33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

14 Menit

”Hongkong itu mestinya sudah
lenyap dalam 14 menit. Saya lah yang membuat Hongkong tidak jadi lenyap”. 

Siapakah manusia yang begitu tremendous hebatnya
itu?

Saya tidak perlu mengajari Anda.
Anda sudah tahu. Setidaknya sudah bisa menebak. Saya sudah terlalu sering
kecewa –tapi bangga– oleh keahlian pembaca DI’s Way menebak.

”China itu sudah menyiapkan 1
juta tentara di dekat Hongkong,” tambahnya. ”Lalu saya bilang kepada Xi Jinping
jangan lakukan itu. Anda salah besar kalau lakukan itu,” ujar Presiden Donald
Trump menceritakan kembali apa yang ia katakan kepada presiden Tiongkok.

Tidak usah kita pertanyakan:
benarkah sudah disiapkan 1 juta tentara di dekat Hongkong. Benarkah ia
menyarankan itu kepada Xi Jinping. Benarkah Xi Jinping tidak melenyapkan
Hongkong berkat kata-kata Trump –bahkan benarkah Xi Jinping punya rencana
itu. 

Kita tahu Xi Jinping tidak pernah
tunduk pada kata-kata Trump.

Kita juga tahu Trump lagi
tersudut. Bukan hanya soal impeachment, pun soal
Hongkong.

Kongres sudah mengesankan UU yang
menghukum Hongkong. Trump harus menandatanganinya. Atau tidak.

Begitu ia menandatangani sama
dengan ia menumpahkan bensin pada bara yang sudah menyala.

Di Hongkong sendiri kondisi ya
sudah berubah. Drama Tian An Men tidak terjadi di Hongkong. Padahal sudah
banyak yang cemas dan tegang.

Analis memperkirakan kampus
Politeknik Hongkong akan diserbu. Ratusan mahasiswa akan mati. Saat itu masih
sekitar 600 mahasiswa terkepung di kampus itu.

Tapi sampai seminggu kemudian
tidak terjadi apa-apa. Polisi memang masih terus mengurung kampus seluas hampir
8 hektar itu. Tapi dari hari ke hari terus ada yang menyerahkan diri.

Sampai pukul 21.00 tadi malam
tinggal ”beberapa lusin” pendemo yang terkurung di kampus itu.

Mereka terus terisolasi oleh
polisi yang tepung-gelang.

Sepanjang hari Kamis memang tidak
ada satu pun pendemo yang menyerahkan diri. Rupanya yang tersisa di sana adalah
yang ”teradikal”. Yang pilih ditangkap daripada menyerahkan diri. Pun pilih
mati.

Beda dengan hari Senin dan Selasa
lalu –hari kedua dan ketiga pengepungan. Hari itu begitu banyak yang
meninggalkan kampus. Dari sekitar 2.000 orang tinggal 600-an.

Baca Juga :  Bupati Kapuas Intruksikan Percepatan Vaksinasi Covid-19

Keesokan harinya, Rabu, banyak
lagi yang meninggalkan kampus. Ada yang dijemput guru mereka. Atau dijemput tim
kesehatan. 

Ada yang langsung ditahan, ada
yang hanya didata identitas mereka –untuk kemungkinan suatu saat dipanggil
polisi.

Yang berumur di bawah 18 tahun
sudah tidak ada lagi. Yang wanita belum diketahui.

Selasa lalu tiga mahasiswi
berusaha lolos. Mereka membuka tutup parit yang berat itu. Yang bundar itu.
Yang terbuat dari besi itu.

Satu per satu mereka masuk ke
dalam lubang. Lalu menelusuri gorong-gorong parit yang gelap. Dan kotor. Dan
berbau.

Sekali mereka kepergok ular.
Banyak juga ketemu kecoa. Berdasar pengakuan mereka di media Hongkong mereka
sangat ketakutan. Lebih takut dibanding menghadapi polisi anti huru-hara.

Para wanita itu tidak menemukan
lubang untuk keluar. Akhirnya mereka balik kucing ke lubang awal. Menyerahkan
diri.

Ada juga yang ke atas jembatan.
Ingin turun dengan tali. Tapi polisi keburu mengetahui. Yang menjemput di bawah
tali pun ikut ditangkap.

Banyak sekali cara
sembunyi-sembunyi yang mereka usahakan untuk lolos. Tapi polisi benar-benar
menutup semua jalan keluar. Termasuk jalan-jalan tikus.

Jumat pagi kemarin satu tim
penolong diizinkan masuk. Siapa tahu ada yang sakit. Atau ingin menyerah.
Beberapa orang ikut tim itu keluar kampus.

Langsung dimasukkan ambulance.
Setelah didata identitas mereka.

”Sulit mengetahui jumlah pasti
yang masih ada di dalam kampus,” ujar anggota tim itu.

Mereka menyebar ke berbagai
gedung. Juga ke berbagai lantai. Kampus ini memiliki gedung tinggi lebih
sepuluh buah. Beberapa di antara mereka bersembunyi dari intaian kamera. Bahkan
ada yang naik ke tingkat tertinggi. Untuk tidur. Sudah lima hari mereka kurang
tidur.

Banyak pintu yang kuncinya
dijebol. Terutama pintu-pintu lab. Ada juga supermarket kampus yang sudah
ludes. Inilah penjarahan pertama sejak gelombang demo di Hongkong terjadi 9
Juni lalu. Mungkin mereka sangat kekurangan makanan dan minuman.

Baca Juga :  Hidup di Dunia Tatap Layar

Sampai kapan beberapa lusin
pendemo itu bertahan di dalam kampus?

Polisi mengumumkan: tidak ada
target waktu. Polisi bertekad akan mengakhirinya dengan damai. Seruan agar
mereka meninggalkan kampus terus disampaikan.

Awalnya ada yang mengira pengepungan
kampus ini akan berakhir dengan berdarah-darah. Ada yang membayangkan akan
terjadi seperti peristiwa Tian An Men. Hongkong pun mencekam. Menanti apa yang
akan terjadi.

Ternyata polisi tidak menyerbu
kampus itu.

Saya perkirakan pasti ada:
intelijen, malam-malam, mungkin masuk ke kampus. Di saat mereka terlelap
kelelahan. Mereka didata. Siapa saja yang masih tersisa.

Yang jelas, ketika jumlah mereka
masih sekitar 600, ternyata hanya 30-an yang mahasiswa politeknik.

Terowongan bawah laut di dekat
kampus pun sudah mulai dibersihkan. Jumat lalu kendaraan sudah boleh lewat.
Gratis. Gerbang tol terowongan itu memang hancur oleh pendemo. Sedang
diperbaiki.

Satu minggu lagi pun belum akan
selesai. Berarti masih gratis. Praktis seperti membangun baru –saking parahnya
kerusakan itu.

Apalagi mesin tiket elektroniknya
juga harus diganti.

Kamis-Jumat kemarin adalah dua
hari paling tenang di Hongkong. Memang ada seruan solidaritas. Lewat grup
telegram. Agar rakyat melumpuhkan lalu-lintas seluruh Hongkong.

Tapi, hanya ratusan orang yang
turun ke jalan. Bahkan Jumat kemarin lebih sedikit lagi. Itu pun hanya di dalam
mal.

Entahlah Sabtu sore nanti. Atau
Minggu besok.

Sejak lebih lima bulan lalu belum
pernah ada Sabtu tenang. Apalagi Minggu. Selalu ada demo besar. Yang belakangan
kian rusuh.

Minggu hari ini fokus Hongkong
adalah Pemilu legislatif.

Boleh juga.

Di tengah begitu rusuhnya demo
persiapan Pemilu jalan terus.

Memang, di pemilu ini TPS-TPS
akan dijaga lebih ketat. Ada gerakan di medsos untuk menggagalkan Pemilu. Meski
bisa saja yang demikian itu rekaan siapa saja.

Bagi yang suka judi, bolehlah.
Minggu hari ini jadi bahan perjudian: tetap bisa tenang atau rusuh lagi. Biar
pun hanya 14 menit. (dis)

”Hongkong itu mestinya sudah
lenyap dalam 14 menit. Saya lah yang membuat Hongkong tidak jadi lenyap”. 

Siapakah manusia yang begitu tremendous hebatnya
itu?

Saya tidak perlu mengajari Anda.
Anda sudah tahu. Setidaknya sudah bisa menebak. Saya sudah terlalu sering
kecewa –tapi bangga– oleh keahlian pembaca DI’s Way menebak.

”China itu sudah menyiapkan 1
juta tentara di dekat Hongkong,” tambahnya. ”Lalu saya bilang kepada Xi Jinping
jangan lakukan itu. Anda salah besar kalau lakukan itu,” ujar Presiden Donald
Trump menceritakan kembali apa yang ia katakan kepada presiden Tiongkok.

Tidak usah kita pertanyakan:
benarkah sudah disiapkan 1 juta tentara di dekat Hongkong. Benarkah ia
menyarankan itu kepada Xi Jinping. Benarkah Xi Jinping tidak melenyapkan
Hongkong berkat kata-kata Trump –bahkan benarkah Xi Jinping punya rencana
itu. 

Kita tahu Xi Jinping tidak pernah
tunduk pada kata-kata Trump.

Kita juga tahu Trump lagi
tersudut. Bukan hanya soal impeachment, pun soal
Hongkong.

Kongres sudah mengesankan UU yang
menghukum Hongkong. Trump harus menandatanganinya. Atau tidak.

Begitu ia menandatangani sama
dengan ia menumpahkan bensin pada bara yang sudah menyala.

Di Hongkong sendiri kondisi ya
sudah berubah. Drama Tian An Men tidak terjadi di Hongkong. Padahal sudah
banyak yang cemas dan tegang.

Analis memperkirakan kampus
Politeknik Hongkong akan diserbu. Ratusan mahasiswa akan mati. Saat itu masih
sekitar 600 mahasiswa terkepung di kampus itu.

Tapi sampai seminggu kemudian
tidak terjadi apa-apa. Polisi memang masih terus mengurung kampus seluas hampir
8 hektar itu. Tapi dari hari ke hari terus ada yang menyerahkan diri.

Sampai pukul 21.00 tadi malam
tinggal ”beberapa lusin” pendemo yang terkurung di kampus itu.

Mereka terus terisolasi oleh
polisi yang tepung-gelang.

Sepanjang hari Kamis memang tidak
ada satu pun pendemo yang menyerahkan diri. Rupanya yang tersisa di sana adalah
yang ”teradikal”. Yang pilih ditangkap daripada menyerahkan diri. Pun pilih
mati.

Beda dengan hari Senin dan Selasa
lalu –hari kedua dan ketiga pengepungan. Hari itu begitu banyak yang
meninggalkan kampus. Dari sekitar 2.000 orang tinggal 600-an.

Baca Juga :  Bupati Kapuas Intruksikan Percepatan Vaksinasi Covid-19

Keesokan harinya, Rabu, banyak
lagi yang meninggalkan kampus. Ada yang dijemput guru mereka. Atau dijemput tim
kesehatan. 

Ada yang langsung ditahan, ada
yang hanya didata identitas mereka –untuk kemungkinan suatu saat dipanggil
polisi.

Yang berumur di bawah 18 tahun
sudah tidak ada lagi. Yang wanita belum diketahui.

Selasa lalu tiga mahasiswi
berusaha lolos. Mereka membuka tutup parit yang berat itu. Yang bundar itu.
Yang terbuat dari besi itu.

Satu per satu mereka masuk ke
dalam lubang. Lalu menelusuri gorong-gorong parit yang gelap. Dan kotor. Dan
berbau.

Sekali mereka kepergok ular.
Banyak juga ketemu kecoa. Berdasar pengakuan mereka di media Hongkong mereka
sangat ketakutan. Lebih takut dibanding menghadapi polisi anti huru-hara.

Para wanita itu tidak menemukan
lubang untuk keluar. Akhirnya mereka balik kucing ke lubang awal. Menyerahkan
diri.

Ada juga yang ke atas jembatan.
Ingin turun dengan tali. Tapi polisi keburu mengetahui. Yang menjemput di bawah
tali pun ikut ditangkap.

Banyak sekali cara
sembunyi-sembunyi yang mereka usahakan untuk lolos. Tapi polisi benar-benar
menutup semua jalan keluar. Termasuk jalan-jalan tikus.

Jumat pagi kemarin satu tim
penolong diizinkan masuk. Siapa tahu ada yang sakit. Atau ingin menyerah.
Beberapa orang ikut tim itu keluar kampus.

Langsung dimasukkan ambulance.
Setelah didata identitas mereka.

”Sulit mengetahui jumlah pasti
yang masih ada di dalam kampus,” ujar anggota tim itu.

Mereka menyebar ke berbagai
gedung. Juga ke berbagai lantai. Kampus ini memiliki gedung tinggi lebih
sepuluh buah. Beberapa di antara mereka bersembunyi dari intaian kamera. Bahkan
ada yang naik ke tingkat tertinggi. Untuk tidur. Sudah lima hari mereka kurang
tidur.

Banyak pintu yang kuncinya
dijebol. Terutama pintu-pintu lab. Ada juga supermarket kampus yang sudah
ludes. Inilah penjarahan pertama sejak gelombang demo di Hongkong terjadi 9
Juni lalu. Mungkin mereka sangat kekurangan makanan dan minuman.

Baca Juga :  Hidup di Dunia Tatap Layar

Sampai kapan beberapa lusin
pendemo itu bertahan di dalam kampus?

Polisi mengumumkan: tidak ada
target waktu. Polisi bertekad akan mengakhirinya dengan damai. Seruan agar
mereka meninggalkan kampus terus disampaikan.

Awalnya ada yang mengira pengepungan
kampus ini akan berakhir dengan berdarah-darah. Ada yang membayangkan akan
terjadi seperti peristiwa Tian An Men. Hongkong pun mencekam. Menanti apa yang
akan terjadi.

Ternyata polisi tidak menyerbu
kampus itu.

Saya perkirakan pasti ada:
intelijen, malam-malam, mungkin masuk ke kampus. Di saat mereka terlelap
kelelahan. Mereka didata. Siapa saja yang masih tersisa.

Yang jelas, ketika jumlah mereka
masih sekitar 600, ternyata hanya 30-an yang mahasiswa politeknik.

Terowongan bawah laut di dekat
kampus pun sudah mulai dibersihkan. Jumat lalu kendaraan sudah boleh lewat.
Gratis. Gerbang tol terowongan itu memang hancur oleh pendemo. Sedang
diperbaiki.

Satu minggu lagi pun belum akan
selesai. Berarti masih gratis. Praktis seperti membangun baru –saking parahnya
kerusakan itu.

Apalagi mesin tiket elektroniknya
juga harus diganti.

Kamis-Jumat kemarin adalah dua
hari paling tenang di Hongkong. Memang ada seruan solidaritas. Lewat grup
telegram. Agar rakyat melumpuhkan lalu-lintas seluruh Hongkong.

Tapi, hanya ratusan orang yang
turun ke jalan. Bahkan Jumat kemarin lebih sedikit lagi. Itu pun hanya di dalam
mal.

Entahlah Sabtu sore nanti. Atau
Minggu besok.

Sejak lebih lima bulan lalu belum
pernah ada Sabtu tenang. Apalagi Minggu. Selalu ada demo besar. Yang belakangan
kian rusuh.

Minggu hari ini fokus Hongkong
adalah Pemilu legislatif.

Boleh juga.

Di tengah begitu rusuhnya demo
persiapan Pemilu jalan terus.

Memang, di pemilu ini TPS-TPS
akan dijaga lebih ketat. Ada gerakan di medsos untuk menggagalkan Pemilu. Meski
bisa saja yang demikian itu rekaan siapa saja.

Bagi yang suka judi, bolehlah.
Minggu hari ini jadi bahan perjudian: tetap bisa tenang atau rusuh lagi. Biar
pun hanya 14 menit. (dis)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru