27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Mengejar SARS

Yang sembuh dan yang meninggal
terus bertambah. Berkejaran. Orang pun mulai membanding-bandingkan: mengerikan
mana. Virus Wuhan sekarang ini atau SARS 18 tahun lalu.

SARS: yang terjangkit 8.098
orang.

WUHAN: yang terjangkit 7.771
orang. Sampai kemarin. Baru satu bulan.

Kelihatannya angka itu akan
segera melebihi korban SARS. Besok atau lusa. Berarti virus Wuhan lebih
dahsyat.

SARS: yang meninggal 744 orang.

WUHAN: yang mati 170 orang.
Sampai kemarin. Jumlah yang meninggal memang masih jauh dari SARS. Dan yang
meninggal itu juga hanya di Tiongkok. Khususnya di Propinsi Hubei. Lebih khusus
lagi di ibukota propinsi itu: Wuhan.

Waktu SARS dulu media sosial
belum semeriah sekarang. Tapi SARS juga tidak kalah menakutkan.

Mungkin para pegiat medsos yang
sekarang belum ikut merasakan tegangnya waktu ada SARS. Anak yang sekarang
berumur 25 tahun, waktu itu baru berumur 7 tahun. 

Wabah SARS bermula akhir November
2002. Saat musim dingin mulai tiba.

Wabah Wuhan ini diketahui
pertengahan Desember 2019. Saat musim dingin sudah tiba –agak telat.

Virus Corona ini bermula di Kota
Wuhan. Dari sebuah pasar ikan yang sekaligus pasar binatang-binatang liar.

Virus SARS dulu bermula dari Kota
Foshan, 50 Km dari Kota Guangzhou.

Penderita pertama virus Wuhan
adalah pemilik kios di pasar ikan di kota itu. Beberapa pemilik kios sekaligus.

Penderita pertama virus SARS
adalah seorang petani di luar kota Foshan. Petani itu dibawa ke RS di Foshan.
Tiga hari kemudian meninggal dunia. 

Penyebab SARS tetap tidak segera
diketahui. Virus yang menyerang petani itu begitu aneh. Tidak pernah dikenal.

Pengobatannya sulit. Sampai
petani itu meninggal. Termasuk meninggalkan virus ke orang sekitarnya. Bahkan
ke dokternya sendiri.

Dokter itu bukan sembarang
dokter. Ia ahli virus. Gelarnya sudah profesor.

Namanya: Prof Liu Jianlun. Usia
64 tahun.

Sang profesor tidak tahu kalau
dirinya tertular virus SARS.

Ia pergi ke Hongkong. Tinggal di
hotel Metropole, Kowloon.

Di lantai sembilan.

Nomor kamarnya 911.

Itu tanggal 21 Februari 2003.

Malam itu Prof Liu demam. Suhu
badannya panas. Lantas dibawa ke RS dekat hotel itu. Dirawat di situ.

Ternyata Prof Liu terkena virus
SARS. Tidak sampai dua minggu kemudian ia meninggal. Itu tanggal 4 Maret 2003.

Gempar. Ketakutan kian mencekam.

Mulailah dilakukan penyelidikan.
Siapa saja yang pernah bermalam di hotel itu. Khususnya di lantai 9. Lebih
khusus lagi yang berdesakan satu lift dengannya.

Baca Juga :  Pasukan Perajah Motanoi Kalteng Dukung Pilkada Damai

Ditemukanlah 16 nama penghuni
hotel yang di lantai sembilan. Tapi mereka sudah menyebar ke tujuan masing-masing:
Kanada, Taiwan, Singapura, dan ke pulau Hongkong di seberang Kowloon.

Mereka yang ke negara-negara jauh
itu ternyata membawa serta virus SARS. Yang pergi dekat membawa lebih banyak.
Maka berjatuhanlah korban SARS di mana-mana.

Di Hongkong saja yang terkena
SARS 1.755 orang. Yang kemudian meninggal dunia 299 orang. Berarti 17 persen
orang yang terkena virus SARS meninggal.

Hongkong saat itu sangat parah.
Di samping ada faktor Dr Liu, letak Hongkong memang berbatasan langsung dengan
Provinsi Guangdong. Kota Guangzhou hanya tiga jam dari Shenzhen. Dengan
kendaraan mobil. Dan Kota Shenzhen hanya satu jam mobil dari Hongkong. 

Perlintasan perbatasan teramai di
dunia adalah antara Hongkong dan Shenzhen.

Sejak itu Hotel Metropole Kowloon
kehilangan bisnis.

Tapi seiring dengan hilangnya
SARS dari muka bumi orang melupakan juga kamar 911 itu.

Tiga tahun kemudian hotel itu
direnovasi. Termasuk namanya pun diganti. Menjadi Hotel Metropark Kowloon.

Jumlah kamarnya 487 buah kini
tinggal 486 buah. Kamar 911 itu diubah nomornya menjadi No 913. 

Rencana awalnya untuk museum
SARS.

Bisnis hotel itu belakangan sudah
ramai lagi. Hampir selalu penuh. Letaknya memang strategis. Hanya selemparan
batu dari stasiun MTR Mongkok yang tahun lalu sering didemo itu.

Kini virus Wuhan juga sudah masuk
Hongkong. Tapi belum separah dulu –kalau bisa jangan sampai. Yang terkena
virus Wuhan sudah/baru 10 orang. Yang meninggal dunia 0.

Waktu SARS dulu Kanada menempati
urutan ketiga setelah Tiongkok dan Hongkong. Dengan korban meninggal 43 orang.
Sekitar 17 persen orang Kanada yang terkena virus Hotel Metropole meninggal
dunia.

Urutan keempat adalah Taiwan (37
meninggal). Dan yang kelima Singapura (33 orang meninggal). 

Sampai SARS reda di pertengahan
tahun 2003 belum ditemukan obatnya. Antibiotik tidak bisa mematikan virus
–apalagi SARS atau Wuhan. 

Karena itu banyak yang mengaitkan
redanya virus saat itu dengan datangnya musim panas.

Adakah virus Wuhan ini juga akan
reda sendiri ketika musim panas tiba? Di bulan April nanti?

Kalau pun itu yang terjadi
berarti masih harus berapa banyak lagi korban yang akan jatuh sampai April itu?

Sampai saat ini cara isolasi
adalah masih yang paling ampuh. Membatasi hubungan antar manusia, juga manusia
dan binatang, adalah pencegahan paling efektif.

Baca Juga :  Pengamanan Kegiatan Duta Besar Belanda di Palangka Raya, Anggota Dimin

Maka berperilakulah yang bersih.
Sering-sering cuci tangan dengan sabun.

Apalagi bagi orang yang punya
riwayat sakit terkait dengan pernapasan.

Robert Lai terus menelepon saya
dari Singapura. Sehari tiga kali. Ia memonitor saya ke mana saja. Ketika saya
kemukakan akan ke Jakarta ia keberatan. 

“Rapat penting,” kata
saya.

“Ganti dengan video
call
,” katanya.

“Suhu Jakarta panas,”
kilah saya.

“Singapore juga panas.
Nyatanya ada yang terkena,” bantahnya.

Robert, teman baik saya itu,
mengategorikan saya sebagai yang rawan terkena virus. Maklum setiap hari saya
harus meminum obat immunosuppression. Kekebalan
tubuh saya sengaja diturunkan. Agar hati baru saya tidak ditolak oleh sistem
tubuh saya. 

Saya juga mengingatkan
teman-teman sesama penerima transplantasi organ untuk lebih hati-hati. Termasuk
teman saya di Balikpapan yang sukses menjalani ganti jantung di Beijing.

Saya bertemu ia makan kepiting di
Balikpapan tiga hari lalu. Yakni saat koran DI’s Way Kaltim menjamu para
pengusaha di restoran kepiting. Ia tampak sehat. Namanya A Liong. Ternyata
sudah naik haji segala.

Tentu saya juga harus mengurangi
banyak perjalanan. Beberapa janji di luar negeri saya batalkan. Saya juga tidak
akan menghadiri resepsi perkawinan besar pengusaha tekstil Solo di Jakarta.
Saya sudah minta maaf untuk ketidak hadiran itu.

Para ilmuwan masih terus
penasaran pada virus SARS dan apalagi Wuhan ini.

Tahun lalu baru benar-benar
dipastikan bahwa virus SARS datang dari kelelawar.

Ternyata kelelawar itu puluhan
jenisnya. Dan tidak semua kelelawar sayapnya hitam. 

Yang menjadi sarang virus SARS
itu jenis kelelawar sepatu kuda. Melihat gambarnya saya tidak bisa membedakan
dengan kelelawar lainnya: saya malas memelototi untuk mencari perbedaannya.

Bukan malas sebenarnya. Agak
ngeri dan jijik.

Tahun lalu itu sebuah gua penuh
kelelawar jenis itu dibongkar. Lokasinya di Provinsi Kunming. Sekitar 1.500 Km
sebelah barat Kota Guangzhou.

Warna kelelawar sepatu kuda ini
coklat agak kemerahan. Itu yang saya tidak tahu.

Gara-gara Koes Ploes saya pun
mengira semua kelelawar sayapnya hitam.

Gara-gara pernah nangis
kehilangan ayam, semua penyergap ayam saya anggap luwak.

Begitulah di desa, semua hal
disederhanakan. Tidak mau mengingat istilah yang rumit-rumit –jiwacoronasraya,
asasarsbri, egombalkatepe… (dahlan iskan)

 

Yang sembuh dan yang meninggal
terus bertambah. Berkejaran. Orang pun mulai membanding-bandingkan: mengerikan
mana. Virus Wuhan sekarang ini atau SARS 18 tahun lalu.

SARS: yang terjangkit 8.098
orang.

WUHAN: yang terjangkit 7.771
orang. Sampai kemarin. Baru satu bulan.

Kelihatannya angka itu akan
segera melebihi korban SARS. Besok atau lusa. Berarti virus Wuhan lebih
dahsyat.

SARS: yang meninggal 744 orang.

WUHAN: yang mati 170 orang.
Sampai kemarin. Jumlah yang meninggal memang masih jauh dari SARS. Dan yang
meninggal itu juga hanya di Tiongkok. Khususnya di Propinsi Hubei. Lebih khusus
lagi di ibukota propinsi itu: Wuhan.

Waktu SARS dulu media sosial
belum semeriah sekarang. Tapi SARS juga tidak kalah menakutkan.

Mungkin para pegiat medsos yang
sekarang belum ikut merasakan tegangnya waktu ada SARS. Anak yang sekarang
berumur 25 tahun, waktu itu baru berumur 7 tahun. 

Wabah SARS bermula akhir November
2002. Saat musim dingin mulai tiba.

Wabah Wuhan ini diketahui
pertengahan Desember 2019. Saat musim dingin sudah tiba –agak telat.

Virus Corona ini bermula di Kota
Wuhan. Dari sebuah pasar ikan yang sekaligus pasar binatang-binatang liar.

Virus SARS dulu bermula dari Kota
Foshan, 50 Km dari Kota Guangzhou.

Penderita pertama virus Wuhan
adalah pemilik kios di pasar ikan di kota itu. Beberapa pemilik kios sekaligus.

Penderita pertama virus SARS
adalah seorang petani di luar kota Foshan. Petani itu dibawa ke RS di Foshan.
Tiga hari kemudian meninggal dunia. 

Penyebab SARS tetap tidak segera
diketahui. Virus yang menyerang petani itu begitu aneh. Tidak pernah dikenal.

Pengobatannya sulit. Sampai
petani itu meninggal. Termasuk meninggalkan virus ke orang sekitarnya. Bahkan
ke dokternya sendiri.

Dokter itu bukan sembarang
dokter. Ia ahli virus. Gelarnya sudah profesor.

Namanya: Prof Liu Jianlun. Usia
64 tahun.

Sang profesor tidak tahu kalau
dirinya tertular virus SARS.

Ia pergi ke Hongkong. Tinggal di
hotel Metropole, Kowloon.

Di lantai sembilan.

Nomor kamarnya 911.

Itu tanggal 21 Februari 2003.

Malam itu Prof Liu demam. Suhu
badannya panas. Lantas dibawa ke RS dekat hotel itu. Dirawat di situ.

Ternyata Prof Liu terkena virus
SARS. Tidak sampai dua minggu kemudian ia meninggal. Itu tanggal 4 Maret 2003.

Gempar. Ketakutan kian mencekam.

Mulailah dilakukan penyelidikan.
Siapa saja yang pernah bermalam di hotel itu. Khususnya di lantai 9. Lebih
khusus lagi yang berdesakan satu lift dengannya.

Baca Juga :  Pasukan Perajah Motanoi Kalteng Dukung Pilkada Damai

Ditemukanlah 16 nama penghuni
hotel yang di lantai sembilan. Tapi mereka sudah menyebar ke tujuan masing-masing:
Kanada, Taiwan, Singapura, dan ke pulau Hongkong di seberang Kowloon.

Mereka yang ke negara-negara jauh
itu ternyata membawa serta virus SARS. Yang pergi dekat membawa lebih banyak.
Maka berjatuhanlah korban SARS di mana-mana.

Di Hongkong saja yang terkena
SARS 1.755 orang. Yang kemudian meninggal dunia 299 orang. Berarti 17 persen
orang yang terkena virus SARS meninggal.

Hongkong saat itu sangat parah.
Di samping ada faktor Dr Liu, letak Hongkong memang berbatasan langsung dengan
Provinsi Guangdong. Kota Guangzhou hanya tiga jam dari Shenzhen. Dengan
kendaraan mobil. Dan Kota Shenzhen hanya satu jam mobil dari Hongkong. 

Perlintasan perbatasan teramai di
dunia adalah antara Hongkong dan Shenzhen.

Sejak itu Hotel Metropole Kowloon
kehilangan bisnis.

Tapi seiring dengan hilangnya
SARS dari muka bumi orang melupakan juga kamar 911 itu.

Tiga tahun kemudian hotel itu
direnovasi. Termasuk namanya pun diganti. Menjadi Hotel Metropark Kowloon.

Jumlah kamarnya 487 buah kini
tinggal 486 buah. Kamar 911 itu diubah nomornya menjadi No 913. 

Rencana awalnya untuk museum
SARS.

Bisnis hotel itu belakangan sudah
ramai lagi. Hampir selalu penuh. Letaknya memang strategis. Hanya selemparan
batu dari stasiun MTR Mongkok yang tahun lalu sering didemo itu.

Kini virus Wuhan juga sudah masuk
Hongkong. Tapi belum separah dulu –kalau bisa jangan sampai. Yang terkena
virus Wuhan sudah/baru 10 orang. Yang meninggal dunia 0.

Waktu SARS dulu Kanada menempati
urutan ketiga setelah Tiongkok dan Hongkong. Dengan korban meninggal 43 orang.
Sekitar 17 persen orang Kanada yang terkena virus Hotel Metropole meninggal
dunia.

Urutan keempat adalah Taiwan (37
meninggal). Dan yang kelima Singapura (33 orang meninggal). 

Sampai SARS reda di pertengahan
tahun 2003 belum ditemukan obatnya. Antibiotik tidak bisa mematikan virus
–apalagi SARS atau Wuhan. 

Karena itu banyak yang mengaitkan
redanya virus saat itu dengan datangnya musim panas.

Adakah virus Wuhan ini juga akan
reda sendiri ketika musim panas tiba? Di bulan April nanti?

Kalau pun itu yang terjadi
berarti masih harus berapa banyak lagi korban yang akan jatuh sampai April itu?

Sampai saat ini cara isolasi
adalah masih yang paling ampuh. Membatasi hubungan antar manusia, juga manusia
dan binatang, adalah pencegahan paling efektif.

Baca Juga :  Pengamanan Kegiatan Duta Besar Belanda di Palangka Raya, Anggota Dimin

Maka berperilakulah yang bersih.
Sering-sering cuci tangan dengan sabun.

Apalagi bagi orang yang punya
riwayat sakit terkait dengan pernapasan.

Robert Lai terus menelepon saya
dari Singapura. Sehari tiga kali. Ia memonitor saya ke mana saja. Ketika saya
kemukakan akan ke Jakarta ia keberatan. 

“Rapat penting,” kata
saya.

“Ganti dengan video
call
,” katanya.

“Suhu Jakarta panas,”
kilah saya.

“Singapore juga panas.
Nyatanya ada yang terkena,” bantahnya.

Robert, teman baik saya itu,
mengategorikan saya sebagai yang rawan terkena virus. Maklum setiap hari saya
harus meminum obat immunosuppression. Kekebalan
tubuh saya sengaja diturunkan. Agar hati baru saya tidak ditolak oleh sistem
tubuh saya. 

Saya juga mengingatkan
teman-teman sesama penerima transplantasi organ untuk lebih hati-hati. Termasuk
teman saya di Balikpapan yang sukses menjalani ganti jantung di Beijing.

Saya bertemu ia makan kepiting di
Balikpapan tiga hari lalu. Yakni saat koran DI’s Way Kaltim menjamu para
pengusaha di restoran kepiting. Ia tampak sehat. Namanya A Liong. Ternyata
sudah naik haji segala.

Tentu saya juga harus mengurangi
banyak perjalanan. Beberapa janji di luar negeri saya batalkan. Saya juga tidak
akan menghadiri resepsi perkawinan besar pengusaha tekstil Solo di Jakarta.
Saya sudah minta maaf untuk ketidak hadiran itu.

Para ilmuwan masih terus
penasaran pada virus SARS dan apalagi Wuhan ini.

Tahun lalu baru benar-benar
dipastikan bahwa virus SARS datang dari kelelawar.

Ternyata kelelawar itu puluhan
jenisnya. Dan tidak semua kelelawar sayapnya hitam. 

Yang menjadi sarang virus SARS
itu jenis kelelawar sepatu kuda. Melihat gambarnya saya tidak bisa membedakan
dengan kelelawar lainnya: saya malas memelototi untuk mencari perbedaannya.

Bukan malas sebenarnya. Agak
ngeri dan jijik.

Tahun lalu itu sebuah gua penuh
kelelawar jenis itu dibongkar. Lokasinya di Provinsi Kunming. Sekitar 1.500 Km
sebelah barat Kota Guangzhou.

Warna kelelawar sepatu kuda ini
coklat agak kemerahan. Itu yang saya tidak tahu.

Gara-gara Koes Ploes saya pun
mengira semua kelelawar sayapnya hitam.

Gara-gara pernah nangis
kehilangan ayam, semua penyergap ayam saya anggap luwak.

Begitulah di desa, semua hal
disederhanakan. Tidak mau mengingat istilah yang rumit-rumit –jiwacoronasraya,
asasarsbri, egombalkatepe… (dahlan iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru