperhatikan kepentingan petani dan lainnya,” ujar Firdaus, kemarin (11/3/2021).

Adapun, dia menerangkan,
ketentuan impor dalam UU Cipta Kerja pada pasal 14 disebutkan bahwa sumber
penyediaan pangan tetap diprioritaskan dari produksi dalam negeri dan
memperhatikan kepentingan petani, nelayan dan juga para pelaku usaha pangan
mikro dan kecil.

“Kedua pasal itu secara eksplisit
menyatakan bahwa impor pangan atau pangan pokok benar-benar harus memerhatikan
kepentingan petani,” tuturnya.

Baca Juga :  Ini Lho Perbedaan PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat

Di sisi lain, dia meminta
pemerintah untuk menghitung secara benar berapa jumlah stok beras yang
sesungguhnya. Hitungan tersebut harus meliputi jumlah stok di Perum Bulog, stok
di horeka, stok di tiap rumah tangga, stok di penggilingan dan stok yang ada di
para petani Indonesia.

“Semua ini harus dihitung betul
dengan cermat dan ini yang nanti harus jadi kesepakatan semua pihak, tentunya
ada keterwakilan petani, sehingga nanti rencana impor jadi atau tidaknya sangat
ditentukan oleh data ini,” jelasnya.

Dipertegas, bahwa kebijakan impor
belum tepat untuk dilakukan, mengingat semua prediksi baik di Badan Pusat
Statistik (BPS) maupun oragnisasi pangan dunia (FAO) menyebutkan bahwa produksi
pangan di tahun 2021 akan lebih baik dibandingkan produksi tahun 2020.

“BPS merilis dan kelihatannya
kebutuhan pangan kita cukup. Jadi tidak perlu impor. Kedua kalau kita
mempelajari persiapan sampai akhir tahun. BPS dan FAO juga menunjukkan data, di
mana produksinya positif, perkiraannya lebih baik dibanding 2020,” katanya.

Baca Juga :  Otoritas Kesehatan Indonesia Belum Kokoh

Dengan demikian, kata dia,
pemerintah harus mempertimbangan ramalan yang dikeluarkan BPS maupun FAO.
Sehingga, tahun ini tidak perlu dilakukan impor beras.

“Saya kira kenapa tidak perlu
impor karena stok yang ada di masyarakat juga betul-betul harus dihitung secara
cermat,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum
Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso
mengatakan, bahwa impor 1 juta ton beras masih sekadar wacana. Namun, dia
meminta pemerintah untuk mempertimbangan dengan matang soal impor beras.

“Seperti yang disampaikan
Kemendag Alhamdulillah ini masih wacana. Tentu kita berharap ada pertimbangan
yang matang,” katanya.

Alimoeso juga mengingatkan, Perum
Bulog segera melakukan penyerapan panen raya secara maksimal. Kata dia, bulan
Maret dan April adalah bulannya produksi.

“Panen Maret dan April ini harus
segera diserap, sebab kalau tidak petani dan penggilingan akan jadi korban
karena mereka tidak punya outlet. Oleh sebab itu menurut saya, tahun ini belum
perlu mengeluarkan kebijakan impor,” ujar Alimoeso.

PROKALTENG.CO – Rencana pemerintah melakukan impor beras 1 juta ton
menuai kritikan dari berbagai kalangan. Termasuk dari Guru Besar IPB Profesor
Muhammad Firdaus. Dia menilai, kebijakan tersebut bertentangan dengan UU Cipta
Kerja (UU Cipatker).

Dia menjelaskan, langkah impor
itu telah menabrak dua pasal UU Ciptaker, yakni pasal 14 dan 36, Dalam kedua
pasal tersebut secara gamblang tidak diperbolehkan melakukan kebijakan impor.

“Saya mengingatkan saja bahwa
kepedulian kita terhadap petani itu dipertegas oleh UU Ciptaker. Ada dua pasal
yang secara eksplisit menyatakan bahwa impor pangan atau pangan pokok harus
memperhatikan kepentingan petani dan lainnya,” ujar Firdaus, kemarin (11/3/2021).

Adapun, dia menerangkan,
ketentuan impor dalam UU Cipta Kerja pada pasal 14 disebutkan bahwa sumber
penyediaan pangan tetap diprioritaskan dari produksi dalam negeri dan
memperhatikan kepentingan petani, nelayan dan juga para pelaku usaha pangan
mikro dan kecil.

“Kedua pasal itu secara eksplisit
menyatakan bahwa impor pangan atau pangan pokok benar-benar harus memerhatikan
kepentingan petani,” tuturnya.

Baca Juga :  Ini Lho Perbedaan PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat

Di sisi lain, dia meminta
pemerintah untuk menghitung secara benar berapa jumlah stok beras yang
sesungguhnya. Hitungan tersebut harus meliputi jumlah stok di Perum Bulog, stok
di horeka, stok di tiap rumah tangga, stok di penggilingan dan stok yang ada di
para petani Indonesia.

“Semua ini harus dihitung betul
dengan cermat dan ini yang nanti harus jadi kesepakatan semua pihak, tentunya
ada keterwakilan petani, sehingga nanti rencana impor jadi atau tidaknya sangat
ditentukan oleh data ini,” jelasnya.

Dipertegas, bahwa kebijakan impor
belum tepat untuk dilakukan, mengingat semua prediksi baik di Badan Pusat
Statistik (BPS) maupun oragnisasi pangan dunia (FAO) menyebutkan bahwa produksi
pangan di tahun 2021 akan lebih baik dibandingkan produksi tahun 2020.

“BPS merilis dan kelihatannya
kebutuhan pangan kita cukup. Jadi tidak perlu impor. Kedua kalau kita
mempelajari persiapan sampai akhir tahun. BPS dan FAO juga menunjukkan data, di
mana produksinya positif, perkiraannya lebih baik dibanding 2020,” katanya.

Baca Juga :  Otoritas Kesehatan Indonesia Belum Kokoh

Dengan demikian, kata dia,
pemerintah harus mempertimbangan ramalan yang dikeluarkan BPS maupun FAO.
Sehingga, tahun ini tidak perlu dilakukan impor beras.

“Saya kira kenapa tidak perlu
impor karena stok yang ada di masyarakat juga betul-betul harus dihitung secara
cermat,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum
Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Sutarto Alimoeso
mengatakan, bahwa impor 1 juta ton beras masih sekadar wacana. Namun, dia
meminta pemerintah untuk mempertimbangan dengan matang soal impor beras.

“Seperti yang disampaikan
Kemendag Alhamdulillah ini masih wacana. Tentu kita berharap ada pertimbangan
yang matang,” katanya.

Alimoeso juga mengingatkan, Perum
Bulog segera melakukan penyerapan panen raya secara maksimal. Kata dia, bulan
Maret dan April adalah bulannya produksi.

“Panen Maret dan April ini harus
segera diserap, sebab kalau tidak petani dan penggilingan akan jadi korban
karena mereka tidak punya outlet. Oleh sebab itu menurut saya, tahun ini belum
perlu mengeluarkan kebijakan impor,” ujar Alimoeso.

Terpopuler

Artikel Terbaru