25.4 C
Jakarta
Tuesday, April 8, 2025

Pilih DI’s Way

Lagi-lagi kejutan. Dari negara itu lagi.

Diumumkannya: tanggal 19 Juni lalu. Badan
Administrasi Obat Nasional menyetujui penemuan vaksin jenis baru lagi. Untuk
imunisasi Covid-19. Yang, kata penemunya, lebih canggih.

Namanya: vaksin mRNA (messenger ribonucleic
acid).

Penemunya: Institut Penelitian Medis
Militer. 

Pimpinan proyek penelitian: Qin Chengfeng.

Vaksin mRNA itu sudah mencapai tahap berhasil
bagi seorang ilmuwan. Yakni sudah disetujui untuk dilakukan uji klinis.

Itu berarti sudah lolos uji-uji yang lain.
Termasuk sudah diuji ke tikus dan monyet. Saatnya diujikan ke manusia. Itu yang
disebut uji klinis.

Seperti juga penemuan obat pada umumnya, uji
klinis itu perlu tiga tahap: disuntikkan ke sejumlah orang untuk mengetahui
manjur tidaknya. Di tahap ini diperlukan 50 sampai 100 orang relawan. Agar bisa
diperoleh variasi umur, variasi dosis dan variasi waktu yang cukup. 

Kalau fase pertama itu lolos masuk fase kedua.
Diperlukan relawan dengan jumlah yang setara. Fase kedua ini untuk mengetahui
efek samping dari obat baru. 

Fase terakhir diperlukan lebih banyak lagi
relawan. Untuk mendapatkan bahan evaluasi yang lebih luas. 

Temuan baru ini tidak sama dengan temuan tim
Mayjen Chen Wei yang lalu.

Temuan tim Chen Wei sudah berada di tahap
terakhir. Tinggal menunggu hasilnya. Sekitar sebulan lagi.

Setelah itu, mestinya, tinggal mengajukan izin
produksi dan izin edar. Maka tidak lama lagi vaksin Covid-19 temuan peneliti
militer di Wuhan itu mestinya bisa mulai dipakai. Perkiraan saya sekitar bulan
September atau Oktober. 

Sudah jelas, kata Chen Wei, hasil uji klinis
tahap 1 dan 2 sangat gemilang.

Baca Juga :  Tingkatkan Daya Saing Berbasis SDM

Ternyata ada penemuan baru lagi. Dan masih
tetap mengejutkan. Setidaknya secara keilmuan.

Di Tiongkok sendiri temuan terbaru ini disebut
sebagai varietas vaksin teknologi tinggi.

Vaksin mRNA ini disebut sampai bisa menginduksi
respon T-cell pelindung.

Apa itu sel T?

Tubuh manusia terbentuk dari bermilyar-milyar
sel. Atau bahkan triliunan. Jenis sel-nya pun macam-macam. Salah satunya
disebut sel T.

Saya pernah mendapat penjelasan detail tentang
peran sel T ini dalam tubuh manusia. Yakni saat saya menjalani stem cell.

Waktu itu saya menyediakan diri sebagai pejabat
tinggi pertama yang mau menjalani stem cell oleh
dokter putra bangsa sendiri: Dr. dr. Purwati. Peneliti dari Universitas
Airlangga Surabaya.

Setelah tiga kali menjalani peremajaan sel itu,
saya menghadiri ceramah Dr Mahathir Mohamad. Saya kaget melihat kesegaran
fisiknya. Beda sekali dengan dua tahun sebelumnya. Saat saya bertemu beliau di
Kuala Lumpur. Saat itu beliau sakit-sakitan. Bahkan perlu dipapah.

Melihat kesegaran Pak Mahathir saya pun
menginformasikannya ke Dokter Purwati. Termasuk info yang saya peroleh di Kuala
Lumpur. Bahwa Pak Mahathir bisa segar begitu karena menjalani stem cell khusus: stem cell sel
T.

Saya pikir itu baru. Ternyata Dokter Purwati
juga sudah mendalami sel T itu.

”Saya juga bisa melakukannya,” ujar Dokter
Purwati. ”Mau?” tanyanyi. 

Saya pun mau. Saya pun menjalani stem cell khusus untuk sel T.

Saat itulah saya mendapat penjelasan apa itu
sel T. Itulah sel yang tugasnya mengatur keseimbangan antar sel. Agar jumlah
sel di tubuh kita proporsional. Termasuk jumlah sel yang membentuk imunitas.

Baca Juga :  Nah Loh...Tim Satgas Temukan 7 Pelanggar Prokes di Lingkungan Pemko Pa

Kalau sel T yang ada di tubuh seseorang sudah
banyak yang menua berarti kemampuan ”petugas” pengatur sel itu juga sudah
berkurang. 

Saya ingin sel T saya berfungsi dengan baik.

Maka darah saya diambil. Dokter Pur
memilah-milah sel yang ada di darah itu. Jutaan sel yang bukan sel T
disingkirkan. Dia hanya memilih satu sel T saja. Yang paling sehat dan
bentuknya paling sempurna. Sel sehat itu lantas dibiakkan di dalam
laboratoriumnyi.

Setelah sel T itu dibiakkan menjadi 200 juta
–yang semuanya sel muda dan sehat– dimasukkan ke tubuh saya. 

Enam bulan kemudian saya menjalani stem cell T sekali lagi. Dan sekali lagi.

Dalam dua tahun terakhir sekitar 1 miliar sel T
yang muda sudah dimasukkan ke tubuh saya. 

Sampai hari ini saya sudah melakukan lebih 10
kali stem cell. Tidak satu kali pun di luar negeri.

Kalau temuan vaksin mRNA itu sampai bisa
menginduksi sel T, berarti penemuan tim Qing Chengfeng itu memang baru. 

Menurut Cheng-feng, vaksin baru itu nanti
sekaligus bisa mengatasi replikasi virus.

Yang juga baru adalah pengaturan rute teknis
vaksin itu. Agar bisa mencapai sasaran dengan jalan pintas yang lebih cepat.

Uraiannya sangat teknis. Termasuk bagaimana
mengekspresikan protein. Sampai tubuh memiliki kekebalan pada Covid-19.

Saya menjadi bingung.

Pilih cepat tapi dapat vaksin temuan Mayjen
Chen Wei dari Wuhan itu atau menunggu lebih lama untuk dapat vaksin dari
Chengfeng ini.

Saya pilih yang lain: mempersiapkan Harian DI’s
Way.(Dahlan Iskan)

Lagi-lagi kejutan. Dari negara itu lagi.

Diumumkannya: tanggal 19 Juni lalu. Badan
Administrasi Obat Nasional menyetujui penemuan vaksin jenis baru lagi. Untuk
imunisasi Covid-19. Yang, kata penemunya, lebih canggih.

Namanya: vaksin mRNA (messenger ribonucleic
acid).

Penemunya: Institut Penelitian Medis
Militer. 

Pimpinan proyek penelitian: Qin Chengfeng.

Vaksin mRNA itu sudah mencapai tahap berhasil
bagi seorang ilmuwan. Yakni sudah disetujui untuk dilakukan uji klinis.

Itu berarti sudah lolos uji-uji yang lain.
Termasuk sudah diuji ke tikus dan monyet. Saatnya diujikan ke manusia. Itu yang
disebut uji klinis.

Seperti juga penemuan obat pada umumnya, uji
klinis itu perlu tiga tahap: disuntikkan ke sejumlah orang untuk mengetahui
manjur tidaknya. Di tahap ini diperlukan 50 sampai 100 orang relawan. Agar bisa
diperoleh variasi umur, variasi dosis dan variasi waktu yang cukup. 

Kalau fase pertama itu lolos masuk fase kedua.
Diperlukan relawan dengan jumlah yang setara. Fase kedua ini untuk mengetahui
efek samping dari obat baru. 

Fase terakhir diperlukan lebih banyak lagi
relawan. Untuk mendapatkan bahan evaluasi yang lebih luas. 

Temuan baru ini tidak sama dengan temuan tim
Mayjen Chen Wei yang lalu.

Temuan tim Chen Wei sudah berada di tahap
terakhir. Tinggal menunggu hasilnya. Sekitar sebulan lagi.

Setelah itu, mestinya, tinggal mengajukan izin
produksi dan izin edar. Maka tidak lama lagi vaksin Covid-19 temuan peneliti
militer di Wuhan itu mestinya bisa mulai dipakai. Perkiraan saya sekitar bulan
September atau Oktober. 

Sudah jelas, kata Chen Wei, hasil uji klinis
tahap 1 dan 2 sangat gemilang.

Baca Juga :  Tingkatkan Daya Saing Berbasis SDM

Ternyata ada penemuan baru lagi. Dan masih
tetap mengejutkan. Setidaknya secara keilmuan.

Di Tiongkok sendiri temuan terbaru ini disebut
sebagai varietas vaksin teknologi tinggi.

Vaksin mRNA ini disebut sampai bisa menginduksi
respon T-cell pelindung.

Apa itu sel T?

Tubuh manusia terbentuk dari bermilyar-milyar
sel. Atau bahkan triliunan. Jenis sel-nya pun macam-macam. Salah satunya
disebut sel T.

Saya pernah mendapat penjelasan detail tentang
peran sel T ini dalam tubuh manusia. Yakni saat saya menjalani stem cell.

Waktu itu saya menyediakan diri sebagai pejabat
tinggi pertama yang mau menjalani stem cell oleh
dokter putra bangsa sendiri: Dr. dr. Purwati. Peneliti dari Universitas
Airlangga Surabaya.

Setelah tiga kali menjalani peremajaan sel itu,
saya menghadiri ceramah Dr Mahathir Mohamad. Saya kaget melihat kesegaran
fisiknya. Beda sekali dengan dua tahun sebelumnya. Saat saya bertemu beliau di
Kuala Lumpur. Saat itu beliau sakit-sakitan. Bahkan perlu dipapah.

Melihat kesegaran Pak Mahathir saya pun
menginformasikannya ke Dokter Purwati. Termasuk info yang saya peroleh di Kuala
Lumpur. Bahwa Pak Mahathir bisa segar begitu karena menjalani stem cell khusus: stem cell sel
T.

Saya pikir itu baru. Ternyata Dokter Purwati
juga sudah mendalami sel T itu.

”Saya juga bisa melakukannya,” ujar Dokter
Purwati. ”Mau?” tanyanyi. 

Saya pun mau. Saya pun menjalani stem cell khusus untuk sel T.

Saat itulah saya mendapat penjelasan apa itu
sel T. Itulah sel yang tugasnya mengatur keseimbangan antar sel. Agar jumlah
sel di tubuh kita proporsional. Termasuk jumlah sel yang membentuk imunitas.

Baca Juga :  Nah Loh...Tim Satgas Temukan 7 Pelanggar Prokes di Lingkungan Pemko Pa

Kalau sel T yang ada di tubuh seseorang sudah
banyak yang menua berarti kemampuan ”petugas” pengatur sel itu juga sudah
berkurang. 

Saya ingin sel T saya berfungsi dengan baik.

Maka darah saya diambil. Dokter Pur
memilah-milah sel yang ada di darah itu. Jutaan sel yang bukan sel T
disingkirkan. Dia hanya memilih satu sel T saja. Yang paling sehat dan
bentuknya paling sempurna. Sel sehat itu lantas dibiakkan di dalam
laboratoriumnyi.

Setelah sel T itu dibiakkan menjadi 200 juta
–yang semuanya sel muda dan sehat– dimasukkan ke tubuh saya. 

Enam bulan kemudian saya menjalani stem cell T sekali lagi. Dan sekali lagi.

Dalam dua tahun terakhir sekitar 1 miliar sel T
yang muda sudah dimasukkan ke tubuh saya. 

Sampai hari ini saya sudah melakukan lebih 10
kali stem cell. Tidak satu kali pun di luar negeri.

Kalau temuan vaksin mRNA itu sampai bisa
menginduksi sel T, berarti penemuan tim Qing Chengfeng itu memang baru. 

Menurut Cheng-feng, vaksin baru itu nanti
sekaligus bisa mengatasi replikasi virus.

Yang juga baru adalah pengaturan rute teknis
vaksin itu. Agar bisa mencapai sasaran dengan jalan pintas yang lebih cepat.

Uraiannya sangat teknis. Termasuk bagaimana
mengekspresikan protein. Sampai tubuh memiliki kekebalan pada Covid-19.

Saya menjadi bingung.

Pilih cepat tapi dapat vaksin temuan Mayjen
Chen Wei dari Wuhan itu atau menunggu lebih lama untuk dapat vaksin dari
Chengfeng ini.

Saya pilih yang lain: mempersiapkan Harian DI’s
Way.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru