PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Heni Wijiastuti (56) tampak sumringah. Usaha Berkat Uhat Kayu milik Ibu yang mempunyai tujuh anak ini bisa menghidupi keluarganya. Bahkan dengan kegigihannya dalam berusaha, bisa menjadikan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Berkat Uhat Kayu naik kelas menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Rumah produksi Berkat Uhat Kayu berbahan dasar kayu ini berdiri di Kompleks Mendawai Sosial Jalan Mendawai Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya. Berbagai produk dari toko Berkat Uhat Kayu yang tersusun rapi di etalase-etalase.
Rumah Produksi Berkat Uhat Kayu milik Heni Wijiastuti (56) yang beralamat di Kawasan Jalan Mendawai, Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya ini bergerak di produk herbal, makan, dan minuman. Berbagai produk herbal dari Berkat Uhat Kayu yakni Teh Bajakah, Teh Bawang Dayak, dan 11 varian rajangan.
Selain itu, Berkat Uhat Kayu Makanan dan Minuman juga dijual yakni Jahe Instan, Jahe Telang Instan, Manisan Jahe, dan Kopi Pangkoh (Kopang). Kemudian produk dari pakis atau kelakai juga dijual. Yakni kripik kelakai, stik kelakai, akar pinang kelakai, risoles kelakai, dan es kopyor kelakai. Produk yang dijual berkisar antara Rp10.000 sampai Rp35.000.
Heny Wijiastuti ini menceritakan usahanya dimulai sejak tahun 2014 dengan usaha kopi pangkoh. Ia sendiri awalnya mengaku terkendala dalam meningkatkan kapasitas produksi.
”Intinya, untuk pembelian bahan baku dan sebagainya, yang ada keterkaitannnya dengan proses produksi itu yang memang agak susah. karena kalau UKM belum mempunyai modal yang memang seperti kita targetkan itu, modal itu diputar-putar terus kaya gitu, Untuk kapasitas maksimal belum bisa tercapai,” ujarnya, Sabtu (9/3) lalu.
Ia akhirnya mulai mencoba untuk melakukan pinjaman KUR BRI dengan nominal Rp.50 juta dengan jangka waktu pembayaran 2 tahun. Pinjaman tersebut dia pergunakan untuk peralatan produksi dan mengembangkan produksi kopi lokal.
”Kembangkan lagi tahun 2022 untuk pengolahan hasil pertanian, ada beberapa dari sayur-sayuran dari buah yang melibatkan kelompok-kelompok untuk ditampung dari hasil pertanian itu untuk dijadikan bahan baku,” jelasnya.
Menurut ibu yang memiliki tujuh anak ini, KUR BRI sangat berpengaruh untuk mengembangkan usahanya.
”Otomatis disitu tidak berpatok pada satu produk saja, ada beberapa produk di rumah produksi saya ini, otomatis dengan adanya beberapa produk, beberapa varian, itu sangat bermanfaat untuk usaha kami disini, sehingga bisa menaikkan omset,”tambahnya.
”Kalau dulu, satu bulan bulan biasa paling banter Rp8 juta sampai Rp12 juta, sekarang Rp24 sampai Rp30 juta perbulan,” sambungnya.
Heny menuturkan, alasan untuk untuk menjadikan UMKM miliknya naik kelas menjadi PT karena ingin menjangkau lebih luas dalam perizinannya maupun dalam pemasarannya. Salah satunya yakni perizinan ke Badan Pengawas dan Obat Makanan (BPOM). UMKM miliknya yang menjadi PT diakui Heny baru tiga bulan yang lalu.
”Prosesnya bisa melalui online semua, ketika persyaratan itu sudah terpenuhi oleh si pemilik usaha tersebut, akan lebih gampang prosesnya melalui online, paling lama dua hari prosesnya sudah klear,” ujarnya.
”Kedua memang sewajarnya ketika sudah ada pemasukan yang lebih mumpuni, kita harus mendukung program pemerintah melalui pembayaran pajak,” tegasnya.
Dia mengakui, usaha ini menjadi satu-satunya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, pendidikan. Selain itu, usaha yang dijalaninya selama 7 tahun ini bisa membantu warga sekitar yang direkrut untuk menjadi karyawan, terutama ibu-ibu.”Karena saya kepingin ibu-ibu itu mempunyai penghasilan supaya untuk membantu kesejahteraann keluarga,” harapnya.
Sementara itu, Manajer Bisnis Mikro BRI Cabang Palangkaraya Menoto A Kalit mengungkapkan, kebanyakan KUR BRI disalurkan di sektor perdagangan dengan kredit perorangan.
”Yang paling banyak KUR yang diberikan untuk disalurkan yaknin di sektor perdagangan, sektor perdagaan dengan kredit perorangan. Misal dagang sembako, kemudian, sektor perdagangan jasa bengkel, dan jasa lainnya,” ujarnya.
Menoto menuturkan, dalam melakukan pembinaan UMKM, BRI memberikan arahan ke para mantri untuk tetap menggali potensi dari sistem ekosistem yang ada. Sedangkan pinjama KUR BRI maksimal Rp100 juta untuk per nasabah.
”Karena mantri sebagai marketing lapangan. Mereka harus bisa menggali potensi yang ada, entah di sektor ekosistem usaha, ekosistem pertanian dan segala macam,” jelasnya.
Dia memaparkan, kebutuhan kredit KUR itu ditentukan dengan dua tujuan penggunaan kredit. Diantaranya yakni untuk modal kerja dan investasi.
”Misalkan contoh orang beli sembako, dia mengajuan untuk penambahan stok barang, otomatis larinya ke modal kerja, beda cerita kalau misalkan dia nanti permohonannnya untuk perluasan tempat usaha, atau pembelian aset untuk menunjang keperluan bisnis dia itu larinya ke investasi,” tandasnya. (hfz)