26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

SKB 4 Menteri Akan Dievaluasi, Seluruh Jenjang Sekolah Berpeluang Dibu

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah berencana mengevaluasi Surat Keputusan
Bersama (SKB) Empat Menteri tentang pembukaan sekolah.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri
mengatakan, bahwa tujuan dari evaluasi SKB tersebut, Kemendikbud ingin melihat
peluang dibukanya sekolah di seluruh jenjang.

“SKB akan kita evaluasi untuk
bisa mengakomodasi keinginan masyarakat. Baik yang ingin membuka maupun yang
mempertahankan untuk tidak buka,” kata Jumeri di Jakarta, Rabu (5/8)

Jumeri menjelaskan, berdasarkan
isi SKB 4 Menteri saat ini, yang bisa mengikuti pembelajaran tatap muka pada
tahap pembukaan awal ialah jenjang SMP, SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah (MA).

Setelah dua bulan berikutnya,
pada tahap kedua, dibuka untuk jenjang SD dan sederajat. Kemudian, PAUD baru
dibuka pada tahap ketiga. Artinya baru bisa dibuka dua bulan setelah jenjang SD
dibuka.

“Banyak usulan juga dari orang
tua, secara umum, persekolahan atau stakeholder sekolah, menghendaki kita
segera tatap muka, termasuk untuk PAUD,” ujarnya.

Jika rencana tersebut terlaksana,
Kemendikbud menegaskan bahwa faktor kesehatan dan keselamatan warga satuan
pendidikan masih menjadi prioritas utama yang akan deperhatikan.

Baca Juga :  Jenazah Ani Yudhoyono Tiba Malam Ini, Disambut Ratusan Prajurit TNI

“Kami berusaha mengakomodasi
banyak hal yang terkait aspirasi masyarakat. Sebab sejauh ini, masih ada dua
kutub yang berlawanan. Secara umum dari kalangan kesehatan belum ingin membuka.
Sedangkan dari sekolah, orang tua, peserta didik, ingin segera dibuka.”
tuturnya.

Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim menambahkan, bahwa semua pihak termasuk Kemendikbud,
sekolah maupun perguruan tinggi ingin kembali menggelar pembelajaran tatap
muka. Namun, sebelum melakukan itu faktor keamanan dan kesehatan harus
dipastikan terjaga.

“Tidak ada yang mau PJJ. Semua
ingin balik tatap muka secepat mungkin, tapi kita harus memastikan keamanan,
kesehatan terjaga,” kata Nadiem.

Menurut Nadiem, pembelajaran
Jarak Jauh ini merupakan sutau keterpaksaan yang harus dilakukan di tengah
kondisi krisis kesehatan, pandemi covid-19.

“Pembelajaran jarak jauh ini
bukan yang diinginkan oleh Kemendikbud maupun pemerintah. Ini adalah keterpaksaan,”
ujarnya.

Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, rencana Kemendikbud untuk membuka
sekolah di zona nonhijau Covid-19 dapat membahayakan kesehatan siswa. Meskipun,
kebijakan itu didasarkan pada masukan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19.

Baca Juga :  Tata Cara Zakat Fitrah, MUI: Bisa Dilakukan Tanpa Ijab Qobul Fisik

“Seharusnya kita bisa belajar
dari sekolah-sekolah di zona hijau yang diizinkan dibuka kemudian menjadi
kluster baru penyebaran Covid-19,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno
Listyarti.

Retno menuturkan, berdasarkan pengawasan
yang dilakukan KPAI terhadap 15 sekolah yang pernah mereka kunjungi selama
pandemi Covid-19, hanya satu sekolah yang dinilai sudah siap menyesuaikan
pelaksanaan pembelajaran dengan protokol kesehatan yang dibutuhkan untuk
membatasi penyebaran wabah tersebut.

“Kalau satu berbanding 15 itu
menurut saya mengerikan sekali. Jadi seharusnya sekolah yang enggak siap,
enggak usah dibuka. Bahaya buat anak-anak,” kata dia.

Menurut Retno, jika belajar dari
pembukaan sekolah di zona hijau yang kemudian menjadi klaster baru penularan
Covid-19, hal itu membuktikan bahwa pembelajaran secara tatap muka di zona
manapun belum bisa dijadikan solusi untuk pembelajaran di masa adaptasi
kebiasaan baru.

“Daripada merencanakan pembukaan
sekolah di zona nonhijau, KPAI menyarankan agar Kemendikbud sebaiknya fokus
menangani permasalahan yang muncul selama PJJ. Misalnya, dengan menggratiskan
internet bagi siswa dan guru yang kesulitan mengakses PJJ dan menyederhanakan kurikulum,”
pungkasnya.

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah berencana mengevaluasi Surat Keputusan
Bersama (SKB) Empat Menteri tentang pembukaan sekolah.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri
mengatakan, bahwa tujuan dari evaluasi SKB tersebut, Kemendikbud ingin melihat
peluang dibukanya sekolah di seluruh jenjang.

“SKB akan kita evaluasi untuk
bisa mengakomodasi keinginan masyarakat. Baik yang ingin membuka maupun yang
mempertahankan untuk tidak buka,” kata Jumeri di Jakarta, Rabu (5/8)

Jumeri menjelaskan, berdasarkan
isi SKB 4 Menteri saat ini, yang bisa mengikuti pembelajaran tatap muka pada
tahap pembukaan awal ialah jenjang SMP, SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah (MA).

Setelah dua bulan berikutnya,
pada tahap kedua, dibuka untuk jenjang SD dan sederajat. Kemudian, PAUD baru
dibuka pada tahap ketiga. Artinya baru bisa dibuka dua bulan setelah jenjang SD
dibuka.

“Banyak usulan juga dari orang
tua, secara umum, persekolahan atau stakeholder sekolah, menghendaki kita
segera tatap muka, termasuk untuk PAUD,” ujarnya.

Jika rencana tersebut terlaksana,
Kemendikbud menegaskan bahwa faktor kesehatan dan keselamatan warga satuan
pendidikan masih menjadi prioritas utama yang akan deperhatikan.

Baca Juga :  Jenazah Ani Yudhoyono Tiba Malam Ini, Disambut Ratusan Prajurit TNI

“Kami berusaha mengakomodasi
banyak hal yang terkait aspirasi masyarakat. Sebab sejauh ini, masih ada dua
kutub yang berlawanan. Secara umum dari kalangan kesehatan belum ingin membuka.
Sedangkan dari sekolah, orang tua, peserta didik, ingin segera dibuka.”
tuturnya.

Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Nadiem Makarim menambahkan, bahwa semua pihak termasuk Kemendikbud,
sekolah maupun perguruan tinggi ingin kembali menggelar pembelajaran tatap
muka. Namun, sebelum melakukan itu faktor keamanan dan kesehatan harus
dipastikan terjaga.

“Tidak ada yang mau PJJ. Semua
ingin balik tatap muka secepat mungkin, tapi kita harus memastikan keamanan,
kesehatan terjaga,” kata Nadiem.

Menurut Nadiem, pembelajaran
Jarak Jauh ini merupakan sutau keterpaksaan yang harus dilakukan di tengah
kondisi krisis kesehatan, pandemi covid-19.

“Pembelajaran jarak jauh ini
bukan yang diinginkan oleh Kemendikbud maupun pemerintah. Ini adalah keterpaksaan,”
ujarnya.

Sementara itu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, rencana Kemendikbud untuk membuka
sekolah di zona nonhijau Covid-19 dapat membahayakan kesehatan siswa. Meskipun,
kebijakan itu didasarkan pada masukan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19.

Baca Juga :  Tata Cara Zakat Fitrah, MUI: Bisa Dilakukan Tanpa Ijab Qobul Fisik

“Seharusnya kita bisa belajar
dari sekolah-sekolah di zona hijau yang diizinkan dibuka kemudian menjadi
kluster baru penyebaran Covid-19,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno
Listyarti.

Retno menuturkan, berdasarkan pengawasan
yang dilakukan KPAI terhadap 15 sekolah yang pernah mereka kunjungi selama
pandemi Covid-19, hanya satu sekolah yang dinilai sudah siap menyesuaikan
pelaksanaan pembelajaran dengan protokol kesehatan yang dibutuhkan untuk
membatasi penyebaran wabah tersebut.

“Kalau satu berbanding 15 itu
menurut saya mengerikan sekali. Jadi seharusnya sekolah yang enggak siap,
enggak usah dibuka. Bahaya buat anak-anak,” kata dia.

Menurut Retno, jika belajar dari
pembukaan sekolah di zona hijau yang kemudian menjadi klaster baru penularan
Covid-19, hal itu membuktikan bahwa pembelajaran secara tatap muka di zona
manapun belum bisa dijadikan solusi untuk pembelajaran di masa adaptasi
kebiasaan baru.

“Daripada merencanakan pembukaan
sekolah di zona nonhijau, KPAI menyarankan agar Kemendikbud sebaiknya fokus
menangani permasalahan yang muncul selama PJJ. Misalnya, dengan menggratiskan
internet bagi siswa dan guru yang kesulitan mengakses PJJ dan menyederhanakan kurikulum,”
pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru