28.4 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

IDI Sebut Kenaikan Iuran BPJS Belum Tentu Berdampak Pada Perbaikan Pel

KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan dinilai tak lantas
begitu saja menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) memprediksi kenaikkan tersebut tidak akan membuat layanan
kesehatan di rumah sakit menjadi lebih baik. Sebab, kebijakan tersebut hanya
difokuskan untuk menekan defisit yang terjadi selama ini.

“Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada
kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara mengatasi defisit
saja,” kata Wakil Ketua Umum IDI Adib Khumaidi di kawasan Menteng, Jakarta
Pusat, Sabtu (2/11).

Dia menyampaikan, kenaikan iuran BPJS dikhawatirkan hanya akan menjadi
solusi gali lubang tutup lubang. Karena, defisit bisa berpotensi muncul terus
apabila sistemnya tidak dibenahi secara menyeluruh.

“Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja. Negara perlu turun
langsung mengatasi masalah defisit ini,” imbuhnya.

Meski begitu, IDI tidak memungkiri defisit memang salah satu aspek
terpenting yang harus dibenahi. Pasalnya, defisit membuat banyak tenaga medis
rumah sakit belum mendapat bayaran dari BPJS.

Baca Juga :  Edukasi Investasi Nasabah Private dan Priority Banking

Ia pun mengakui bahwa defisit BPJS Kesehatan secara tidak langsung turut
berpengaruh pada kualitas layanan kesehatan bagi para pasien di rumah sakit.
“Problem di dalam kesehatan sekarang dalam sistem pelayanan kondisinya adalah
emergency in health care, indanger in health care,” jelas Adib.

Sebelumnya, kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional –
Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan. Kenaikan iuran sudah resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo
(Jokowi) pada 24 Oktober 2019.

Pasal 29 Perpres 75/2019 menetapkan kenaikan iuran kategori PBI sebesar Rp
42.000 dari Rp 23.000 per orang per bulan. Kenaikan iuran PBI ini berlaku surut
per 1 Agustus 2019 untuk 96,6 juta PBI (APBN) dan 37 juta PBI yang ditanggung
(APBD).

Baca Juga :  Presiden Sebut Airlangga Sukses ‘Motori’ Kartu Prakerja

Tidak hanya menaikan iuran peserta JKN-KIS kategori PBI, dalam Perpres
75/2019 juga ditetapkan besaran iuran bagi peserta mandiri. Namun kenaikan
iuran baru akan berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.

Peserta ketegori mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) untuk
kelas 3 naik menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan. Kemudian kelas 2 naik
dari semula Rp 51.000 jadi Rp 110.000, sedangkan kelas 1 naik menjadi Rp
160.000 dari Rp 80.0000.

Sementara itu, untuk kategori pekerja penerima upah (PPU) seperti ASN, TNI,
dan Polri besaran iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji setiap bulannya.
Dengan pembagian 4 persen ditanggung pemberi kerja dan 1 persen dibayarkan
peserta dengan batas maksimal gaji Rp 12 juta. (JPC/KPC)

KENAIKAN iuran BPJS Kesehatan dinilai tak lantas
begitu saja menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) memprediksi kenaikkan tersebut tidak akan membuat layanan
kesehatan di rumah sakit menjadi lebih baik. Sebab, kebijakan tersebut hanya
difokuskan untuk menekan defisit yang terjadi selama ini.

“Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada
kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara mengatasi defisit
saja,” kata Wakil Ketua Umum IDI Adib Khumaidi di kawasan Menteng, Jakarta
Pusat, Sabtu (2/11).

Dia menyampaikan, kenaikan iuran BPJS dikhawatirkan hanya akan menjadi
solusi gali lubang tutup lubang. Karena, defisit bisa berpotensi muncul terus
apabila sistemnya tidak dibenahi secara menyeluruh.

“Yang kita takutkan iurannya akan menutup defisit saja. Negara perlu turun
langsung mengatasi masalah defisit ini,” imbuhnya.

Meski begitu, IDI tidak memungkiri defisit memang salah satu aspek
terpenting yang harus dibenahi. Pasalnya, defisit membuat banyak tenaga medis
rumah sakit belum mendapat bayaran dari BPJS.

Baca Juga :  Edukasi Investasi Nasabah Private dan Priority Banking

Ia pun mengakui bahwa defisit BPJS Kesehatan secara tidak langsung turut
berpengaruh pada kualitas layanan kesehatan bagi para pasien di rumah sakit.
“Problem di dalam kesehatan sekarang dalam sistem pelayanan kondisinya adalah
emergency in health care, indanger in health care,” jelas Adib.

Sebelumnya, kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional –
Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan. Kenaikan iuran sudah resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo
(Jokowi) pada 24 Oktober 2019.

Pasal 29 Perpres 75/2019 menetapkan kenaikan iuran kategori PBI sebesar Rp
42.000 dari Rp 23.000 per orang per bulan. Kenaikan iuran PBI ini berlaku surut
per 1 Agustus 2019 untuk 96,6 juta PBI (APBN) dan 37 juta PBI yang ditanggung
(APBD).

Baca Juga :  Presiden Sebut Airlangga Sukses ‘Motori’ Kartu Prakerja

Tidak hanya menaikan iuran peserta JKN-KIS kategori PBI, dalam Perpres
75/2019 juga ditetapkan besaran iuran bagi peserta mandiri. Namun kenaikan
iuran baru akan berlaku pada 1 Januari 2020 mendatang.

Peserta ketegori mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) untuk
kelas 3 naik menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan. Kemudian kelas 2 naik
dari semula Rp 51.000 jadi Rp 110.000, sedangkan kelas 1 naik menjadi Rp
160.000 dari Rp 80.0000.

Sementara itu, untuk kategori pekerja penerima upah (PPU) seperti ASN, TNI,
dan Polri besaran iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji setiap bulannya.
Dengan pembagian 4 persen ditanggung pemberi kerja dan 1 persen dibayarkan
peserta dengan batas maksimal gaji Rp 12 juta. (JPC/KPC)

Terpopuler

Artikel Terbaru