28.6 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Salah Kaprah Penggunaan Masker

JUMLAH kasus baru dan kasus
meninggal karena terinfeksi 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) atau yang kini
dikenal dengan Covid-19 terus bertambah. Hingga Jumat (14/2), berdasar data
dari www.worldometers.info, jumlah kasus Covid-19 sudah mencapai 65.247 dengan
jumlah kematian mencapai 149 pasien. Total, ada 28 negara yang sudah melaporkan
kasus positif Covid-19.

Di sejumlah negara seperti
Jepang, Singapura, dan Hongkong, jumlah kasus baru juga terus meningkat. Untuk
Indonesia, hingga saat ini belum ada pasien suspect Covid-19 yang terkonfirmasi
positif. Kondisi penyebaran Covid-19 memang cukup mencemaskan masyarakat kita,
terutama yang akan bepergian dengan pesawat terbang.

Pekan lalu kebetulan saya hari
pertama terbang setelah gonjang-ganjing penyebaran virus pada pertengahan
Januari 2020. Menarik apa yang saya amati di bandara. Saat ini lebih banyak
orang yang menggunakan masker dibanding sebelum adanya wabah Covid-19. Hal itu
membuat saya melakukan pengamatan kepada orang-orang yang berlalu-lalang di
depan saya.

Dari pengamatan terhadap 118
orang yang kebetulan lalu-lalang di depan saya di Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Tangerang, ternyata ada 23,7 persen orang yang menggunakan masker
berbagai model dengan komposisi laki-laki dan perempuan lebih kurang sama. Yang
menarik, dari 23,7 persen yang menggunakan masker, hanya 65 persen yang memakai
masker dengan benar. Yakni, masker menutupi mulut dan lubang hidung serta kawat
di hidung tertutup dengan baik.

Saya tidak mengetahui apakah
mereka yang menggunakan masker dengan tidak benar menyadarinya. Mudah-mudahan
saja mereka segera menyadari bahwa pemakaian maskernya tidak benar. Mereka yang
salah, antara lain, mengenakan masker di dagu. Ada pula yang memakainya di
leher. Atau, masker terpasang longgar. Jika melihat posisi masker, khususnya
surgical mask, di dagu, mungkin mau dibuka dulu dan mungkin juga akan dipasang
lagi. Justru kondisi itu bisa membuat masker jadi sumber penularan infeksi
karena bagian yang terdalam sudah terlepas dan bagian luar sebagai tempat mencegah
masuknya kuman di posisi yang mudah terhirup melalui hidung.

Baca Juga :  Fairid Ajak Warga Berperan Jaga Lahan dari Potensi Karhutla

Saya merasa, kebiasaan
mengenakan masker dengan tidak benar itu harus menjadi perhatian. Kalau tidak
mau lagi atau risi menggunakannya, sebaiknya masker dilepas dan dibuang. Selain
itu, secara umum, penggunaan masker bedah tersebut hanya bisa bertahan enam jam
atau harus diganti jika sudah basah atau kotor.

Ada satu hal lagi yang menarik
pengamatan. Ternyata, ada yang menggunakan masker N95. Masker itu memang lebih
efektif untuk mencegah tertular virus secara langsung karena punya daya
proteksi 95 persen dari partikel yang sangat kecil. Tetapi, penggunaannya akan
lebih tepat di ruang tertutup. Situasi yang membuat kita berada dalam keadaan
akan kontak dengan orang yang sudah positif terinfeksi virus atau bakteri
tuberkulosis. Selain itu, masker N95 digunakan dalam jangka pendek, bukan
seharian. Alih-alih untuk proteksi, pengguna masker N95 akan kekurangan
oksigen. Apalagi, orang tersebut sedang bepergian di bandara dan berjalan atau
setengah berlari untuk keperluan check-in dan boarding dengan lokasi gate agak
jauh.

Salah-salah pengguna masker
N95 berpotensi mengalami kekurangan oksigen atau hipoksia. Kondisi itu dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, atau kolaps/pingsan. Apalagi jika pengguna
masker tersebut sudah memiliki masalah dengan paru-parunya.

Yang juga menarik, tidak ada
satu pun orang yang menggunakan masker dengan posisi terbalik seperti hoaks
yang viral tentang cara menggunakan masker secara bolak-balik. Saya sendiri
melalui akun Twitter pribadi @dokterari pernah menyurvei seputar cara penularan
Covid-19 melalui airborne (udara). Dari 5.513 responden yang melakukan voting,
39 persen menyatakan bahwa virus ditularkan melalui airborne, 40 persen
menyatakan tidak tahu, dan sisanya menyatakan mitos.

Baca Juga :  Fairid Serahkan Rekapitulasi BTT

Dari perkembangan terakhir,
beberapa pakar kesehatan Tiongkok sudah menyatakan, pada beberapa keadaan
Covid-19 ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui udara. Hingga saat
ini, yang masih dianut, penularan melalui droplet cairan yang dikeluarkan saat
bicara keras, batuk, atau bersin. Apalagi, di daerah tropis seperti Indonesia
saat ini, dengan suhu 30 derajat Celsius, virus cepat mati ketika berada di
udara terbuka. Jadi, memang sebenarnya kalau kita tidak sedang sakit atau tidak
berada di kerumunan, kita tidak perlu menggunakan masker.

Dari survei tersebut, kita
bisa tahu bahwa tingkat pengetahuan masyarakat seputar penyebaran virus masih
rendah. Perlu disosialisasikan secara terus-menerus tentang penyakit Covid-19
dan cara penularannya. Ketidaktahuan itu membuat respons masyarakat berlebihan
dalam mengantisipasi infeksi.

Saya juga berharap masyarakat
dapat menerima secara wajar kepulangan WNI dari Wuhan, Tiongkok, yang akan
menyelesaikan masa karantina Sabtu (15/2). Dari hasil karantina tersebut,
hingga saat ini belum ada kasus suspect menderita infeksi Covid-19 dan tentu
mereka semua diharapkan sehat.

Akhirnya, kita mengambil
hikmah bahwa antisipasi penyebaran global infeksi Covid-19 bisa dilakukan
dengan cuci tangan menggunakan sabun atau antiseptik hand sanitizer secara
rutin. Tentu saja penggunaan antiseptik akan lebih efektif untuk mencegah
penyakit infeksi usus, saluran pernapasan atas, dan saluran pernapasan bawah.
Perlu juga menggunakan masker secara tepat kalau memang kita batuk atau pilek
agar tidak terjadi penularan virus ke orang sekitar.

Selain itu, daya tahan tubuh
tetap menjadi hal yang penting. Caranya, makan teratur, istirahat cukup,
konsumsi banyak sayur dan buah, serta tidak merokok. Salam sehat. (*)

*) Guru besar dan dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

JUMLAH kasus baru dan kasus
meninggal karena terinfeksi 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) atau yang kini
dikenal dengan Covid-19 terus bertambah. Hingga Jumat (14/2), berdasar data
dari www.worldometers.info, jumlah kasus Covid-19 sudah mencapai 65.247 dengan
jumlah kematian mencapai 149 pasien. Total, ada 28 negara yang sudah melaporkan
kasus positif Covid-19.

Di sejumlah negara seperti
Jepang, Singapura, dan Hongkong, jumlah kasus baru juga terus meningkat. Untuk
Indonesia, hingga saat ini belum ada pasien suspect Covid-19 yang terkonfirmasi
positif. Kondisi penyebaran Covid-19 memang cukup mencemaskan masyarakat kita,
terutama yang akan bepergian dengan pesawat terbang.

Pekan lalu kebetulan saya hari
pertama terbang setelah gonjang-ganjing penyebaran virus pada pertengahan
Januari 2020. Menarik apa yang saya amati di bandara. Saat ini lebih banyak
orang yang menggunakan masker dibanding sebelum adanya wabah Covid-19. Hal itu
membuat saya melakukan pengamatan kepada orang-orang yang berlalu-lalang di
depan saya.

Dari pengamatan terhadap 118
orang yang kebetulan lalu-lalang di depan saya di Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Tangerang, ternyata ada 23,7 persen orang yang menggunakan masker
berbagai model dengan komposisi laki-laki dan perempuan lebih kurang sama. Yang
menarik, dari 23,7 persen yang menggunakan masker, hanya 65 persen yang memakai
masker dengan benar. Yakni, masker menutupi mulut dan lubang hidung serta kawat
di hidung tertutup dengan baik.

Saya tidak mengetahui apakah
mereka yang menggunakan masker dengan tidak benar menyadarinya. Mudah-mudahan
saja mereka segera menyadari bahwa pemakaian maskernya tidak benar. Mereka yang
salah, antara lain, mengenakan masker di dagu. Ada pula yang memakainya di
leher. Atau, masker terpasang longgar. Jika melihat posisi masker, khususnya
surgical mask, di dagu, mungkin mau dibuka dulu dan mungkin juga akan dipasang
lagi. Justru kondisi itu bisa membuat masker jadi sumber penularan infeksi
karena bagian yang terdalam sudah terlepas dan bagian luar sebagai tempat mencegah
masuknya kuman di posisi yang mudah terhirup melalui hidung.

Baca Juga :  Fairid Ajak Warga Berperan Jaga Lahan dari Potensi Karhutla

Saya merasa, kebiasaan
mengenakan masker dengan tidak benar itu harus menjadi perhatian. Kalau tidak
mau lagi atau risi menggunakannya, sebaiknya masker dilepas dan dibuang. Selain
itu, secara umum, penggunaan masker bedah tersebut hanya bisa bertahan enam jam
atau harus diganti jika sudah basah atau kotor.

Ada satu hal lagi yang menarik
pengamatan. Ternyata, ada yang menggunakan masker N95. Masker itu memang lebih
efektif untuk mencegah tertular virus secara langsung karena punya daya
proteksi 95 persen dari partikel yang sangat kecil. Tetapi, penggunaannya akan
lebih tepat di ruang tertutup. Situasi yang membuat kita berada dalam keadaan
akan kontak dengan orang yang sudah positif terinfeksi virus atau bakteri
tuberkulosis. Selain itu, masker N95 digunakan dalam jangka pendek, bukan
seharian. Alih-alih untuk proteksi, pengguna masker N95 akan kekurangan
oksigen. Apalagi, orang tersebut sedang bepergian di bandara dan berjalan atau
setengah berlari untuk keperluan check-in dan boarding dengan lokasi gate agak
jauh.

Salah-salah pengguna masker
N95 berpotensi mengalami kekurangan oksigen atau hipoksia. Kondisi itu dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, atau kolaps/pingsan. Apalagi jika pengguna
masker tersebut sudah memiliki masalah dengan paru-parunya.

Yang juga menarik, tidak ada
satu pun orang yang menggunakan masker dengan posisi terbalik seperti hoaks
yang viral tentang cara menggunakan masker secara bolak-balik. Saya sendiri
melalui akun Twitter pribadi @dokterari pernah menyurvei seputar cara penularan
Covid-19 melalui airborne (udara). Dari 5.513 responden yang melakukan voting,
39 persen menyatakan bahwa virus ditularkan melalui airborne, 40 persen
menyatakan tidak tahu, dan sisanya menyatakan mitos.

Baca Juga :  Fairid Serahkan Rekapitulasi BTT

Dari perkembangan terakhir,
beberapa pakar kesehatan Tiongkok sudah menyatakan, pada beberapa keadaan
Covid-19 ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui udara. Hingga saat
ini, yang masih dianut, penularan melalui droplet cairan yang dikeluarkan saat
bicara keras, batuk, atau bersin. Apalagi, di daerah tropis seperti Indonesia
saat ini, dengan suhu 30 derajat Celsius, virus cepat mati ketika berada di
udara terbuka. Jadi, memang sebenarnya kalau kita tidak sedang sakit atau tidak
berada di kerumunan, kita tidak perlu menggunakan masker.

Dari survei tersebut, kita
bisa tahu bahwa tingkat pengetahuan masyarakat seputar penyebaran virus masih
rendah. Perlu disosialisasikan secara terus-menerus tentang penyakit Covid-19
dan cara penularannya. Ketidaktahuan itu membuat respons masyarakat berlebihan
dalam mengantisipasi infeksi.

Saya juga berharap masyarakat
dapat menerima secara wajar kepulangan WNI dari Wuhan, Tiongkok, yang akan
menyelesaikan masa karantina Sabtu (15/2). Dari hasil karantina tersebut,
hingga saat ini belum ada kasus suspect menderita infeksi Covid-19 dan tentu
mereka semua diharapkan sehat.

Akhirnya, kita mengambil
hikmah bahwa antisipasi penyebaran global infeksi Covid-19 bisa dilakukan
dengan cuci tangan menggunakan sabun atau antiseptik hand sanitizer secara
rutin. Tentu saja penggunaan antiseptik akan lebih efektif untuk mencegah
penyakit infeksi usus, saluran pernapasan atas, dan saluran pernapasan bawah.
Perlu juga menggunakan masker secara tepat kalau memang kita batuk atau pilek
agar tidak terjadi penularan virus ke orang sekitar.

Selain itu, daya tahan tubuh
tetap menjadi hal yang penting. Caranya, makan teratur, istirahat cukup,
konsumsi banyak sayur dan buah, serta tidak merokok. Salam sehat. (*)

*) Guru besar dan dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Terpopuler

Artikel Terbaru