Site icon Prokalteng

PBNU Usulkan Pilpres lewat MPR

pbnu-usulkan-pilpres-lewat-mpr

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj
mengusulkan pemilihan umum presiden (pilpres) melalui MPR. Pertimbangannya,
pilpres secara langsung dinilai memiliki banyak dampak negatif.

Said menyampaikan usulan tersebut saat menerima kunjungan
pimpinan MPR di Kantor PB NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin
(27/11). Kehadiran MPR bertujuan menyerap aspirasi tentang rencana amandemen
UUD 1945.

Said menyatakan, usulan dan masukan tentang pilpres melalui MPR
merupakan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Pondok Pesantren
Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, pada 2012. ’’Waktu Pak SBY masih
menjabat presiden,’’ ujarnya setelah pertemuan.

Menurut dia, saat itu Rais Am PB NU KH Sahal Mahfudz masih
hidup. Selain itu, ada KH Mustofa Bisri. Usulan presiden dipilih MPR itu
berdasar manfaat dan mudaratnya. Pilpres secara langsung membutuhkan high cost,
terutama cost sosial.

Said menjelaskan, pelaksanaan pilpres secara langsung selalu
dibayangi konflik yang mengancam. Misalnya, pergelaran Pilpres 2019 yang
berlangsung panas dan mendidih. Kondisinya sangat memprihatinkan. Namun, dia
bersyukur situasi tetap aman dan terkendali. ’’Tapi, apakah setiap lima tahun
harus begini?’’ kata pria kelahiran Cirebon tersebut.

Dia menegaskan, pilpres melalui MPR perlu dilakukan demi
kepentingan rakyat. Begitu juga pembentukan garis-garis besar haluan negara
(GBHN). ’’Semua dilakukan demi bangsa, demi persatuan. Nggak ada kepentingan
politik praktis,’’ tegasnya.

Said menyebut amandemen UUD 1945 sebagai suatu keharusan.
Mengenai amandemen dilakukan secara terbatas atau menyeluruh, dia pun
menyerahkan sepenuhnya kepada pimpinan MPR.

Terkait dengan anggapan bahwa pilpres melalui MPR merupakan
kemunduran, Said menuturkan bahwa demokrasi hanyalah sebuah alat atau media
dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Demokrasi bukanlah tujuan. Menurut dia,
demokrasi liberal belum tentu bisa menyejahterakan rakyat.

PB NU juga mendorong dikembalikannya utusan golongan dalam MPR
yang sebelumnya dihapus dan diganti dengan DPD lewat amandemen UUD 1945 pada
1999. Menurut Said, keterwakilan golongan sangat kecil, baik di DPD maupun di
DPR. ’’Sehingga perlu kembali dipikirkan adanya utusan golongan,’’ tandasnya.(jpc)

 

 

Exit mobile version